Epilog

1.2K 98 2
                                    

Hari ini adalah hari yang tidak tahu harus ku senangi atau ku sedihi. Hari ini adalah hari kelulusan Justin. Aku bahagia, karena Justin mendapat nilai ujian tertinggi, aku tidak pernah menyangka Justin sepandai itu. Namun, ada satu hal yang membuatku sedih. Setelah Justin keluar dari sekolahku, aku menjadi susah untuk bertemu dia, bukan apa-apa. Kalau dia hanya keluar dari sekolah ini dan meneruskan perguruan tinggi disini sih tidak apa-apa. Tapi...dia akan melanjutkan perguruan tingginya di Columbia. Ya, karena prestasinya, dia mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Columbia University. Satu sisi aku bangga, namun satu sisi lagi aku sedih karena akan kehilangannya. Dan aku harus menjalani long distance relationship dengannya.

Aku menghampiri Justin yang memakai kemeja putih dengan jas hitam diluarnya dan celana jeans hitam. Terlihat keren namun tetap rapih.

"Selamat ya, Kapil..." ujarku memberi selamat padanya.

"Makasih Jutik sayang." katanya sambil mencubit pipiku. "Eh, ayo dong foto dulu. Lo nggak mau foto bareng gue?" kata Justin.

Aku menyeringai, "Ok, kita foto!" aku mengeluarkan handphone-ku, lalu beberapa kali mengambil foto bersama Justin. Ya, setidaknya, foto ini akan menjadi obat rinduku nanti pada Justin.

"Coba mana liat dong hasilnya..." kata Justin.

Aku pun menunjukkan hasil foto-foto tadi. "Nih liat. Ih...lo sok ganteng banget sih!" ledekku.

Justin berdecak. "Yeeeh, dasar Jutik! Harusnya tuh lo bersyukur bisa punya pacar seganteng gue gini. Nggak ada tandingannya..."

Aku menahan senyumku. "Pede banget sih."

Tiba-tiba Justin menatapiku sambil tersenyum.

"Lo kenapa sih ngeliatin gue kayak gitu..." tanyaku.

Justin menambah kemanisan pada senyumannya, "Gak apa-apa. Kan habis ini gue bakal pergi. Gue mau puas-puasin liat lo dulu aja. Gue pasti bakal kangen banget sama lo..." kata Justin.

Aku tersenyum pada Justin "Gue juga bakal kangen banget Kapil sama lo."

"Kira-kira kita bisa nggak ya LDR-an?" tanya Justin. Wajahnya murung. "Gue takut lo kecantol cowok lain." sambung Justin.

Aku tertawa kecil sambil memegang bahu sebelah kanannya, "Justin, yang ada tuh gue yang harusnya takut. Di Columbia kan banyak cewek-cewek cantik."

"Tapi gue yakin nggak ada yang secantik lo, Jutik!" kata Justin.

"Gombal!" kataku sambil menjulurkan lidah.

Justin menggenggam kedua tanganku, "Gue serius, Jutik, gue mau lo janji buat setia sama gue. Ya?"

Aku tersenyum. "Iya, gue bakalan setia nunggu lo disini. Tapi, lo juga harus setia."

"Iya, gue pasti bakalan setia." kata Justin.

"Gue yakin kita bisa jalanin ini Justin, selama kita saling percaya, gue yakin, kita bakalan langgeng-langgeng aja."

Justin tersenyum, "Itu yang gue mau."

"Yaudah, yuk, gue anter lo ke bandara sekarang."

***

Long distance relationship memang sulit. Tapi, aku disini tetap bertahan untuk kamu Justin. Walaupun sekarang, aku dan kamu jarang bertemu dan komunikasi tidak serutin dulu. Tapi aku percaya, kamu disana juga tetap setia, ya, sama seperti aku disini.

Aku lebih sering berkomunikasi dengan Justin via face time. Karena, aku masih dapat melihatnya, walaupun tidak secara langsung, dan tidak setampan Justin yang asli. Wkwk.

Handphone-ku berdering, akhirnya, yang aku tunggu-tunggu menelpon juga. Justin menelponku via face time. Aku dengan segera mengangkatnya.

Aku menghadapkan wajahku pada layar handphone, aku langsung tersenyum ketika melihat Justin pada layar handphone-ku. "Hai, Jutik sayang." sapa Justin.

Aku tersenyum lagi, "Hai juga Kapil."

"Gue kangen banget sama lo."

"Gue juga sama."

Justin tersenyum miring, "Lo gimana kabarnya?"

"Gue baik-baik aja, lo juga baik-baik aja kan?"

"Tenang, gue sehat banget kok disini."

"Sehat ngeliatin cewek-cewek cantik ya?" candaku.

Justin sok-sokan berdehem, "Iya dong..." jawabnya.

"Ih, nyebelin." kataku sambil manyun.

"Tapi gue belum nemu nih yang cantiknya di atas rata-rata. Disini standar semua."

Aku memutar bola mataku, "Emang yang cantiknya di atas rata-rata itu gimana?"

"Ya, kayak lo gitu." goda Justin

Aku manyun, "Huh, gombal mulu lo."

"Tuh kan, manyunnya aja cantik banget. Gue capture ah, nanti gue print, terus nanti gue tempelin di buku gue. Biar gue makin semangat belajarnya." goda Justin.

Aku menahan senyumku, "Nyebelin!"

"Gapapa mendingan nyebelin tapi setia kan?" ledek Justin.

Aku berdehem, "Iya, awas lo ya udah nyebelin, ditambah lagi selingkuh. Nih!" kataku sambil menunjukkan kepalan tanganku.

"Aw, takut!" kata Justin dengan dramatis.

"Alay!" ucapku.

Justin tertawa, "Jutik, udah dulu ya, habis ini gue harus kuliah."

"Oh, ok, selamat kuliah."

"Bye, Jutik sayang..."

Tut....sambungan terputus.

Aku bahagia, walaupun hanya berkomunikasi sebentar dengan Justin, tapi itu membuatku sangat bahagia. Aku tahu, disana pasti Justin sangat sibuk. Mungkin, dia tidak ada waktu luang yang banyak. Tapi, dia tetap menyempatkan diri untuk menghubungiku. Aku mencintainya, sungguh! I love him so much...

FEELING [Jariana]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang