BAB 10

430 38 10
                                    

“I'm sick and I'm tired too.
I can admit, I am not fireproof.
I feel it burning me” - (The Beach, The Neighbourhood)

***

RAKA masih diam membeku di tempatnya. Ponsel yang sedari tadi ia pegang sudah terjatuh ke lantai ketika ia mendengar suara penelpon itu.

Kondisi ponselnya pun sudah mati dan layarnya pecah. Raka duduk di sofa dan mengusap rambutnya dengan frustasi.

Ini bukan kisah cinta segitiga klasik. Nyatanya, akar dari semua ini sangat pelik dan penuh drama memuakkan.

Tidak.

Raka tidak sanggup mendengar suara perempuan itu lebih lama lagi. Semua akan sia-sia saja jika ia menerima telepon dari perempuan itu. Karena dengan mendengar suaranya saja membuat Raka ingin segera pergi ke Jakarta dan memeluk erat perempuan itu. Dan tentu saja itu bukan pilihan yang tepat untuk Raka.

Pria itu berjalan keluar dari rumahnya. Ia memilih berjalan di pantai seorang diri. Kakinya menginjak pasir pantai yang basah. Raka berteriak dengan keras melepas semua yang membelenggu. Ia tidak boleh seperti ini, ini bukan Raka yang dulu.

Raka memejamkan matanya. Dan terus memantrai hatinya untuk kembali seperti Raka lima tahun yang lalu. Raka yang tidak peduli dengan siapapun, Raka yang tidak ambil pusing dengan sindiran orang, Raka yang mempunyai dunianya sendiri yaitu semua tentang pekerjaannya.

Sore ini bertepatan dengan senja berkemas di ujung cakrawala, Raka berusaha sekuat tenaga untuk membuat perubahan pada dirinya. Jika Kila tidak menerima cintanya, Raka akan memberikan cinta itu untuk dirinya sendiri.

***

Kila beberapa kali memandangi ponselnya. Ia yakin nomor yang ia hubungi tadi adalah nomer ponsel Raka. Namun saat panggilan sudah tersambung, Kila hanya mendengar deru angin dan air. Tidak ada suara Raka.

Kila semakin cemas ketika ia kembali menghubungi Raka namun nomor yang ia tuju sudah tidak aktif.

Perempuan itu berjalan ke dapur mengambil air minum. Namun langkahnya terhenti ketika ia mengingat sesuatu.

Kila berlari dan menyambar ponselnya kembali. Perempuan itu tampak gelisah menunggu jawaban dari seberang sana.

“Hallo Ma”

“Hai Kila. Tumben nelfon Mama. Ada apa sayang?” , suara anggun seorang perempuan terdengar dari ujung telepon.

“Raka pulang enggak Ma? Dia lagi sama Mama kan?”

Cukup lama hening hingga perempuan itu kembali membuka suara, “Raka nggak sama Mama. Mama sama Papa lagi ada perjalanan bisnis. Emang Raka enggak ada di kantor atau apartemennya?”

Pupus sudah harapan Kila. Satu-satunya orang yang selalu tahu tentang Raka nyatanya tak tahu kemana Raka menghilang.

Kila bersandar pada pilar. Ia baru sadar bahwa tanpa Raka dia tidak lengkap. Tanpa pria itu semua tak lagi sama.

“Kila udah nyari kesana Ma tapi Raka nggak ada. Aku tadi telfon dia , di jawab tapi dia nggak ngomong apa-apa dan setelah itu nomornya nggak aktif”

Suara Kila terdengar berat. Ia menahan mati-matian agar suaranya tidak parau.

Nanti kalau dia ngubungin Mama. Mama akan kasih tahu kamu. Jangan panik ya. Tenangin diri kamu”

Kila hanya mengangguk seperti orang bodoh meski Mama Raka pun tidak akan melihat apa yang ia lakukan.

“Ya, Ma”

Wildest DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang