"Foto yuk?"
"Hah?"
"Gue ngajak foto Adrian, mau enggak?"
"Eh, iya mau"
Kami pun berfoto sebentar, karena Ghina tiba-tiba datang dengan wajah sinis melihat ku. Beruntung disaat yang sama Ariel datang dan menarik ku untuk foto bersamanya.
Malam itu adalah malam terakhir aku dan Adrian dapat berbincang-bincang bersama saat SMP, ya walaupun hanya beberapa kalimat dan sebentar. Setelahnya aku bahkan tak pernah bertemu dengan nya lagi karena sibuk mengurus sekolah baru.
*
Satu setengah bulan kemudian.
Tahun ajaran baru akan segera tiba. Aku berhasil lulus dengan nilai yang cukup baik dan dapat membawa ku masuk ke sekolah yang cukup favorite di kota ini, ya walaupun jarak ke sana dari rumah ku sangat jauh.
Aku, Adrian, Ariel, Nisa, tidak lagi satu sekolah. Adrian bersekolah di SMA Grand, Ariel memutuskan bersekolah di luar kota, Nisa bersekolah di SMK Insan, dan aku sendiri diterima di SMA Berlian. Ohiya, Seilla juga satu sekolah dengan ku lagi. Namun entah mengapa aku merasa akan kehilangan dia, sudah lah aku tak ingin memikirkan nya.
Hari pertama sekolah.
Well, aku tidak akan menceritakan pengalaman mos ku, karena tak ada hal yang menarik terjadi.
Hari ini daftar kelas sudah diumumkan. Aku mendapat kelas mipa, dan lagi-lagi aku sendiri. Teman mos ku tidak ada yang sekelas lagi dengan ku, Seilla pun kali ini mendapat kelas yang berbeda dengan ku. Mungkin dengan ini aku bisa mendapat teman lebih banyak, pikir ku.
Hari pertama sekolah tidak ada satu pun guru yang masuk. Kami hanya diberikan jadwal mata pelajaran dan diberi tugas untuk membuat kepengurusan kelas.
Aku dan teman semeja ku yang baru pun memimpin pemilihan ketua kelas, lalu selebihnya dilanjutkan oleh sang ketua kelas yang baru.
Ketika ingin kembali ke tempat duduk, langkah ku mendadak terhenti. Mata ku terbelalak melihatnya. Bentuk mata itu... Sorotan matanya yang tajam... Caranya memandang sesuatu... Kedipan matanya... Dia... Dia bukan Adrian, tetapi kenapa bagian atas wajahnya sangat mirip Adrian?
"Airin!" tegur Salsa teman semeja ku saat ini.
"Eh iya kenapa sa?" jawab ku melihat ke arah Salsa
Salsabilla Alfriani. Kulit putih, lebih tinggi dari ku sedikit. Cerewet, dan kalian harus tau seberapa nyaring suaranya, aku bahkan yakin suaranya akan terdengar satu sekolah walau tanpa pengeras suara sekalipun. Walau begitu aku merasa kami akan semakin dekat dalam waktu yang cepat.
"Buruan duduk, ngapain coba berdiri terus" ucap Salsa sambil mengarahkan hari telunjuknya ke bangku ku.
"Eh iya iya"
Konsentrasi ku benar-benar hilang. Berkali-kali teman ku menegur ku karena terus melamun.
Beberapa hari kemudian.
Aku berjalan menuruni tangga. Tiba-tiba aku melihat seseorang melintas di depan ku. Caranya berjalan, wajahnya dari samping... Aku langsung berlari menuruni tangga dan pergi ke arah orang tadi, dan ternyata... Bukan Adrian, batinku.
Tak hanya sekali dua kali aku mengalami nya, melainkan hampir setiap hari. Teman-teman ku hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala saat melihat ku. Aku sudah menceritakan nya kepada mereka, mereka yang hanya aku percaya saja. Terkadang mereka membantu ku untuk mengalihkan pikiran agar tidak teringat dengan Adrian lagi. Mulai dari mengajak ku melihat para cogan di sekolah, menyomblangkan ku dengan kakak kelas, dan masih banyak lagi. Namun tetap saja tak berhasil.
Beberapa bulan kemudian.
Bel pulang berbunyi. Aku langsung mengambil tas dan keluar kelas."Lo langsung pulang Rin?" tanya Salsa
"Iya, gue mau ke SMP nih, kangen sama anak PMR smp gue" jawab ku.
"Kangen sama PMR atau sama si Ad -
"Berisik lo, gue balik ya udah dateng tuh yang biasa jemput gue, bhayyy" potong ku sambil mencubit pipi Salsa, yang empunya pun meringis kesakitan lalu memandang ku kesal. Aku hanya tertawa dan langsung meninggalkan nya.
"Dah cabai kuh" teriak Salsa yang masih memegangi pipi nya. Aku pun melambaikan tangan.
Melangkahkan kaki ku dan teringat akan kenangan-kenangan itu. Aku sudah masuk ke dalam sekolah tercinta ku saat menjajaki dunia putih biru. Aku langsung mempercepat langkah ku menuju ke ruang PMR.
Kami bercanda dan tertawa, seperti dulu. Mereka masih menganggap ku bagian dari mereka. Tentu saja, sampai kapan pun kami akan tetap menjadi keluarga. Aku jadi teringat ketika kami berjuang dilomba pertama kami. Kami bertekad tidak akan ada lagi yang bisa merendahkan ekskul kami, karena itu kami harus berhasil membawa piala walaupun hanya satu sekalipun. Tetapi alhamdulillah, ternyata tak hanya satu yang kami bawa. Tiga piala berjejer di depan kami saat penyerahan piala sewaktu upacara di sekolah satu hari setelah lomba. Hal yang menjadi sejarah kebanggaan bagi kami.
"Kak, ke warung depan yuk beli minum" ajak Anna tiba-tiba.
"Ayo deh, kebetulan minum gue habis" jawab ku.
..............................
"Dulu lo selalu duduk disini. Kalau jam olahraga lo pasti lagi pegang bola basket, terus beli susu cokelat sama roti deh. Kalau siang nya lo makan siang di sini sama Ariel. Walaupun bukan sama gue, tapi gue selalu seneng bisa liat lo diam-diam dari balik pohon" ucap ku pelan sambil menyentuh sebuah meja di kantin.
Setiap hari Sabtu aku memang selalu pergi ke SMP, untuk silaturahmi dengan ekskul ku. Aku berharap Airin melakukan hal yang sama. Namun sudah berjalan dua bulan Airin belum juga datang untuk sekedar bersilaturahmi dengan anggota ekskul PMR nya.
"Adrian!" panggil Rafli mengejutkan ku. Rafli juga alumni seangkatan ku dan tentu nya satu ekskul dengan ku.
"Eh iya Raf, udah jajan nya? Ke depan lagi ayo"
"Iya udah, ayo"
..................................
Aku berjalan sambil mendengar kan Anna yang terus bercerita tentang hal-hal yang terjadi di sekolah setelah aku lulus. Sesekali aku tertawa dan berkomentar.
Tiba-tiba seseorang yang sedang berlari dari belakang ku menabrak ku, sepertinya ia berlari tapi tidak melihat ke depan sehingga menabrak ku secara tidak sengaja.
"Aduhh" rintih ku yang terjatuh karena orang tersebut. Beberapa tetes darah mengalir dari lutut ku.
"Eh, maaf maaf yaampun maaf ya gue enggak sengaja"
Suaranya! Suaranya sangat khas membuat ku teringat akan seseorang. Aku mengangkat wajah ku dan menatap nya. Seketika mata ku terbelalak, hal yang sama terjadi pada nya.
"A...
KAMU SEDANG MEMBACA
Hot Chocolate
Teen FictionKisah seorang remaja yang masih tidak bisa melepaskan asmara dunia putih birunya. Adrian, first love Airin sukses membuat Airin bingung antara bertahan, atau melepaskan. Kisah ini tak hanya membahas tentang sebuah asmara, tetapi persahabatan, dan ai...