Empat Belas

14K 1K 23
                                    

Setelah keberangkatan Ivar ke London. Fay jadi kelimpungan menghadapi sikap Clara yang sangat merindukan ayahnya setengah hidup. Fay harus mencoba menghubungi Ivar berkali-kali agar putrinya tidak menangis meraung-meraung. Padahal pria itu baru pergi beberapa jam yang lalu. Fay tidak gila untuk menghubungi nomor yang tidak aktif bukan? Ivar bahkan belum sampai di tempat tujuannya, putrinya sudah menjadi gila.

Dan hal yang paling konyolnya, entah bagaimana nomor pria itu tertera di deretan list phone book-nya. Bukan hanya itu saja, nama itu terdaftar sebagai panggilan cepat di nomor satu. Sudah pasti yang melakukan itu adalah putrinya. Ia harus ingat baik-baik kalau putrinya bukan anak balita yang tidak tahu apa-apa. Bahkan Fay kadang berpikir kalau putrinya lebih pintar darinya.

Ingin rasanya ia menghancurkan ponselnya saat itu juga, tapi ia sadar hal itu juga akan sama menghancurka hati putrinya. Jadi, pilihan terakhir walaupun sedikit menderita dengan keadaan, setidaknya ia harus tetap mencoba menjadi ibu yang baik. Lagi pula semuanya hanya untuk sementara, bukan untuk selamanya. Yang harus ia lakukan hanya menunggu dengan bersabar....

Setelah mengantarkan Ivar di bandara, yang tentu saja tidak harus menunggu lama, Clara masih saja terisak sewaktu Fay mengantarnya ke sekolah. Fay harus mencari banyak cara untuk membujuk putrinya agar segera turun dari mobil dan masuk ke dalam sekolah. Dan dengan berat hati Fay harus mengiyakan...kalau mereka akan tidur di kamar Ivar selama orang itu tak ada di rumah. Ya...setidaknya tidak harus tidur bersama lagi, Fay pikir itu tak masalah.

Jangan bilang setelah itu akan baik-baik saja. Wajah Clara tertekuk sepanjang hari, ia akan terlihat bahagia ketika ia berbicara dengan ayahnya. Tapi, sudah dipastikan jika hubungan itu diputuskan, wajahnya kembali seperti semula. Fay sedih melihat putrinya terus-terus seperti itu, tak lincah seperti biasanya, yang ia lakukan hanya menunggu telpon atau skype dari ayahnya. Beruntung pria yang satu itu tahu diri, ia bisa menghubungi putrinya sejam atau dua jam sekali. Itu akan membuat Clara kegirangan tentunya. Seperti saat ini....

"Tadi Clara sarapan apa?" tanya Ivar di layar ponsel Fay.

"Hmm....pancake madu. Dad breakfast already?"

"Tentu saja, Oscar akan memarahi Dad kalau melewatkan itu."

Clara cekikilan mendengar jawaban ayahnya, tiba-tiba ia menatap sendu wajah ayanhnya pada benda persegi itu. Ivar yang menyadari perubahan wajah itu tersenyum,"Daddy miss you too, Clara." Membuat Clara tersenyum.

Fay yang sibuk menyetir mencoba untuk tidak menghiraukan percakapan itu, karena hampir setiap saat ia mendengarkan hal-hal sentimental seperti itu. Ivar sangat mengenal putrinya, Fay sadar akan itu, ia pria yang benar-benar tahu bagaimana memposisikan dirinya di tempat yang seharusnya. Dan Fay benci tentang itu, karena bagaimanapun caranya ia tidak mempu membuat dirinya bisa diterima oleh Clara.

Sekali-kali ia melirik wajah pria yang terpampang pada layar ponselnya. Masih terlihat rapi seperti biasanya, dengan tatapan dan senyuman lembut yang mewarnai wajah tampannya. Fay tersenyum kecut, Ivar sejak dulu masih seperti itu...

"Daddy akan bekerja. Nanti Dad akan menghubungi Clara lagi. I love you... both."

"Love you too, Daddy."

Sebelum sambungan itu terputus Clara membombardir layar ponsel ibunya dengan ciuman berkali-kali, membuat ayahnya tergelak.

Hal itu tak urung membuat Fay ikut tersenyum. Itu bukan hanya sekali ini, tapi juga berkali-kali setiap pembicaraan mereka berakhir. Alhasil setelah itu layar ponsel Fay menjadi berembun.

Tapi ada yang beda hari ini...

I love you...both??

Both? Clara dan dirinya.

PAIN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang