Hallo....buat beberapa part ke depan, hatinya diistirahatin dulu kali yaa. Kan capek harus nyes-nyes mulu.
Makasih banget buat kalian yang masih setia dan sabar menghadapi Fay yang keras kepala dan Ivar yang terlalu baik. Hihihi....Voment kalian masih terus dinantikan.
Thank kiss, Tiwi^^
Enjoy the Story~~~~~
_________________________
Butiran air hujan terlihat jatuh membuat tirai-tirai transparan tanpa henti dari langit hingga ke bumi. Angkasa berubah menjadi kelam akibat warnanya yang pekat, seperti mampu membaca keadaan hati yang sama pekatnya dengan langit mendung. Tanpa corak apapun, tanpa warna...
Ivar memandang foto besar ibunya yang terpajang di tengah-tengah ruangan keluarga. Pemilik photograph itu sendiri pun sudah kembali ke tempat asalnya beberapa jam yang lalu, namun ia masih mampu mencium wangi kehangatan sang ibu melalui senyum indah yang beliau tunjukan pada sebingkai foto tak bergerak.
Para pelayat sudah meninggalkan panti asuhan berselang ketika tubuh itu dikembalikan ke tanah. Hanya tinggal keluarga dekat yang memenuhi ruang keluarga, yang mungkin masih meratapi rasa kehilangan yang besar.
Entah sudah berapa lama Ivar berdiri di depan pigura ibunya, ia masih mengenakan setelan jas hitam tanpa dasi, belum berpikir untuk menggantinya, sebab ia masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Tentang penyakit ibunya yang tak pernah ia tahu sama sekali, tentang sang ibu yang bertahan dan menjalaninya sendirian. Namun, satu yang Ivar syukuri, ibunya bahagia sampai batas hidupnya selesai. Itu yang ibunya katakan sebelum mata hitam legam itu menutup mata untuk selamanya.
Ivar jalas-jelas merasakan sesak dalam dadanya, bahkan ia ingin memukul-mukul tempat itu agar berhenti mengirimkan sinyal ngilu ke seluruh tubuhnya. Anehnya, giliran air matanya yang keras kepala tak ingin keluar sedari tadi, hingga ia merasa semua sakit bertumpuh pada satu titik yang membuatnya semakin lelah dan kesakitan. Ibunya tidak pernah melarangnya untuk menangis, namun entah mengapa hal tersebut terlihat sulit ketika ia benar-benar ingin.
Hingga kemudian perasaan hangat menggerogoti tangan kirinya yang bebas, jari-jari lain terkait erat pada jari-jari tangannya. Wewangian sampo yang sudah ia hapal betul menyeruak pada indra penciumannya, bersamaan dengan kepala yang kini bertumpuh pada bahunya, bersandar nyaman, begitu juga dengan tubuh mungilnya. Memberi kekuatan....
"Sampai tua pun kau berdiri di sini dan menunggu. Mom Beverly tidak akan mengedipkan matanya padamu," oceh Fay, matanya ikut memandang pigura di depannya.
Ivan mendengus, kemudian menumpuhkan kepalanya pada kepala Fay. "Kalau itu terjadi, sudah dipastikan kau yang menjerit lebih dulu." Fay memukul dada Ivar dengan kepalan tangan kirinya, membuat Ivar mengaduh pelan.
"Kau berani sekali memukulku di depan Mom."
"Sayangnya Mom lebih menyayangiku dari pada kau. Jadi, dia pasti akan membelaku. Kau harus terima kalau kau tidak lebih dari anak tiri Mom."
Ivar terkekeh membuat Fay tertawa pelan seraya berkata lagi. "Mom harus bahagia di sana. Ajak Daddy Save berkencan lagi dan kalian hidup bahagia selamanya. Mom tidak perlu khawatir dengan anak tiri nakalmu ini, walaupun akan sangat merepotkan, tapi Mom bisa menitipkannya pada Fay. Fay pasti akan selalu membuat Ivar bahagia. Apapun yang terjadi. Kami pasti akan sangat merindukan Mom." Fay bisa merasakan genggaman Ivar mengerat di tangannya. "Aku akan mendidik anak tirimu ini menjadi pria sejati Mom," sambung Fay menggebu-gebu.
Tak ayal membuat Ivar tertawa dan melupakan sedikit rasa perih yang menusuk jantungnya, tentang kerinduan yang Fay bahas tadi. Ia tenang, karena memiliki Fay di sampingnya. "Jadi kau ingin menjadi ibuku?"

KAMU SEDANG MEMBACA
PAIN ✔
RomanceAku membenci pria itu, teramat sangat.... Pria yang aku cintai sejak kecil, Pria yang sudah menghilangkan nyawa kedua orang tuaku, Pria yang membesarkan putriku dengan hebatnya, Pria yang kusesali kehadirannya dalam hidupku, Pria yang kudoakan kemat...