Dua Puluh Tiga

14.2K 915 46
                                    

Mohon maaf sebesar-besarnya....kelamaan^^

Harap maklum dengan typo dan kalimat yang tidak sinkron. (Takutnya ada yang terlewat ketika ngedit dengan gaya cepat)

Mungkin susunan paragraf agak kacau. Aku juga nggak ngerti waktu copy dari word, modelnya uda nggak keren, nggak bisa di edit pula. Semoga di ponsel kalian hasilnya normal-normal aja.

Terima kasih masih setia nunggu. Thank kiss, Tiwi

"Percayalah, karena perasaanku ada pada kehidupan nyata. Tentang mencintai namun membenci, yang membuat kita hanya mampu menahan dan berusaha membuatnya menjadi normal. Hanya mencintai...mencintai....mencintai....tak pernah mendoakannya menjadi nyata. Karena kita terlalu pengecut untuk mencicipi luka."- Fay

____________________________

 Gemuruh hujan masih terdengar dari balik jendela, malam pekat semakin pekat oleh lapisan awan hitam yang sepertinya masih belum bosan untuk menjatuhkan riaknya ke dasar bumi. Tirai-tirai hujan masih menjuntai turun tanpa menyisahkan sedikit bekas dari hangatnya matahari sore hari, semuanya hilang berubah menjadi kelam. Cahaya hangat digantikan oleh dingin yang menusuk, semuanya terasa berbeda.

"See, bahkan hujan saja sering mengkhianati matahari," gumam Fay sembari menutup jendela yang sengaja ia buka beberapa waktu yang lalu. "tentu saja manusia lebih mudah melakukan hal itu pada lainnya." Ia berbalik ke arah tempat tidur pasien tempat Ivar terbaring.

"Dan lucunya kenapa aku harus ada di sini." Fay jalan mendekat ke tubuh Ivar, menarik kursi di samping tempat tidur dan mendudukinya. Sudah dua jam Ivar terbaring lemah, wajahnya pucat pasi, dengan hiasan perban yang membabat kepalanya. Beberapa luka kecil terlihat di siku dan lengannya.

Fay menghela nafas kasar, masih belum mengerti kenapa ia masih berada di sisi Ivar saat ini. Bukankah pria itu sudah sangat melukainya, seharusnya tadi ia meninggalkan pria itu terkapar di tengah jalan.

"Beruntung pengendara motor mabuk itu menghentikan kecepatannya tepat waktu, walaupun ia akhirnya harus menabrak Ivar begitu saja. Namun, tidak ada luka-luka yang serius, hanya luka di kepala akibat benturan dan luka lecet di bagian tangan."

Kalau tidak ada kejadian itu, sudah dipastikan ia yang akan membuat Ivar celaka. Mungkin hasilnya akan lebih fatal dari saat ini, atau lebih parahnya lagi, ia bisa membuat Ivar tak bernafas lagi. Dan kalau hal itu benar-benar terjadi, ia akan menjadi tersangka utama, dan menghancurkan hidupnya dan tentu saja putrinya dengan seketika.

Fay mengusap wajahnya, kadang ia berpikir kalau dirinya tercipta dari seorang monster yang menyeramkan. Ia tidak pernah bisa mengontrol semuanya dengan cepat, yang ada hanya perasaan untuk melampiaskannya begitu saja, dengan apapun. Fay mengalihkan pandangannya pada wajah pucat Ivar yang masih tertidur pulas.

"Aku bukan dirimu. Aku tidak akan pernah bisa membunuh seseorang, hanya karena aku membencinya...tak akan pernah bisa."

Ia kemudian mengusap perban kecil di sisi kiri dahinya, seperti Ivar, ia juga menjadi korban dari pengendara mabuk tadi. Karena kaget ia membanting stir begitu saja, hingga mobilnya menabrak trotoar jalan dan membenturkan kepalanya pada bulatan stir. Kepalanya memang sedikit pening namun tidak separah dengan apa yang Ivar terima saat ini.

"tschk....Aku harus bagaimana sekarang?" gumamnya. "Semuanya menjadi hancur seketika, bahkan kebahagian yang baru di ujung kuku."

Fay melirik ke arah Ivar. "Kau adalah akar dari semua masalah Ivar. Kau...lalu aku harus bagaimana sekarang. Seharusnya aku membenci dari awal....bukan membuka hati lagi seperti ini dan dengan mudahnya kau hancurkan. Kau harusnya kasihan padaku....pada Clara. Bagaimana aku harus menjelaskan pada bocah itu."

PAIN ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang