Dengan perlahan, Diva mengerjapkan matanya. Sinar matahari dan pendingin ruangan yang dimatikan mengganggu kenyamanan Diva. Diva pun melihat ke sekeliling ruangan. Dahinya lalu berkerut, ini bukan kamarnya.
Diva lalu duduk di ranjang dan melihat seluruh isi ruangan. Cak tembok berwarna biru muda dengan interior hitam. Tirai yang berwarna biru tua itu sudah disibakkan. Disamping ranjang terdapat nakas dan diatasnya sudah ada semangkuk bubur dan segelas air putih. Karena tenggorokannya kering, Diva segera meneguk air putih itu sampai tersisa setengahnya.
Diva memegang kepalanya yang terasa pusing. Diva mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Diva di rumahnya, melihat Mamanya bersama pria itu, Diva kabur dan minum bergelas-gelas alkohol di bar, lalu.. Diva tidak mengingatnya lagi.
Setelah meminum air putih, Diva merasa perutnya sakit dan sedikit mual. Diva segera berlari ke kamar mandi dan menumpahkan semua isi perutnya ke dalam wc. Tiba-tiba ada sebuah tangan yang memijit tengkuknya dengan perlahan.
“Keluarin aja semuanya. Efek alkohol emang begitu.” ucap suara itu yang ternyata adalah suara Arav saat Diva menoleh dan melihat siapa yang memijit tengkuknya.
Merasa sudah dikeluarkan seluruh isi perutnya, Diva merasa lega. Diva lalu menarik gagang wc untuk menyiram isi perutnya di wc. Setelah itu Diva cuci muka dan beranjak keluar. Arav sudah duduk di sofa dan menatap Diva.
“Jadi.. lo yang nolong gue semalem?” tanya Diva.
“Menurut lo?” Arav balik nanya.
“Ko lo tau gue mabuk?”
“Kata Riko.”
“Terus lo tau darimana gue stress?”
“Gue gatau.” ucap Arav sambil menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa.
“Hah?”
“Gue ga tau. Tiba-tiba aja tadi malem perasaan gue ga enak dan gue coba ngehubungin lo dan ternyata suara lo begitu. Gue panik dan telepon Riko, terus dia cerita deh.”
Diva mengangguk. Lalu dia merasa malu pada dirinya sendiri. Mabuk di depan Riko dan Ari, bagi Diva udah biasa karena mereka sudah menjadi sahabat Diva. Tapi depan Arav? Seorang anak baru di sekolah Diva. Diva mengakui kalau dirinya adalah seorang cewek liar. Tapi entah kenapa di depan Arav, Diva menjadi malu akan dirinya sendiri?
“Gue pasti menjijikkan banget yah tadi malem?” tanya Diva.
“Iya. Tapi emang lo mabuk kan? Yaudah. Orang mabuk kan ga sadar.”
“Baru kali ini gue malu ketahuan mabuk.” Ucap Diva sambil menutup wajahnya dengan tangannya.
“Bagus lah lo mabuk. Lo masih tau diri,” ucap Arav dan dia segera menuju kamar yang ditempati Diva. Selang beberapa detik, Arav keluar dengan semangkuk bubur dan menaikkan sebelah alisnya ke arah Diva, “Gue udah capek-capek beli bubur ini. Kenapa ga lo makan?”
“Ga nafsu makan.”
“Lo bakal sakit nanti. Apa perlu gue suapin?”
Diva kaget. Arav lagi cari perhatian apa serius sih? Tapi diliat dari mukanya, dia serius banget. Diva mengurungkan niatnya untuk marah dan mengambil mangkuk itu, “Gue bisa sendiri.”
