“Hai, Sayang... Gimana tadi sekolahnya? Lancar?” tanya Papa Diva sambil men-cipika-cipiki pipi Diva yang baru keluar dari sekolahnya.
“Lancar dong, Pah. Temen-temen Diva juga asyik-asyik! Diva betah deh sekolah hehe!”
Papah Diva tersenyum bangga ke arah anaknya dan mengusap-usap lembut kepala anaknya dengan sayang, “Bagus kalau begitu. Janji sama Papah kalau kamu bakal jadi anak yang pinter?”
“Ih Papah apaan sih!? Janji-janji kaya gitu kan harusnya dikasih ke anak kelas satu SD. Diva kan sekarang udah kelas sepuluh SMA. Masa harus main janji-janjian begitu?” gerutu Diva.
Papahnya tersenyum, “Yah kan buat motivasi Diva untuk belajar.”
“Tanpa dikasih tau begitu Diva juga pasti akan jadi anak pinter, Papah. Masa Papah meragukan anak Papah ini sih?” tanya Diva sambil membusungkan dadanya.
Diva memang sangat cinta dengan Papahnya, melebihnya cintanya kepada Mamanya. Diva sudah dekat dengan Papahnya sejak kecil. Beda dengan Mama Diva, Mamalah yang jarang di rumah bukan Papah. Jadi Diva setiap hari curhat semuanya kepada Papah. Papah segalanya dalam hidup Diva.
“Mana mungkin sih Papah meragukan kamu, Div? Yaudah. Kita ke toko buku yuk? Mau?”
“Mau banget, Pah! Diva pengen beli beberapa buku pelajaran untuk referensi.”
“Oke. Yuk!”
Diva langsung masuk ke mobil Papahnya dan langsung bercerita seputar sekolahnya secara lebih detail dan lengkap. Papahnya selalu tersenyum, mengangguk dan sesekali memberikan nasihat. Diva sangat suka quality time seperti ini dengan Papahnya. Diva tidak terlalu memikirkan Mamanya karena bagi Diva, Papah sudah cukup.’
Setelah sampai mall, Diva berjalan beriringan dengan Papahnya. Papahnya merangkul Diva dan sibuk mendengarkan celotehan anaknya. Papah Diva juga sangat sayang dengan anaknya itu. Anak semata wayang yang sangat berharga. Dia rela menukar apapun dasalkan bisa bersama terus dengan anaknya itu.
“Susan!” seru Papah Diva ketika mereka berdua melewati sebuah toko kosmetik.
Wanita yang bernama Susan itu menoleh dan tersenyum manis ketika tahu Papah Diva yang memanggilnya, “Anton! Kamu disini? Tumben. Siapa gadis ini?” tanya Susan sambil memberikan senyum manisnya ke arah Diva.
“Dia anakku, Susan. Gimana kabar kamu?” tanya Anton−Papah Diva.
“Baik. Cantik yah dia seperti Stefani.” ucap Susan sambil menjabat tangan Diva. Diva hanya mengangguknan kepalanya denagn santun. Stefani adalah nama Mama Diva.
“Sama siapa disini, San?”
“Aku sendiri ko. Kalian lagi hang out bareng yah?”
“Iya nih nemenin Diva beli buku. Oh ya! Ada yang ingin aku bicarakan dengan kamu, Susan. Diva, kamu ke toko buku duluan aja gimana? Papah ada perlu.” pinta Papah Diva.
Diva langsung mengangguk tanpa memandang curiga ke arah Papahnya dan temannya yang bernama Susan itu, “It’s ok, Pa. Tapi nanti Papah nyusul yah!?”