Begitu sampai di rumah, Diva langsung membuka pintu mobil dan berjalan dengan tergesa-gesa menuju pintu rumahnya dan membukanya. Diva langsung berlari ke seluruh ruangan sambil memanggil Mamanya. Diva ingin langsung meminta maaf kepada Mamanya itu. Sudah dua tahun Diva mendurhakai Mama setulus Mamanya itu dan sekarang Diva tidak ingin mengulanginya lagi.
Tapi setelah mencari ke seluruh ruangan, Diva tidak menemukan Mamanya dimana-mana. Diva lalu menemui Arav yang duduk di ruang tamu dengan wajah panik, “Rav! Mama ga ada.”
“Loh? Ko bisa?”
“Ga tau. Biasanya hari libur begini Mama ada di rumah tapi gue udah cari ke seluruh ruangan ga ada. Gimana dong?” suara Diva mulai terdengar sangat panik. Dia hanya ingin cepat-cepat meminta maaf kepada Mamanya.
Arav yang memperhatikan kepanikan Diva langsung bangkit dan mengajak Diva duduk di sebelahnya, “Tenang dulu. Coba lo telepon Mama lo dulu. Barangkali dia lagi keluar sebentar.”
“Gue ga punya nomor telepon Mama.”
“Apa!? Telepon Mama sendiri lo ga punya?” tannya Arav heran.
“Ya kan dulu gue benci sama Mama, Rav. Gue ga mau dia ganggu-ganggu gue terus makanya gue delete aja kontaknya. Gue ga tau kalo jadinya bakal kaya gini.” Ucap Diva sambil menunduk. Dia malu mengakuinya tapi mau bagaimana? Memang dia tidak punya nomor telepon Mamanya.
Arav menghembuskan napasnya. Dia jadi merasa bersalah menanyakan Diva seperti itu. Dia hanya bisa mengelus-elus punggung Diva dan mencoba menenangkannya, “Yaudah kita tunggu aja di rumah. Tadi di depan ada mobil Mama lo kan? Berarti Mama lo ga pergi jauh.”
Diva mengangguk tapi kemudian dia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju tangga, “Gue tinggal dulu yah, Rav. Gue mau mandi sama ganti baju. Kalo lo mau minum ambil aja sendiri yah? Gapapa kan? Maaf..”
“Iya gapapa. Gue bisa ambil sendiri. Gue tunggu disini.”
Diva lalu meneruskan langkahnya menuju kamar dan langsung menjatuhkan dirinya di atas kasur begitu sampai di dalamnya. Diliriknya jam dinding, sudah jam setengah empat sore. Diva segera mengambil handuk dan mandi air hangat. Setelah keluar Diva merasa segar, Diva lalu mengenakan celana levis biru panjang dan kaos panjang hitam bergaris-garis merah. Setelah menyisir dan menguncir rambut panjangnya menjadi kuncir ekor kuda, Diva beranjak keluar kamar dan menemani Arav.
Setelah sampai di anak tangga terakhir, Diva mendengar dering telepon dari ruang keluarga. Diva lalu mengangkatnya dan terdengar suara wanita dengan bahasa formal berbicara pada Diva.
“Selamat sore. Benar ini kediaman keluarga Stefani Amanda?” tanya wanita itu.
“Iya, saya anak Ibu Stefani. Ada apa?”
“Saya Suster Arlina dari Rumah Sakit Medika. Kami menemukan Ibu Anda kecelakaan saat ingin menyeberang jalan.”
Mendengar perkataan wanita yang ternyata suster itu, telinga Diva bagai disambar geledek. Matanya membelalak tidak percaya, tubuhnya kaku dan rasanya sulit untuk Diva merespon perkatan suster tadi. Jantung Diva rasanya berhenti berdetak begitu mendengar Mamanya kecelakaan. Air mata Diva langsung turun dan dengan cepat dan dengan suara serak diiringi tangisan, Diva merespon kata-kata suster tadi, “Mama saya sekarang gimana, sus? Mama saya gimana?” tanya Diva.
Mendengar suara Diva seperti sedang menangis, Arav beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Diva yang ternyata sudah berlinangan air mata.