Radiva - Part 13

580 24 1
                                    

Hari ini adalah hari terakhir sekolah sebelum pembagian rapot. Seminggu penuh Diva dan kawan-kawannya bertarung dengan soal yang membuat kepala masing-masing siswa mengepul karena berpikir. Belum lepas dari penyiksaan, seminggu ini diadakan remedial secara serempak bagi anak yang nilainya masih di bawah KKM dan Diva hanya mendapat satu pelajaran yang remedial yaitu Sejarah. Yah mungkin ini karma karena dulu Diva sempat adu mulut dengan guru sejarah.

       Siang ini, Diva, Riko dan Ari sedang bermain kartu Uno di gazebo sekolah. Sebenarnya maksud Diva mengajak bermain kartu Uno adalah untuk memberitahukan kepada Riko dan Ari bahwa Diva akan segera pindah sekolah dan pindah rumah. Butik baru Mamanya di Jepang sudah beres semua dan tinggal menunggu kepindahan Diva. Lusa Diva akan bagi rapot dan setelah bagi rapot itu Diva akan langsung terbang ke Jepang dan hidup disana untuk waktu yang tidak ditentukan.

            “Haaah... Udahan ah. Capek gue.” ucap Diva sambil menaruh kartu-kartu Uno.

            “Ko udahan? Baru lima ronde, Div.” tanya Ari.

            “Capek ah bosen.” tambah Diva, “Lagian ada yang pengen gue omongin.”

         “Jangan sekarang deh, Div ngomongnya. Ga ada Arav. Ga enak kan nanti sama dia.” Ucap Riko.

            “Justru karena ga ada Arav gue mau ngomong sama kalian. Sengaja aja.”

            “Emang penting banget yah, Div?”

         Diva mengangguk. Ditatapnya sat-satu wajah sahabatnya itu. Diva pasti akan kangen sekali sama mereka, “Gue mau pindah.”

            “Apa?!” seru Riko dan Ari.

            “Lo pindah apa? Pindah rumah doang kan?” tanya Ari.

            Diva menggeleng, “Gue pindah sekolah juga.”

            “Ah bohong lo, Div. Masa mendadak gini sih? Tanggung, Div, satu tahun lagi kita sekolah. Itu juga ga nyampe.” Ucap Ari.

            “Gue udah bilang itu ke nyokap tapi ga bisa. Gue akan pindah secepatnya..”

            “Lo mau pindah kemana sih, Div?” tanya Riko. Badan Riko dan Ari lalu condong ke arah Diva. Raut wajah mereka menyiratkan kesedihan sekaligus kehilangan.

            “Jepang..”

            “Jauh banget!!” seru Riko.

            “Kita ga bisa nyusul dong, Div? Ongkos gue paling cukup buat naek kereta. Ke Jepang naek kereta mau lewat mana?” sahut Ari.

            “Tapi lo pasti akan balik kan, Div?”

            Diva terdiam. Dia sendiri tidak tahu kapan dia akan kembali, “Gue ga bisa mastiin, Ko. Gue juga akan kuliah disana. Mungkin gue bakal balik tapi ga tau kapan..”

            “Asataga, Divaaaa..”

          Riko menundukkan wajahnya. Ari menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Walaupun mereka bengal setengah mati, tapi kalau harus berpisah dengan Diva seperti ini, Riko dan Ari juga bisa mewek.

            “Jangan pindah sih, Div. Masa lo tega ninggalin kita? Di geng kita ga ada bidadari yang kaya di iklan deodoran lagi dong?”

            Diva tersenyum geli. Bidadari iklan deodoran, emang sarap si Ari itu! “Kalian jangan sedih dong. Kalo kalian sedih gue nangis nih..” rengek Diva.

Radiva SamanthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang