Radiva - Part 18

1K 49 12
                                    

“Duh Mbak Diva, itu permennya banyak amat buat siapa sih?” tanya Arini. Seorang perawat muda di rumah sakit tempat Diva bekerja sekaligus teman dekat Diva.

            Diva tersenyum kalem, “Buat aku.”

            “Sebanyak itu makan permennya? Nanti gendut loh, Mbak! Hii saya mah gak mau.”

            Diva terkekeh, “Tapi sejauh ini badanku tidak gendut. Malahan segini permennya kurang loh, Rin. Kamu mau ga? Untuk ponakanmu yang rewel di rumah. Ambil satu nih.”

            Arini menggeleng, “Nggak usah, Mbak. Makasih. Eh mbak ngerasa aneh ga sih akhir-akhir ini?”

            “Aneh? Aneh gimana?” tanya Diva bingung.

            “Ya menurutku mbak aneh aja. Mbak jadi suka makan makanan yang manis, minum minuman yang manis. Pokoknya semua serba manis deh. Waktu itu aja mbak Diva bawa blackforest sama jus jeruk manis ke rumah sakit, dua hari yang lalu bawa es cendol plus tiramisu ke rumah sakit. Tadi pagi mbak Diva makan roti isi selai cokelat sama sarikaya yang manis. Lah sekarang jam istirahat? Mbak Diva beli permen sekantong plastik gitu. Apa ga aneh itu namanya?” tanya Arini.

            Diva berpikir. Iya juga yah? Dua minggu terakhir ini dia memang suka makan makanan manis. Kalau dia masak buat Arav aja selalu kemanisan karena naruh lebih banyak gula ke masakannya. Sekarang dia selalu bawa makanan manis ke rumah sakit.

            “Mbak lagi ngidam kali.” ucap Arini yang langsung membut Diva menoleh dengan cepat.

            “Hah? Ngidam? Masa sih, Rin?”

            “Yeh... Namanya orang ngidam mah bisa aja, Mbak.”

            “Tapi ko aku ngidamnya yang manis-manis?” tanya Diva lagi.

            “Itu kan bawaan bayi mbak Radiva. Itu masih mending mbak Diva ngidam yang manis-manis. Lah temenku waktu ngidam dia pengennya makan masakan sulawesi terus. Pokoknya saat dia makan harus ada masakan khas sulawesi. Aneh kan?”

            “Gitu yah?”

            “Emang belom di test mbak?”

            Diva menggeleng. Dia tidak merasa ada yang aneh dengan dirinya selama ini.

            “Sebaiknya di test mbak.”

            “Aku takut, Rin.”

            “Lah takut kenapa, Mbak?”

            “Takut hasilnya negatif.”

            “Kita kan usaha mbak Diva. Kalau emang belom dikasih, yasudah kita harus sabar. Kalo kata aku sih mbak Diva beneran hamil abis dua minggu ini mbak Diva selalu makan makanan manis. Dan aku yakin nanti pas anaknya lahir, wajahnya pasti manis banget. Kaya aku, Mbak. Hehehe..”

            Diva langsung tertawa, “Yeee... Ya mirip orang tuanya lah. Yang bikin kan aku sama Arav. Masa iya miripnya sama kamu, Rin.”

            Hari ini Diva pulang sore. Dia teringat kata-kata Arini yang menganjurkan Diva untuk mengetest apakah Diva hamil atau tidak. Diva mampir ke apotek terdekat dan membeli tiga buah test pack.

            Setelah membeli test pack, Diva langsung pulang ke rumah. Diva mencoba bersabar. Dia akan menggunakan test pack itu pada keesokan paginya karena menurut seorang dokter dari spesialis kandungan di rumah sakit tempat Diva bekerja, test pack itu sangat bagus bila dipakai saat pagi hari karena mempengaruhi banyaknya hormon HCG atau Human Chorionic Gonadotropin yaitu hormon yang diproduksi oleh plasenta yang terbentuk setelah adanya pembuahan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 02, 2013 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Radiva SamanthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang