Radiva - Part 9

644 22 0
                                        

Saat sudah di kamar, Diva langsung duduk disamping Mamanya dan memandang wajah Mamanya. Betapa pucatnya wajah Mamanya. Sudah ada sedikit kerutan di sudut matanya. Bibirnya yang memutih terlihat sangat  kering. Diva tidak pernah melihat Mamanya sesakit ini. Diva selalu melihat kasih sayang di mata Mamanya yang tidak pernah Diva sadari. Sudah terasa bagi Diva, Mamanya kini sudah menua. Mamanya yang sudah berjuang keras menghidupi Diva dengan segala jerih payahnya. Tapi, apa yang dibalas Diva? Hanya cacian yang makin yang keluar dari mulut Diva. Diva benar-benar merasa berdosa kepada Mamanya.

            “Div lo masih mau nunggu Mama lo?” tanya Arav dari arah sofa.

            “Iya. Kenapa?”

         “Gue tidur dulu disini gapapa?” tanya Arav. Matanya terlihat memerah karena mengantuk dan tubuhnya terlihat sangat kelelahan.

          Diva tersenyum lalu berjalan ke sebuah lemari. Diva memang tadi sudah menelepon Mbok Inem untuk membawa semua yang diperlukan selama Mama di rumah sakit tanpa kecuali selimut dan bantal. Setelah mengambilnya dari lemari, Diva memberikannya pada Arav, “Nih pake ini! Supaya lebih nyenyak. Sorry yah buat lo kesiksa tidur di sofa begini.”

            “Ini udah cukup ko. Kalo ada apa-apa bangunin gue aja, Div.”

            Diva mengangguk dan sedetik kemudian, Arav sudah tertidur dengan kepala yang disanggah oleh bantal dan tubuh terselubung selimut. Untung sofa itu panjang sehingga kaki Arav bisa membujur. Diva memperhatikan wajah tenang Arav dalam tidurnya. Arav adalah malaikat untuk Diva. Laki-laki asing yang tiba-tiba masuk ke kehidupan Diva dan langsung mengerti titik kelemahan Diva. Menjadi penopang Diva disaat Diva sedang kalut dengan masalah yang menghimpitnya.

            “Ma.. Diva udah ketemu Papah.” ujar Diva. Walaupun Mamanya belum sadar, Diva ingin menceritakan semuanya.

            “Papah udah cerita semuanya ke Diva. Dia jadi ngerti sekarang kenapa Mama dulu cerai sama Papa. Diva udah tau sekarang kenapa Mama berjuang keras memiliki hak asuh Diva. Mama sayang Diva kan? Mama pasti sayang Diva soalnya Mama ga pernah berhenti untuk menjelaskan semuanya ke Diva. Iya kan, Ma? Diva juga sayang Mama. Mama buka dong matanya. Diva kangen. Diva pengen Mama peluk Diva kaya dulu lagi. Bangun, Ma...”

            Tiba-tiba Diva merasa tangan Mamanya yang saat ini dalam genggaman Diva bergerak-gerak. Diva kaget dan langsung menatap wajah Mamanya, “Ma.. Mama bangun, Ma. Diva disini..” ucap Diva. Air matanya sudah turun. Perasaan rindu yang membuncah langsung menyergap Diva.  Merindukan sosok yang selama ini Diva abaikan.

            Dengan perlahan mata Mama Diva mulai bergerak dan terbuka dengan perlahan. Mata Mamanya sangat sayu dan gerakan kelopak matanya masih sangat lemah. Tatapan Mama Diva langsung beralih ke Diva. Kening Mamanya berkerut melihat Diva dengan air mata yang mengalir ke pipi anaknya dan tiba-tiba tangan Mama Diva bergerak ke atas dan mengusap air mata Diva.

            Terlihat mulut Mama Diva bergerak dan mengeluarkan suara namun Diva tidak bisa mendengarnya. Segera di dekatkan telinga Diva ke mulut Mamanya dan disitu Diva bisa mendengar suara Mama yang dicintainya, “Di.. va? Kamu.. kenapa? Ko.. nangis?” tanya Mama Diva dengan tertatih.

            Diva menangis lagi. Bahkan disaat kondisi Mama masih lemah, Mamanya masih menanyakan keadaan Diva. Hati Diva hancur mengingat betapa kasarnya perlakuannya kepada wanita yang penuh kesabaran ini, “Diva kangen Mama..” ucap Diva lalu segera memeluk Mamanya.

       Mama Diva sedikit terkejut dengan pelukan Diva dan mendengar putri kesayangannya itu menangis tersedu-sedu. Diusap-usapnya punggung anaknya untuk menenangkan Diva, “Mama juga kangen kamu, Sayang. Maafin Mama yah..” ucap Mama Diva dengan suara yang masih lemah.

Radiva SamanthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang