Radiva - Part 10

694 26 6
                                    

Setelah seminggu penuh dirawat intensif di rumah sakit, Mama Diva akhirnya diperbolehkan pulang ke rumah. Senang luar biasa dirasakan Diva. Sudah lama sekali Diva kangen rumahnya. Diva memang pulang, hanya untuk mengambil seragam dan baju gantinya. Selama merawat Mamanya, Diva sebenarnya tidak mau sekolah tapi Mama memaksanya dan akhirnya Diva menuruti Mamanya karena Diva sudah berjanji tidak akan melawan perintah Mamanya.

            Dan sekarang, Diva memasuki gerbang sekolahnya dengan niat baru. Dia ingin mengubah sikapnya, dia ingin mengubah penampilannya, dia ingin mengubah nilai-nilainya yang selama ini anjlok karena tidak pernah belajar. Yah tidak anjlok banget sih, setidaknya Diva ingin belajar dengan benar mengingat ulangan kenaikan kelas sudah di depan mata dan bisa naik ke kelas 12.

            Biasanya Diva datang ke sekolah memakai celana levis karena dia membawa motor. Diva tidak berdasi dan bajunya keluar-keluar dari rok-nya. Tangannya dilingkari sebuah gelang bermodel laki-laki. Rambutnya selalu dikuncir kuda dan wajahnya selalu masam dan jutek setengah mati. Semua warga sekolah yang melihatnya saja sudah sampai menelan ludah melihat sikap Diva.

            Tapi sekarang? Semuanya berubah. Tidak ada lagi motor gede yang datang ke sekolah dengan Diva. Tidak ada lagi celana levis yang selalu dipakainya. Tidak ada jam bermodel laki-laki di tangannya. Tidak ada lagi rambut yang dikuncir dan wajah masam nan jutek yang diciptakan Diva.

            Diva datang ke sekolah dengan sebuah mobil Everest hitam. Disampingnya ada seorang wanita yang menyetir mobil, mengantar Diva sampai depan sekolah dan sebelum keluar mobil, wanita itu memeluk Diva dengan sayang. Siapa lagi kalau bukan Mama Diva? Diva keluar dari mobil dengan tampilan yang benar-benar berbeda. Rok panjang rempelnya tersetrika rapi, baju seragamnya rapi masuk ke dalam rok-nya. Dasinya sudah terpasang manis di lehernya dan menjulur sampai batas roknya. Tali pinggang berwarna hitam dengan kepala cokelat pun sudah bertengger di pinggangnya. Di tangannya sudah ada sebuah jam mungil bermerek Swatch berwarna biru laut yang sangat pas melingkar di pergelangan tangannya yang putih mulus. Rambut Diva kali ini digerai. Menampilkan rambut panjang berwarna cokelat yang jatuh sempurna sampai ke pinggangnya. Mata abu-abu Diva yang bulat terbingkai sempurna dengan alis yang menawan, menunjukkan keceriaan. Bibirnya selalu menyunggingkan senyum. Tas ransel Jansport bermotif belang-belang zebra menangkring di punggungnya. Sambil melangkah pasti, Diva masuk ke sekolahnya.

            Di belakang gerbang, ada sebuah ruang tunggu untuk menerima tamu dan disana ada beberapa guru yang menyambut datangnya murid. Murid-murid yang datang selalu menghampiri guru itu dan mencium tangan mereka seraya memberi salam. Biasanya Diva tidak pernah mau memberi salam kepada guru, tidak penting menurutnya. Tapi hari ini Diva menghampiri guru itu dan mencium tangannya.

            “Pagi, Pak, Bu.”

            “Kamu anak baru yah?” tanya Bu Imelda, guru Biologi.

            “Saya Radiva, Bu. Ibu kan ngajar kelas saya. Masa lupa?” tanya Diva sambil terkekeh.

            Bu Imelda langsung melebarkan bola matanya dan melihat Diva dari kepala-pundak-lutut-kaki, “Kamu.. Radiva?”

            “Iya, Ibu. Nanti kan ada pelajaran biologi, Ibu masuk aja. Pasti ada saya. Saya ke kelas dulu yah, Bu. Permisi.” Ucap Diva dan langsung melenggang meninggalkan Bu Imelda.

            Bu Imelda masih mematung di tempatnya berdiri. Cewek sangar seantero sekolah kenapa bisa berubah menjadi begitu sempurnanya? Bu Imelda mungkin masih bengong kalau murid lain tidak menegurnya.

            Untuk sampai ke tangga dan menuju kelasnya di lantai dua, Diva harus melewati lapangan basket dan futsal yang ada di sebelah kanan dan kirinya. Dan selama Diva berjalan menyeberangi lapangan, semua mata menatap terpaku ke arahnya. Memperhatikan perubahan penampilan Diva yang berubah seratus delapan puluh derajat. Angin sepoi-sepoi menerbangkan rambut Diva dan semua laki-laki rasanya melihat seorang bidadari yang sedang berjalan. Mereka benar-benar tidak berkedip!

Radiva SamanthaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang