15

4.2K 363 35
                                    

Author POV

Yuki membuang tubuh mungilnya di kasur empuk berwarna ungunya. Ia menatap foto berukuran besar Al yang terbingkai sempurna menghiasi kamarnya. Wajah cantiknya kembali meneteskan air matanya.

"Kak Al, kenapa kaka begitu jahat sama Yuki? Kenapa kaka nggak pernah bilang jujur kalau semua ini menyiksa kakak dan kakak tak pernah mau menerima Yuki. Apa salahnya Yuki kak? Yuki terlalu cinta sama kakak."

Yuki menyeka air mata di pipinya. El yang sedari tadi terlihat gelisah bercampur marah hanya memangku gitar kesayangannya. Entah sudah berapa lagu yang ia nyanyikan, dari yang rock metal, pop, jazz sampai yang alay dangdutan ala Saipul Jamilah. El kemudian bangkit meninggalkan kamarnya yang bernuansa abu- abu itu. Ia kini di depan pintu kamar yang kontras dengan kamarnya, namun ia telah terbiasa dengan kamar bernuansa lucu dan girly itu. El menarik nafas panjang kemudian mengetuk pelan pintu kamar Yuki.

Selang beberapa lama, sang princes pemilik kamar itu memunculkan batang hidungnya yang bangir. Mata sembab dengan bekas air mata yang masih nampak di pipinya yang putih merona. Rambutnya yang panjang kini tergerai. Yuki menatap sendu lelaki di depannya. El hanya terdiam menatap wajah menyedihkan gadis kecilnya.

"Maaf yah, mungkin Yuki pengen sendiri. Kaka balik ke kamar aja." El mengusap lembut pipi Yuki, menghapus bekas tetesan air mata di wajah cantik adik kesayangannya.

"Don't leave me alone kak El. I really need you now."

Yuki memeluk erat lelaki bertubuh atletis di depannya yang masih menenteng gitar tuanya. El menghela nafas panjang kemudian mencium wangi rambut gadis di depannya. Membelainya lembut mencoba memberikan ketenangan pada barbie cantik disisinya.

"I'll never leave you alone my princess barbie Yuki. Never." Ucap El.

"Ah, kapan kamar ini segera kau ganti bie? Sangat tidak meching jika lelaki berotot seperti kakak tidur di kamar ini." El membuang pantatnya di kasur Yuki kemudian memetik gitarnya.

"Kak El tuh dari dulu bawa gitar tua mulu kayak Bang Haji Rhoma Irama, sekali- kali bawa gadis dong kenalin sama Yuki."

"Yakin? Bukannya Yuki selalu ngambek kalau tahu kaka pergi sama cewek." El memandang Yuki, Yuki hanya mengerucutkan bibirnya.

"Itu kan dulu, sekarang Yuki jadi teringat kata- kata kak Cio. Jangan- jangan kak El beneran sukanya sama Kak Gib Gib nih." Yuki menunjuk hidung El, El secepat kilat melotot ke Yuki.

"Beneran deh bie, kamu udah terinveksi virusnya cowok- cowok alay itu. Kakak jadi nyesel ngenalin kamu sama mereka."

"Eh, nggak boleh gitu dong kak. Sahabat kak El itu is the best. Yuki selalu aja tersenyum dan tertawa kalau bersama mereka. Kalau bisa memilih, Yuki maunya jatuh cinta sama mereka saja, agar Yuki nggak pernah ngerasain sakit hati kayak gini. Rasanya sangat sakit kak El. Semoga kakak nggak akan pernah merasakan sakit ini." Yuki menatap langit- langit kamarnya. El yang berbaring di dekatnya hanya menatap sendu gadis di sampingnya.

Bunda Maya yang tak sengaja mendengarnya dari balik pintu kamar Yuki mencoba menatap iba gadis kecil yang sangat disayanginya itu. Bunda Maya kemudian menghapus air matanya, melangkah memasuki kamar Yuki.

"Kakak El, Yuki, bunda ikut nyanyi dong. Kalian ini sekarang jahat yah, jalan- jalan mulu, bundanya ditinggal sendirian di rumah." Bunda Maya merebahkan tubuhnya di tengah- tengah Yuki dan El.

"Aduh, emma- emma ini. Bunda kan lebih suka tuh negegosip sama mbo Jamilah. Yang digosipin juga artis itu mulu. CKCKCK. " Ucap El.

"Ih, kamu yah, jahat banget." Bunda Maya memeluk tubuh El, El refleks menepisnya.

Marrie with the BarbieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang