19

3.9K 315 40
                                    

AL POV

Aku begitu teriris melihat adegan memuakkan Yuki dan si unyil itu. Bagaimana bisa dia beradegan mesra di depanku, mengabaikan seorang malaikat tampan demi seorang kutu busuk seperti si unyil itu. Tapi entah mengapa tubuhku seolah kaku dan tak ada inisiatif untuk bergerak sedikitpun. Sungguh tak kusangka, tubuh tampanku ini bertahan dengan rasa yang seolah berbeda.

"Ada apa ini Tuhan? Oh, ini sepertinya karma buatku karena selalu membuat banyak wanita yang mengejarku cemburu. Tapi, apakah yang gue rasain sekarang adalah cemburu? Bukan kan? Masa ia seorang Al Ghazali, si tampan mempesona ini cemburu pada bocah ingusan ini? Belum lagi dia bersama si Unyil dari gua hantu. Oh nggak mungkin. Ini nggak mungkin."

Aku terus menggelengkan kepalaku, mencoba menstabilkan kembali perasaanku melihat adegan Yuki dan si Unyil itu. Seketika jantungku berdebar hebat saat Yuki memalingkan wajah imutnya ke arahku, menatapku lirih namun dengan sejuta rasa memuakkan. Yuki, gadis kecil ini sepertinya telah menguasaiku kini. Bagaimana mungkin aku mempertaruhkan harga diriku untuk seorang bocah labil gadis cabe- cabean ini.

"Yuki segeralah sadar sayang. Sekarang kamu salah jalan. Ini bukan jalan yang benar dan di rahmati Allah. Lihatlah Yuki, dia itu cowok jelek kayak si El yang sama sekali jauh di bawah standar Al. Sadarlah Yuki, sadar..."

Aku masih menatap Yuki tajam seolah aku tak menyukai apa yang telah ia lakukan padaku kini. Kutahu gadis kecil ini menyimpan perasaan bersalah dan menyesal melalui tatapannya yang sendu. Ingin rasanya aku segera berlari ke arahnya, memeluk erat tubuh mungilnya dan menghilangkan pengaruh mantra jahat El dan Si Unyil dari tubuhnya agar ia segera bisa melihat kebenaran, bahwa akulah lelaki yang pantas ia kejar. Lelaki sangat menawan dengan sejuta pesona memukau semua wanita. Namun kembali wajah jelek si Unyil itu mengalihkan pandangan Yuki padaku. Dengan sangat tidak sopan, dia menyuapi calon istriku dan tersenyum lembut padanya seolah menebarkan virus untuk menggodanya.

Aku akhirnya menyerah, bukan menyerah pada mereka berdua karena memang selama ini Yuki lah berjuang mendapatkan cintaku. Aku menyerah mencoba berbuat baik pada anak itu untuk menjaganya yang sakit. Aku melangkah keluar, meninggalkan Yuki dengan tatapan sendunya yang justru terasa sangat berat kutinggalkan bersama si mesul Unyil itu.

Aku berjalan menuruni tangga melewati ruangan tengah. Aku tak meperdulikan si adik durhakaku El yang sedang berjalan ke arahku juga. Ia menatapku tajam seolah aku adalah ayam goreng kesukaannya yang siap ia santap. Adik durhaka ini, ingin sekali rasanya aku merontokkan semua giginya agar ia tak bisa lagi leluasa tersenyum jelek yang menjadikan pemanasan global makin parah.

"Mau kemana lo?" Tanyanya datar, seolah ingin direbus karena begitu menyebalkan.

"Mau balik, enek gue di sini. Populasi lelaki jeleknya makin nambah, entar gue ikut terinveksi bisa anjlok popularitas gue." Jawabku tak kalah datar.

"Set dah...Bilang aja lo takut. Sini lo adu jotos ama  gue kak. Ini gue udah makan banyak supaya kekuatan untuk meremukkan tubuh kerempeng lo dan juga melumerkan wajah memuakkan lo. Gue udah siap nih, maju nyok."

Si jelek item durhaka El adikku ini memang sangat menyebalkan. Dia sudah memasang kuda- kudanya lagi, dengan gaya andalannya memaju mundurkan tinjunya ke arah wajahku yang tampan ini.

"Cih, dasar anak kecil." Aku terkekeh menjawab tantangannya.

"Ih dasar lo om- om mesum, tua bangka, buaya kali ciliwung yang udah kena sampah jadi bau busuknya udah kecium kemana- mana. Lo udah kebukti kan, cowok yang katanya tampan mempesona ini ternyata doyan penyanyi dangdut norak yang bahenol tapi liar. Auw,,,takut ah, kena goyangannya kekasih kakak si ratu sensasi itu. Emang cocok kok artis gagal sama pemuda gagal kawin. Hahaha."

Marrie with the BarbieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang