dimana, aku disini ?

1.5K 97 6
                                        

Shania kecil berjalan sendirian di malam yang mulai sepi itu. Langkahnya pelan. Kepalanya tertunduk. Rambut hitamnya basah terkena air hujan yang enggan dikeringkannya. Matanya sudah bengkak kemerahan, mungkin bisa diibaratkan kehabisan air mata karena menangis terus-terusan.

Ia tidak tahu lagi kemana harus melangkah. Tempat berlindung sudah tidak punya. Apalagi di malam yang dinginnya menusuk sampai ke sumsum tulangnya ini. Shania memperhatikan sekeliling. Adakah tempat untuknya berteduh untuk malam ini saja. Perutnya sudah keroncongan. Sebiji kacang untuk makan dan setetes air untuk minum pun ia tidak miliki.

Ia akhirnya menemukan sebuah tempat yang mungkin bisa dipakai untuk tidur malam ini. Di depan sebuah kafe yang telah tutup. Bagian luarnya beratap cukup lebar jadi ia bisa tidur.
Shania kecil duduk sambil memeluk kedua kakinya. Matanya menerawang jauh ke depan, dengan tatapan kosong. Mengingat semua kejadian tadi siang.

Rumah tempat tinggalnya, yang sudah ditinggalinya selama tujuh tahun ini sendirian, karena orang tuanya telah tiada semenjak dia kecil, disita oleh orang-orang yang dulu memberikan utang kepada orang tuanya. Karena tidak kunjung dilunasi, mereka pun akhirnya mengambil rumah beserta isinya sebagai pengganti.

Hingga, sekarang Shania kecil sendirian. Keluarga tidak punya, teman apalagi. Kemanakah ia harus lari ? Padahal beberapa hari lagi musim liburan telah usai, dan ia mesti mulai bersekolah untuk pertama kalinya. Bagaimana nasibnya nanti ?

Kepalanya dibenamkan ke sela kakinya yang ditekuk itu. Rasa dingin terus-terusan mendesaknya. Ia berharap, akan datang sebuah keajaiban yang menghampirinya.

"Namamu siapa ?"

Suara itu mengangetkan Shania kecil yang baru saja terlelap.

"Si...Siapa kamu ?" kata Shania memandangnya. Anak laki-laki itu berjongkok di hadapannya, tersenyum. Rambutnya basah, seperti habits terkena air hujan.

"Aku Boby... Boby Caesar ananda. Kamu siapa ? Sedang apa malam-malam di tempat seperti ini ? Kenapa tidak pulang ? Kan dingin ?"

Shania kecil kembali menangis.

"Eh, hei, kok menangis...? Aduh, maafkan aku..."

Shania menyeka air matanya. "A...Aku Shania...hiks..." katanya sesugukan.

Anak itu berdiri. Kemudian mengulurkan tangannya pada Shania.
Shania memandangnya bingung.

"Ayo ikut denganku. Kita ke rumahku saja. Kita main sama-sama." anak itu tertawa menyeringai, memperlihatkan deretan giginya.

"A...Apa boleh ?"

"Kalau tidak boleh, aku tidak akan mengajakmu. Ayo." Boby menarik tangan Shania, kemudian berlari menuju rumahnya.

Tangan Boby yang memakai sarung tangan itu begitu hangat bagi tangan Shania yang hampir beku. Apakah Boby benar-benar malaikat penolongnya yang sejati ?

Mereka berdua sampai di rumah Boby. Shania terkagum-kagum melihat rumahnya yang besar, jauh lebih besar daripada rumahnya.

"Den Boby, anda barusan dari mana ?" Tanya seseorang, mungkin pelayannya.

"Sudahlah, bi Inah, aku cuma jalan-jalan sebentar." kata Bobby sambil mengibas-ngibaskan jaketnya yang basah terkena air hujan.

"Tapi, den Boby, anda tidak boleh berjalan-jalan sendirian. Apalagi tanpa sepengetahuan kami. Sebaiknya jika ingin keluar anda beritahu saya atau mbak Surti, dan minta temani oleh pak Dadang."

"Tidak usah mempermasalahkan hal sepele. Eh, tadi di pinggir jalan aku temukan anak itu." Boby menunjuk ke Shania yang sedang berdiri terpaku di depan sebuah lukisan besar.

OneShotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang