Bersih bersih draft.
***
Sudah ketiga kalinya dia datang kemari.
Rambutnya berantakan dan matanya tampak sayu—bukan ciri-ciri orang yang suka melewatkan waktu di perpustakaan.
Dia selalu duduk di bangku itu—bangku yang sama sejak kemarin—dan tatapannya lebih lama terarah ke luar jendela dibanding dengan dia menatap buku di hadapannya.
Kualihkan pandanganku kembali pada buku di hadapanku—walau pikiranku masih dipenuhi oleh sosok cowok yang kini masih di dalam ruang perpustakaan yang sama denganku.
Aku baru menyadarinya akhir-akhir ini. Mungkin, dia ke sini untuk memandangi orang yang disukainya.
Saat kembali kulirik ke arahnya, tampak ia berusaha menahan silau dari cahaya matahari yang menembus ke dalam perpustakaan. Segera aku berdiri dan menutup beberapa jendela dengan gorden—membuatnya menoleh padaku.
"Te-tenang saja, jendela di sana tidak akan kututup," kataku cepat. "Tapi... apa sinar mataharinya tidak membuatmu silau?"
Mulanya dia hanya diam, namun akhirnya ia bergumam, "Agak... tapi, dari sini aku bisa melihatnya dengan jelas." Kulihat sekali lagi, ia menatap keluar jendela.
Saat aku ikut menengok ke luar, kudapati sebuah klub yang masih sibuk dengan kegiatannya. Klub bulutangkis.
Jangan-jangan—
"Orang yang kau sukai anggota klub bulutangkis, ya?" tanyaku tanpa sadar. Dan saat aku menoleh, aku tidak bisa menahan panik melihat raut wajahnya yang seketika berubah.
Gawat.
"Eh... ngg... soalnya kau sering tersenyum sambil melihat keluar jendela. Jadi, kupikir kau sedang mengamati orang yang kau sukai," jawabku cepat.
Wajah cowok itu mendadak memerah, dan ia hanya bisa menutup wajahnya dengan sebelah tangannya serta menundukkan kepalanya. Astaga, apa yang sudah kulakukan? Bukankah aku tidak boleh mencampuri urusan orang lain dengan seenaknya?
"A-aku—"
"Menjijikan, ya?" tanyanya—masih dengan menutup wajahnya, walau kepalanya sudah mulai terangkat kembali.
"Eh?"
"Hanya bisa melihat saja."
Awalnya, aku tidak mengerti. Namun, saat kucerna kalimatnya itu, aku sedikit-sedikit sudah bisa memahami. Ternyata, dia tidak berani mengatakan perasaannya pada gadis yang disukainya dan hanya bisa melihatnya dari kejauhan.
"Ti-tidak kok," kataku. "Menurutku, pasti senang rasanya walau kau hanya bisa melihatnya saja. Aku jadi iri dengan orang yang kau sukai itu."
Hening sejenak. Namun akhirnya, ia hanya tersenyum tipis.
***
Namanya Boby Chaesar. Aku yang kikuk dengan orang—dengan kata lain, jarang bergaul dengan orang—baru menyadari adanya cowok seperti dia.
Kubuka pintu perpustakaan dan mendapatinya sedang serius membaca buku di hadapannya. Syukurlah dia datang. Aku sempat khawatir ia tidak akan datang lagi, setelah aku mengetahui tujuan kemari kemarin.
Kuambil beberapa buku di atas meja dan berjalan ke raknya masing-masing. Inilah tugas penjaga perpustakaan—merapikan buku-buku yang lupa dikembalikan ke tempatnya lagi dan buku yang baru saja dikembalikan oleh beberapa murid.

KAMU SEDANG MEMBACA
OneShot
Fanfictionya pokoknya ini cuma buat oneshot lah gitu.. hahahah Semua tentang Beby Dan Shania Atau.. Boby Dan juga Shania. Hahaha.