01 // Hadirnya Ragu

659 16 5
                                    

Rani berderap memasuki kelasnya. Libur semester telah usai. Saatnya kembali menjalani rutinitas seperti biasanya, seperti sebelum libur semester berlangsung.

Rani menghela napasnya. Mendadak kakinya jadi berat sekali untuk dilangkahkan memasuki kelas. Rasanya Rani ingin marah-marah saja sekarang tidak tau karena apa.

Dia tidak terlambat tetapi mengapa kelasnya sudah ramai saja oleh suara-suara bising yang amat menganggu itu?

Jujur saja. Rani benci dengan keramaian.

Tentu saja Rani punya alasan tersendiri mengapa dia bisa sampai benci dengan konsep keramaian itu.

Alasannya, setiap Rani berada di sebuah keramaian, Rani akan dihantui oleh perasaan resah dan sesak. Bawaannya pasti ingin buru-buru pergi dari tempat itu sesegera mungkin. Bagaimana pun caranya.

Yah. Namanya juga sekolah, sebuah instansi pendidikan dimana di dalamnya terdapat banyak sekali beberapa tipe siswa yang terasa amat menganggu bagi siswi teladan seperti Rani yang kerjanya hanya berkutat saja dengan buku. Rani seolah sedang menjalani hubungan dengan buku sangking rajinnya ia dibanding teman-temannya yang lain.

Rani sibuk memanfaatkan waktunya semaksimal mungkin untuk belajar demi tercapainya cita-cita yang ia inginkan. Sedangkan teman-temannya pada sibuk menyia-nyiakan waktu mereka yang amat sangat berharga. Mungkin itulah perbandingan antara dirinya dengan kawan-kawannya.

Kalau kata mereka sih, sekarang puas-puasin dulu main-mainnya, masa SMA itu masa yang paling indah buat pacaran dan ngebangun sejarah yang bakal di kenang waktu udah gak sama-sama lagi, nanti waktu udah mau UN baru deh maksimalin belajarnya biar bisa masuk universitas bagus. Lah? Di sini Rani jadi mikir. Emangnya dengan belajar segiat apapun waktu kelas 12 udah bisa nyeimbangin siswa yang dari kelas 10 belajar mati-matian? Ya enggaklah. Perbandingannya itu 0.0001%. Beda dong hasilnya antara siswa yang mengikuti kegiatan pembelajaran dengan sungguh-sungguh dari kelas 10 dengan siswa yang kerjaannya cuma main-main saja dari dasar.

Rani heran deh dengan siswa-siswi jaman now yang lagi hits banget itu lebih mementingkan pacaran dibanding pendidikannya.

Padahalkan dengan pendidikan juga bisa ngegaet seseorang yang ditaksir dengan mudah? Contohnya saja saat seseorang sukses dalam pendidikannya, karirnya mapan, sudah pasti banyak yang naksir. Siapa sih yang gak demen sama orang yang udah sukses di dunia? Apa lagi kalau ibadahnya juga rajin, dekat dengan Tuhan, pasti akan lebih sangat banyak orang yang mendekatinya. Di dunia saja sudah sukses apalagi di akhirat nanti? Terarahkan pasti agamanya. Sudah dijamin tidak akan menyesal deh.

Oleh karena itu Rani mati-matian sekali dalam bidang pendidikan dan agama agar dunia dan akhiratnya sama-sama seimbang. Rani tidak ingin hanya terpaku saja dengan kenikmatan dunia. Rani juga ingin sekali bisa dekat dengan Tuhan. Banyak sekali nikmat dan kemudahan yang diberikan oleh Tuhan jika seorang manusia bisa dekat dengan Tuhan mereka.

Kalau kata Rani sih masalah percintaan itu masalah belakangan. Yang paling penting dan utama itu adalah iman dan taqwa. Itulah yang paling penting untuk diwujudkan.

Tapi masalahnya itu, Rani sedang dihadapkan pada suatu cobaan yang membuatnya bingung.

Sebenarnya ada apa dengannya? Apa yang salah dengan Rani? Mengapa semua yang sudah ia tata dengan sedemikian rupa harus roboh dan rusak secepat membalikkan telapak tangan?

Semua komitmen dan prinsip yang sudah tertanam kokoh dalam dirinya hancur dalam sekejap, secepat mata berkedip.

Rani jatuh cinta.

Itulah masalahnya.

Rani jatuh cinta pada seorang pemuda yang juga gila belajar, sama sepertinya.

This Love * Tahap PerubahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang