Two

20.4K 1.2K 8
                                    


Malem ini, gue sendirian di dalam kamar bernuansa club sepakbola kebanggan gue yaitu, Barca. Club bola yang gue gilai selama 2 tahun ini mendominasi hampir seluruh kamar gue.

Malam ini adalah malam dimana gue melakukan ritual. Jangan mikir aneh-aneh dulu! Malem sabtu adalah malem buat cari cewek untuk satnite.

Sebenarnya gue gak perlu susah-susah buat ngajak cewek jalan, tinggal kedipin mata, trus bilang 'mau jalan bareng gak?' pasti langsung jawab 'ya' tanpa ada penolakan sedikit pun. Tetapi cowok ganteng seperti gue ini suka tantangan.

Saatnya beraksi, gue buka akun Instagram gue buat nyari foto-foto cewek.

Pintu kamar gue berdecit pelan, tanda ada seseorang yang masuk. Segera Gue lirik siapa masuk, dan ternyata prilly.

Sudah menjadi kebiasaan Prilly malam-malam main kerumah gua, karena memang dia takut di rumah sendirian. Orang tua Prilly sering keluar kota atau negeri karena urusan perusahaan, meninggalkan Prilly yang jelas-jelas penakut dan manja, yang mana semua itu sekarang jadi tanggung jawab gue.

Prilly jalan perlahan ke meja belajar gue, ngacuhin gue yang jelas-jelas ada didepannya. Astaga! Badan gue segini gede 'gak keliat apa?

"Ali belajar belum?" tanya prilly sambil duduk ditepi ranjang, sibuk dengan iphone-nya.

Itulah kebiasaan yang gue suka dari prilly, selalu mengingatkan kewajiban gue. Ya, Gue akuin kalo dia itu juara umum sekolah, gue mah apa atuh, jadi ganjel pintu doang di kelas.

"Belum, nanggung nih prill," Ujar gue tanpa menoleh.

"Huft, kebiasaan yang nomor satu selalu cewek. Ya udah deh terserah elo, gue mau balik."

Yah! dia ngambek, kalo udah kayak gini imutnya udah kelewat batas katulistiwa, bibir yang dimajuin, muka cantiknya yang ditekuk 12, gemas. Dari pada bikin bidadari gue ngambek, lebih baik urusan cewek no 2, gue letakin iphone gue dinakas dan langsung nyamperin Prilly yang udah bangkit dari ranjang.

Gue mendekap Prilly biar dia tetap ada dijangkauan gue,"Iya deh, belajar. Tapi temenin ya?" Keluar sudah bujukan buaya rawa.

"Temenin, temenin. Nanti juga yang ngerjain tugas akhirnya gue," cibirnya yang membuat gue terkekeh, tak ingin membuat Prilly tambah badmood segera gue ambil buku yang ada di jadwal pelajaran untuk besok.

"Yeah, tugasnya cuma sepuluh nomor," Gue meremat buku dengan semangat karena tugas matematika hanya sepuluh nomor, pak kumis emang terkadang baik.

" Sepuluh nomor nanti ngerjain kira-kira 2 jam," ejek prilly yang duduk di tengah-tengah king size gue.

"Iya deh, serah apa kata lo," ucapku mengalah, lalu mengikutinya duduk di depannya.

"Ya udah kita mulai, buka bukunya."

60 menit berlalu, kurang satu nomor lagi gue akan selesai dengan tugas terkutuk ini.

Bangke! Mana susah banget lagi.

"Prill, gimana ini caranya yang terakhir?" Gue mendengus sebal, "Prill–"Ucapan gue menggantung, melihat prilly udah meringkuk kaya bayi di balik selimut tebal bermotif Barca punya gue. Cantik banget kalo lagi tidur gini, apalagi tidurnya sama gue, eh-

Tanpa mau ganggu dia tidur, gue gendong dia ala bridal turun ke bawah bermaksud mengantar Prilly pulang. Walaupun Prilly memang sering main ke rumah gue, tetapi dia jarang banget mau menginap di sini sejak mulai SMP, katanya gue sekarang bisa jadi monster kalau malam-malam, bocah edan.

Kalo lo pada mikir gue bakal gendong dia dengan jarak tempuh 1 jam atau lebih kalian salah besar! Orang rumah Prilly sama rumah gue cuma lompat got, eh! Maksud gue cuma disamping gue rumahnya.

Protective [Boy]friend -EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang