Twenty One

7.4K 500 17
                                    

MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN

Angin berhembus pelan, daun-daun kering terjatuh dari ranting yang mengaitnya. Rambut beberapa orang disana terlihat berkibas karenanya.

Beberapa menit lalu tempat itu ramai oleh petugas rumah sakit jiwa, membawa Vera dengan paksa, diikuti Dimas yang menampakan wajah kecewa untuk adik sepupunya itu, namun sekarang hening yang menjeruji, nafas beradu dengan deru angin yang melambai. Ditangga-tangga itu mereka terduduk lemah, menyesali kepergian salah satu dari mereka, hanya kata 'andai' yang mereka pikirkan. Namun, 'andai' tak akan merubah sesuatu yang telah terjadi.

Ali bangkit dari duduknya, kaki yang terbalut celana abu-abu itu penuh dengan darah dan perban yang telah robek mengerikan, tadinya Dahlia menawarkan untuk mengganti perban penuh darah itu, namun Ali tak peduli.

Kevin yang melihat Ali berdiri, ikut berdiri, melepaskan rangkulannya terhadap Jessica. "Mau kemana lo?" Instruksi Kevin ketika Ali akan melangkah.

Tanpa menoleh, cowok itu menjawab dengan suara rendah. "Kemana aja yang bisa bawa gue ke Prilly." Kevin berdecak, membalikan tubuh Ali dengan paksa.

"Lo!" Tunjuk Kevin tepat diwajah Ali, "Lo goblok, jernihin dulu kepala emas lo ini. Baru lo putusin lo akan kemana, jangan pergi tanpa tujuan, yang sudah pasti hasilnya akan sia-sia. Tujuan diharuskan, dan Arah itu diperlukan."

Ali melepas tangan Kevin yang ada dibahunya, menghempas telunjuk Kevin yang ada didepan wajahnya. "Gue bingung Kev, Prilly sendirian di luar sana, dia sendiri Kev, dia sendiri. Dan semua karena gue!" Jelas Ali frustasi, kekhawatiran membawa dampak buruk bagi mentalnya.

Kirun menengahi kedua sahabatnya itu. "Udah, sekarang telfon dulu rumahnya, tanya, Prilly sudah pulang atau belum."

Ali mengangguk, dengan cepat dia mengambil ponselnya dan mendial nomor bunda Prilly, ini tak terpikirkan olehnya, otaknya tak bisa berfikir tadi.

Di nada sambung ke empat, suara bunda Prilly terdengar disebrang sana.

"Hallo tante, Assalamualaikum."

"Eng, Prilly udah sampai rumah belum ya tante?"

"Tadi Prilly pulang naik ojek tante, udah dari tadi."

"Oke tante tenang ya, Ali berusaha cari sekarang juga. Tante tenang dulu okey?"

Terputus, Ali melangkah cepat, kekhawatirannya semakin menjadi, dia tidak ingin kehilangan Prilly, tidak akan pernah sanggup.

"Ali!" Kevin mengejar Ali yang sudah mendekati gerbang utama "Ali, udah gue bilang, jernihin dulu pikiran lo!"

"Ini beda Kev, ini darurat, gak ada waktu buat santai." Teriak Ali tanpa melihat Kevin, cowok itu menunggu dipinggir jalan untuk menunggu taksi atau apapun yang lewat, andai saja mobil Kevin tidak rusak, pasti dia akan mencurinya sementara dari Kevin. Dan sialnya, diantara mereka semua tidak ada yang membawa kendaraan tadi pagi, semua menaiki mobi Kevin.

Dan kesialan kedua, David bodoh itu juga tidak membawa kendaraan.

"Alii!" Dahlia berlari mendekati Kevin, seraya menjerit. "Prilly bawa ponsel!"

"Lo tau dari mana dia bawa ponsel?" Desis Kevin pelan. "Tadi waktu kita cari Ali dan keberadaan kalian, dia sempet minta ponselnya sama Jessica. Eh taunya malah Ali asik ciuman, bangke emang." Di akhir kata, Dahlia mengumpat.

Ali berbalik seperti menemukan titik cerah yang akan membawanya menyelesaikan masalah ini, Ali kembali menekan digit-digit diponselnya dengan cepat.

  Tidak ada jawaban, namun tersambung, orang disebrang sana tidak berniat menjawab. Berulang-ulang Ali mencoba, berulang-ulang juga dia mengumpat.

"Gak dijawab" Umpatnya pasrah.

Dahlia menyeringai. "Gotcha. Tersambung, otomatis handphone dia aktif. Kita lacak lewat nomer, gps, apapun yang bisa nunjukin keberadaan dia."

Ali kembali mengotak-atik ponselnya, menghela nafas dibeberapa waktu, memijit pangkal hidungnya disetiap saat, dan pada akhirnya dia benar-benar melempar ponselnya hingga menjadi beberapa bagian.
Kevin terlonjak, "Anjir, gila lo!" Umpatnya keras.

"Gps nya gak dia aktifin, gimana dong?!" Ali mengerang frustasi, melonggarkan dasi sekolah yang terasa mencekik.

"Tenang." Ungkap David, dia berjalan santai bergabung dengan Ali, Kevin, dan Dahlia. "Jangan remehin gue, brother. Ini semua bakal mudah buat nemuin Prilly."

Ali melirik tajam, dasar bocah ingusan sombong, makinya dalam hati.

"Gimana caranya?" Desak Jessica, isak tangisnya masih tersisa, dan nafasnya terasa sesak. "Ada yang bawa laptop?" Tanya David.

"Gue ada, bentar, gue ambil di mobil." Buru-buru Kevin berlari menuju mobil, sedikit mencari dibagian belakang, dan akhirnya menemukan laptop berwarna hitam yang penuh stiker aneh.

Kevin menyodorkan laptop miliknya. "Nih, jangan buka-buka file rahasia inget!" Tegasnya. "Iya iya, gue tau isi nya blue film semua." Wajah Kevin menjadi masam, maklumlah cowok tontonan kaya gitu, dari pada cowok koleksi Dora the explorer.

David menjatuhkan pantatnya di tanah, tidak peduli dengan celana nya yang nantinya kotor.
Cowok itu berusaha mencari sinyal, sesekali membuka ponsel lalu beralih pada laptop lagi, begitu seterusnya hingga ia mendongak menatap Ali yang masih gelisah.

"Heh, mana nomer Prilly?" Bukan bertanya, namun lebih terlihat seperti preman minta uang. "Handphone gue pecah noh." Tunjuk Ali kepada ponsel malangnya, anak bodoh.

David berdecak. "Trus lu gak hapal?" Ali mengangguk, "Hapal."

"Ya cepetan bego!" David berteriak. "Sabar, cancut!"

Ali mengetik di laptop dengan terburu-buru, Perasaanya penuh harap.

Setelahnya mereka membiarkan David bekerja, hanya melihat dalam diam. Di laptop Kevin muncul beberapa situs, dan hal-hal yang mereka tak mengerti. David beberapa saat diam, lalu melanjutkan jarinya untuk menari diatas keyboard, begitu seterusnya.

  "Fix, gue emang pinter." Seru David, dia menutup laptop Kevin, dan melihat temannya satu persatu. "Gimana?" Dahlia bertanya pertama.

"Gue tau prilly dimana." Ali tersenyum cerah. "Dia berada didaerah yang bawa dia menuju Puncak Bogor, gue berharap dia nginep di vila atau semacamnya, bukan mau bunuh diri dihutan atau terjun bebas dari tebing." David tersenyum getir, dia sungguh berharap akan hal itu.

Ali merenung, memikirkan segala hal yang terjadi. "Prilly gak akan bunuh diri, gue tau gue harus kemana."

Ali berlari lagi, sekarang ada taksi yang memang kebetulan lewat, seperti di sinetron, taksi nonggol begitu saja.

Jessica menjerit. "Lo mau kemana?"

Sebelum Ali benar-benar masuk, cowok itu berteriak. "Vila masa kecil kita." Setelahnya taksi berlalu, membawa Ali didalamnya.

Ada perasaan lega dan bahagia dibenak mereka semua, sahabatnya ditemukan.


"Kev." Panggil David.

"Hm?"

"Sorry ya kalo lo buka laptop trus nemuin banyak virus. Bukan salah gue, ehe." David berlari menjauh.

Wajah Kevin memerah, tadi mobil, sekarang laptop. "David bapak curut, sini lo!"



Menuju ending➡

Prillynya ketemu gak ya?
Harasia😂

Btw, ada yang suka k-pop, terutama Exo? Siapa bias kalian?:"

CUPS
QH_


Protective [Boy]friend -EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang