Twenty

7.3K 480 21
                                    


Jessica mengembalikan kotak obat di almari pojok ruang uks, dan mengambil langkah menuju Dahlia dan Prilly berada. Prilly sudah siuman dari beberapa menit lalu, belum lama. Dan dia bingung serta ketakutan.

Jessica duduk di kursi samping brankar, menghadap Dahlia yang duduk di atas brankar, disebalah Prilly yang duduk melamun, mereka semua diam.

"Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa cuma gue yang gak tau?"
Prilly membuka suara, tatapannya tetap kosong. "Tolong, jika semua ini menyangkut nyawa gue, setidaknya gue harus tau apa alasannya, nyawa gue harus bersangkutan?" Lanjut gadis itu.

Bungkam, Dahlia dan Jessica hanya bisa saling melirik, dan diam.

"Kalau kalian gak mau jawab, gak papa kok. Mungkin nanti, gue bakal cari sendiri semuanya." Matanya berkaca-kaca, mengingat semua sahabatnya sedang menutupi sesuatu yang seharusnya dia tau.

"Kalian gak ngerasain, gimana rasanya di seret orang asing tanpa alasan, di tampar berulang kali dan dicaci maki, tanpa harus gue tau apa alasan dia memperlakukan gue kaya gitu. Kalian gak bakal ngerasain, gimana gue yang takut setengah mati, gak bisa lari karena kaki gue emang gak bisa fungsi, dan gak bisa ngelawan karena gue gak tau apapun."

Dahlia mengelap air matanya, dia memeluk Prilly dengan sangat erat, dan raungannya yang semakin menjadi. "Maaf Prilly, maaf." Ungkapnya ditengah isak tangis.

Jessica bungkam, namun air matanya terus mengalir. "Ini semua karena dia, Vera." Mata Jessica menyalang penuh marah.

"Vera?, adik Dimas yang punya kafe itu?"

Perlahan pelukan Prilly dan Dahlia merenggang hingga terlepas, Prilly yang menatap Jessica penasaran, dan Dahlia yang sibuk mengelap air mata serta ingusnya.

"Iya." Jawab Jessica. "Dia yang buat elo harus duduk dikursi roda Prill, dia yang nyeret lo ke tempat laknat itu, dan dia juga yang bikin Ali dan Kirun harus jalan pincang-pincang. Semuanya ulah dia."

"Penyebab gue yang sakit? Ali dan Kirun yang pincang, apa sih maksudnya?"

Jessica menarik nafas, merasa tegang seperti akan membocorkan misi negara, dan dia akan segera menjadi incaran. "Vera yang nabrak lo, Vera yang nyulik Kirun, gara-gara Vera Angga jadi jahat dan nembak kaki Ali, dan gue yakin yang nyeret lo tadi juga Vera."

Prilly mendelik, "Ali ketembak? Sekarang dia dimana?" Pekiknya seraya berusaha turun dari brankar.

Dahlia juga ikut panik, "Prilly bentar, hei, kaki-" Ucapannya terpotong, setelah melihat Prilly yang sudah bisa berdiri dilantai, begitu juga Prilly dan Jessica, mereka semua terkejut. Sembuh cepat.

Prilly meloncat-loncat. "Kaki gue?!" Pekiknya girang, namun setelah itu, tiba-tiba dia berlari kencang keluar dari ruang uks dan mengikuti nalurinya yang akan membawanya entah kemana.

"ALI!" Triakanya menggaung.

Dahlia dan Jessica mendelik. "Prilly!"

•••••••••••••

"Jadi, dia Vera?"
David memandangnya dengan pandangan, wow.

Gadis pendek yang jahat.

"Hati-hati dia dinosaurus, bergigi tajam, dan menyeramkan." Bisik Kirun.

"Boleh gue telfon polisi?" Bisik Kevin juga, dia bersiap mengambil telfon yang berada disaku belakang.

Ali mengumpat, ketika Vera menatapnya dengan pandangan menantang. "Jangan!" Desisnya.

"Kenapa?" Tukas Kevin, Kirun, dan David bersamaan, tidak mungkin kan mereka menghajar gadis jahat secara jantan?

Ali menyeringai, "Segera telfon rumah sakit jiwa, dude. I don't need policy."

Kevin mengangguk. Sedangkan Ali maju menghampiri Vera, ingin rasanya mencekik gadis iblis itu.

"Hei Ali, kita bertemu lagi rupanya." Vera menyapa dengan tongkat yang ia gunakan untuk memecahkan kaca mobil Kevin tadi, mengayunkannya dengan anggun.

"Oh yeah, kita bertemu lagi. Dan keinginan gue untuk membunuh lo semakin kuat." Tukas Ali tegas, dia berhenti dihadapan Vera yang sedang tersenyum dengan bibir yang seolah akan membelah wajahnya. Senyum paling mengerikan.

Kevin selesai menjalani tugasnya, menelfon siapa yang dibutuhkan. Lalu cowok itu ikut melihat apa yang akan di lakukan Ali. Kevin berharap, semoga tidak ada lagi adu jotos dan sebangsanya, punggunya masih terasa sakit.

Vera cekikikan. "Bunuh gue? Oh ayolah, gak ada siapapun yang bisa bunuh gue." Kekehanya semakin keras, membuat telinga Ali sakit.

"Oh ya? Setidaknya gue bisa buat lo membusuk di penjara bareng Angga, atau hidup selamanya bersama orang-orang gak waras di luar sana. Jadi, pilih mana nona Vera?" Vera menekuk wajahnya tidak suka. "Angga cuma orang bodoh yang bisa di tangkap polisi, sedangkan gue?"

"Lo orang gila yang bisa di tangkep Perawat rumah sakit jiwa, mampus aja sono!" Teriak Kirun dengan sinis, ayolah dia tidak bisa diam untuk kaki nya yang sudah retak karena gadis itu.

Vera mengumpat dengan wajah memerah, emosinya semakin terpancing. Dia tidak gila, dia waras, dia normal. Batinnya tersiksa.

"Ya, orang gila yang udah nyelakain orang yang gue sayangi, dan orang gila yang udah bikin sahabat gue jalan pincang-pincang." Ali melipat tangannya di depan dada, wajah maju dengan tatapan menantang. "Dan orang gila yang paling gue benci."

"Lo yang udah bikin mereka kaya gitu Ali!" Vera menunjuk muka Ali dengan sangar. "Ini semua karena lo, gue suka sama lo, tapi lo gak pernah peduliin gue!!" Vera berteriak marah.

Lalu gadis itu tersenyum miris. "And surprise, this's special gift for you." Ungkap Vera.

"Surprise pala lo peang, ini mah bencana, iya gak?" Kirun berbisik pada David yang sedari tadi diam, dan David hanya menganguk.

Prilly tiba disana, disamping Kevin. Keadaanya berantakan, rambut acak-acakan, mata merah, dan wajah yang sedikit lebam. Dia melihat Ali disana, namun juga ada Vera. Dan sayangnya Vera juga melihat Prilly, gadis iblis itu tersenyum penuh kemenangan.

"Dan hadiah terbesar akan datang sekarang juga." Bisik Vera mengerikan. "Ap-"

Ali mematung, begitu juga semuanya. Tak dapat disangka hal yang dilakukan iblis itu, sialan Vera, dia mencium Ali dengan tiba-tiba, dan mencengkram leher Ali dengan kuat dan Keras.

Prilly seperti terhantam sesuatu yang tak nampak, memegangi dadanya yang berdenyut hebat, menutup mulutnya yang menganga tak percaya. Prilly merasakan sakit yang luar biasa, berdentum-dentum dalam dadanya.

Air matanya ikut jatuh. "Ali, Ali." Bisiknya parau. Nalurinya mengatakan, dia harus lari, agar dadanya tak lagi berdentum menyakitkan. Dengan sekuat tenaga dia berlari menuju gerbang, melewati Ali dan Vera begitu saja, dan menuju pangkalan ojek dekat sekolah, baiklah dia akan pergi.

"Prilly!!" Jerit Jessica mengejar Prilly, di ikuti Dahlia. Setelah jeritan itu, Ali baru sadar Prilly ada disana, dan dia melihat ini. Ali menghempas tubuh Vera, tak peduli gadis itu terjembam ke tanah dengan keras, mengelap bibirnya dengan jijik, seraya ikut berlari menuju gerbang utama.

Vera tertawa, dia menunjuk-nunjuk gerbang dengan girang. "Tangkap dia." Ujar Kevin cepat, setelahnya Vera sudah ditangan David dan Kevin, tidak memberontak namun tertawa terbahak-bahak.

Benar-benar gila.

Ali berlari kesetanan, tak memperdulikan kakinya yang baru beberapa menit lalu tertembak, yang penting dia harus menemui Prilly. Namun sesampainya di gerbang, dia hanya melihat Jessica dan Dahlia yang menangis, melihat kepergian Prilly dengan motor ojek yang sengaja cepat dan mengebut.

Tidak, Prilly sekarang mungkin akan benar-benar pergi.

"PRILLY!"

Ali terjatuh, dengan perban kaki yang sudah dipenuhi darah. Prillynya pergi, dan mungkin tak akan kembali. Sekarang maaf nya hanya akan menjadi angin lalu, tak tersampaikan.

The end


















Canda elah sans ae:v

How about this part?

Menurut kalian Vera enaknya di apain yaa?

Cups
QH_





Protective [Boy]friend -EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang