Willis masuk kedalam rumah dan membuka stetsonnya sebelum menggantungkannya di gantungan topi, beranjak masuk kedalam rumahnya yang mungil untuk mengikuti bau sedap masakan yang membuat mulutnya berliur sebelum tersenyum miring pada istrinya yang kelihatan cantik dalam celemek bunga-bunga.
Willis beranjak dari dinding tempatnya bersandar untuk memperhatikan Joanna sebelum memeluk istri mungilnya dari belakang dan membuat Joanna terkejut setengah mati, karena mengira Willis akan langsung ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Joanna menepuk tangan Willis yang melingkari pinggangnya dengan kesal, "kau hampir membuat jantungku jatuh ke tanah," omel Joanna membuat Willis tertawa parau.
Willis mencium tengkuk Joanna dengan menggeram serak membuat Joanna merintih, "kau cantik sekali."
"William, jangan sekarang," rintih Joanna menjambak pelan rambut Willis yang sedang menunduk menciumi tengkuk dan lehernya.
"Tidak ada orang."
Joanna menelan ludah dengan susah payah untuk mengembalikan akal sehatnya sebelum menggeleng, "nanti, Willis. Ada yang harus kita bicarakan," tolak Joanna membuat Willis dengan berat hati meninggalkan leher selembut satin milik istrinya dan bersedekap.
"Apa?" Tanya Willis akhirnya saat Joanna memindahkan sup yang sudah matang ke dalam mangkuk dan menyerahkannya pada Willis. "Aku tidak lapar makanan, aku lapar akan dirimu," jawab Willis membuat Joanna memerah sebelum menepuk lengan Willis.
"Ini bukan untukmu, letakkan di meja. Bantu aku menata makan malam kita dan kita bisa bicara, sebelum Cecillia dan Dante kembali."
Willis cemberut namun menurut pada permintaan Joanna untuk menata makan malam sebelum kembali bersedekap untuk menatap Joanna.
"Kita sudah selesai menata makan malam, apa yang akan kita bicarakan?" Tanya Willis tanpa basa basi.
Joanna mendongak menatap suaminya dan melepaskan celemek yang dipakainya sebelum menggantung celemek itu di dekat bufet.
"Ini tentang Lexus, aku khawatir padanya."
Willis mendesah dan mengangguk, "sejujurnya aku juga, Sayang. Sudah lama aku tidak melihat Lexus bersikap seperti anak kecil, bahkan saat umurnya baru dua belas tahun. Dia dipaksa untuk menjadi dewasa sebelum waktunya, maksudku tentu saja bukan oleh Dante atau Cecillia," jelas Willis membuat Joanna mengangguk dan duduk dikursi dapur.
"Dia ketakutan, tapi kenapa baru sekarang? Cecillia juga menyadarinya, dan kebingungan. Selama ini Lexus tidak pernah menunjukkan sikap itu, dia ... dia seperti ingin lari dari sesuatu."
Willis mendekat pada istrinya sebelum menunduk untuk mencium kening Joanna dengan sayang, "aku dan Dante tahu apa sebabnya, kau dan Cecillia tidak perlu khawatir. Kadang kala seorang lelaki hanya bisa dipahami oleh sejenisnya," yakin Willis membuat Joanna terbahak-bahak tanpa bisa menahan tawanya, "apa yang lucu?" Tanya Willis bingung melihat sikap istrinya.
"Kau yang lucu. Kau bilang 'sejenisnya' seolah-olah kalian adalah domba," gelak Joanna membuat Willis menggeram dan mengangkat Joanna untuk mendudukkannya diatas meja dapur.
Joanna merintih saat Willis melumat mulutnya dan menyusupkan tangannya kedalam gaun untuk mencari bukit lembut istrinya, "aku suka suara tawamu," bisik Willis ditelinga Joanna sebelum Joanna mendorong Willis dengan sekuat tenaga hingga menabrak rak dibelakangnya untuk turun dari meja dan merapikan gaun serta rambutnya saat mendengar seseorang masuk kedalam rumah dengan percakapan yang diselingi tawa.
"Sial ... " umpat Willis kesal saat kesenangannya diganggu oleh Cecillia dan Dante yang baru pulang dari bekerja di peternakan.
"Jaga mulutmu, Tuan Cruz," ancam Joanna karena tidak ingin anak-anak mengikuti mulut kotor Willis.
"Terserah."
Cecillia menghentikan langkahnya yang mendorong kursi beroda Dante, sebelum menatap Joanna yang setegang tali senar yang ditarik lalu melihat wajah kesal Willis sebelum menyeringai, "apa kami harus kembali nanti?" Ledek Cecillia membuat Dante tergelak saat menyadari wajah Joanna memerah dan Willis yang menyumpah-nyumpah.
"Kami ... kami hanya sedang mengobrol," bantah Jaonna, membuat Cecillia harus menepuk pundak Dante untuk menghentikan tawa suaminya.
"Ya, anggap saja kami percaya," jawab Dante menyindir dan mengedip berkomplot pada Joanna.
Joanna tergelak keras menyadari sikapnya yang tegang seolah tertangkap basah sedang bercumbu dengan pacarnya dan terpergok oleh orang tuanya.
"Sebaiknya kita makan, anak-anak pasti sudah lapar," potong Cecillia mencoba menyelamatkan rasa malu Joanna.
Mereka menuju meja makan dan duduk dengan tenang, berdoa, sebelum menyendok makanan mereka lalu menengok pada Letticia yang membuat bunyi keras dengan sendok dan piringnya saat memotong daging.
"Ups, maaf, aku tidak sengaja," ucapnya namun tidak terdengar menyesal.
"Apa dagingnya terlalu keras?" Tanya Joanna sedih, membuat Letticia meletakkan sendoknya dan mendesah berat.
"Tidak, Bibi Jo. Aku hanya sedang kesal, maafkan aku sudah menyinggungmu," lalu meminum air putihnya.
"Hey, ada apa, pumpkin?" Tanya Dante khawatir saat Letticia meletakkan kembali gelasnya tanpa berniat kembali makan.
Letticia mengendik samar, "aku hanya tidak ingin ke Paxton lagi."
Cecillia hampir tersedak supnya sebelum menatap putri kecilnya yang kesal, "tapi kenapa?"
"Nickolas Paxton, dia ... dia menyebalkan. Aku tidak suka dia selalu memanggilku Letticia Paxton, aku seorang Cruz. Aku Cruz sejati," jelas Letticia menggebu-gebu membuat paman Willisnya sedikit membusung sombong, Dante hanya tertawa.
Cecillia menepuk punggung tangan Dante untuk menghentikan tawa suaminya, "apa? Dia memang seorang Cruz," bela Dante membuat Cecillia mendengus dan kembali berpaling pada Letticia.
"Sudahlah, Sayang. Jangan ambil hati apa yang dikatakan Nick, dia hanya menggodamu," hibur Cecillia.
Letticia kembali cemberut dan berpaling pada ayahnya, "bolehlah aku berhenti datang kesana, Ayah?"
"Boleh," jawab Dante cepat sebelum memalingkan wajahnya saat mendapat pelototan dari Cecillia.
"Tidak, Sayang. Pendidikan itu penting, bertahanlah," koreksi Cecillia.
"Tapi kata ayah, boleh!"
"Tidak, Gadis Muda. Berhenti mencari alasan, dan makanlah. Besok kau tetap akan ke Paxton untuk belajar, tidak ada lagi bantahan," tegas Cecillia membuat Letticia berdiri dari duduknya dengan keras hingga kursinya terjatuh kebelakang.
"Aku tidak mau makan, aku juga tidak mau kembali ke Paxton. Aku benci Nickolas Paxton," teriaknya sebelum berlari keluar dari rumah.
"Berhenti disana, Gadis Muda."
Edward berdiri dari duduknya disamping Willis setelah dari tadi hanya diam mendengarkan perdebatan di meja makan.
"Aku ... aku akan mengejarnya, jangan khawatir, Bibi," sebelum berlari mengikuti Letticia keluar.
Cecillia mendesah berat dan terduduk dengan lemah, "Oh Tuhan, aku membentaknya. Aku tidak tau kenapa dia sangat marah hanya karena Nick menggodanya. Pendidikan itu sangat penting, karena dia perempuan. Tidak ada wanita yang bekerja di peternakan seperti seorang laki-laki. Wanita butuh pekerjaan yang layak," gerutu Cecillia membuat Dante, Willis dan Joanna tergelak keras.
"Kau bekerja di peternakan, Cille," ingat Dante membuat Cecillia akhirnya tergelak.
"Ya, karna aku tidak punya pendidikan yang bisa memberikanku pekerjaan. Aku hanya tidak ingin dia seperti aku," keluh Cecillia setelah tawanya menghilang.
"Hey, kau tidak buruk, Sayang," puji Dante membuat Cecillia memaksakan senyumnya.
"Aku juga bekerja di peternakan," tukas Joanna membuat Dante, Willis dan Cecillia akhirnya mentertawakan komentar Joanna. Membuat Joanna yang polos bingung, "apa?" Tanyanya tidak mengerti.
"Kau bukan bekerja di peternakan, Jo. Kau istri seorang peternak," jelas Cecillia membuat bibir Joanna membulat dan tersipu malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
the GAME of FATE (Paxton seri 2)
RomanceCerita ini sudah dibukuka dengan judul yang sama (@70k) untuk pemesanan bisa menghubungi penulis. Selama ini, Audrey selalu meminta tolong pada Tuhan untuk melapaskannya dari ayahnya dan hanya berpikir bahwa mungkin Tuhan sedang sibuk dengan permint...