"Terserah.....uruslah semuanya"Ujar Jimin pasrah.
"Appa dan eomma pulang dulu...ne?"Nyonya Gayoung nampak berdiri dari duduknya yang di susul oleh Tuan jisung yang ikut berdiri.
"Mwo!!.,jadi kalian hanya ingin membicarakan itu?"Jimin bangkit dari posisinya menatap heran kedua orang tuanya itu.
"Tentu"Jawab Tuan jisung santai.
"Ish....nanti apa perlu aku menjemput joy?"tanya jimin.
"Aniyo....Sulli tadi mengirim pesan,katanya ia ingin ke sini jam Dua nanti"Jelas Nyonya Gayoung. Jimin kembali menelungkupkan kepalanya,yang membuat nyonya gayoung serta tuan jisung menggeleng gelengkan kepala.
"Appa pulang...nanti appa akan kerumah tuan Choi,jadi suruh saja tuan Lee,untuk menjemput Joy,aratji??""Ne"jawab jimin sekenan nya.
Tuan jisung dan nyonya gayoung meningalkan ruangan jimin,dan sudah pasti hanya menyisahkan jimin disana. Jimin bangkit lagi dari posisinya,ia menghela nafas gusar sembari mengacak acak surai merah nya. Jimin mengambil sebuah benda pipih nan canggih dari saku celananya. Ia menekan beberapa nomor disana,dan menempelkan benda itu pada telinga nya.
"Yeoboseo"Sebuah suara lembut terdengar dari sebrang sana.
"Sulli,apa kau ingin kesini?"Tanya jimin sambil mengetuk ketukan bulpoint pada meja kerjanya.
"Bagaimana kau bisa tahu?"Tanya Sulli kaget.
Jimin tersenyum simpul membayangkan bagaimana imutnya wajah Sulli sekarang.
"Eomma,yang memberitahuku agar tidak menjemput Joy. Karna kau akan berkunjung kesini"jelas jimin.
"Ah....kau jangan pesan makanan dulu...ne,aku akan membawakanmu kimbab"
Jimin kembali tersenyum. Ia membayangkan bagaiman manisnya yeoja pujaanya itu jika sedang memasak. Ah itu membuat jimin semakin tak sabar untuk memilikinya.
"Jimin,apa kau sudah di beritahu. Jika pernikahan kita akan di percepat"ujar Sulli.
"Sudah. Tapi apa kau tidak keberatan?"Jimin berhenti mengetukan bulpoint nya.
"kenapa keberatan??,aku kan akan menikah dengan namja yang ku cintai. Kenapa harus keberatan??.....ah,aku sudah mendengar mengenai usia Joy. Jimin bahagiakan dia di sisa usianya"
Jimin tak mampu lagi mengatakan apapun sekarang. Otaknya seakan berhenti berfungsi jika seseorang menanyakan tetang usia Joy. Sekalipun itu Sulli,yeoja kesayangan nya.
"Tentu. Tanpa kau suruh pun aku akan tetap membahagiakan nya"Jimin menutup sambungan telfon itu. Ia menghempas kasar ponsel itu pada sofa yang berada di samping nya. Ia kembali mengacak surai merah nya,airmata mulai turun dari pelupuk matanya. Ia benar benar tak mampu membayangkan jika adik kesayangan nya akan pergi dalam waktu dekat. Namun di dalam hatinya masih ada sebuah keyakinan bahwa umur ada di tangan tuhan,Bukan berada di tangan dokter hyoyeon. Bagaimanapun dokter hyoyeon adalah manusia biasa,kesalahan bisa saja terjadi bukan?. Jimin menatap ke arah depan. Seakan menerawang,ia tersenyum sendiri membayangkan wajah Joy disana. Ia membayangkan sedang apa joy sekarang,namun jantungnya kembali berdetak kencang saat ini.
Dulu. Bahkan dahulu sekali,Jimin pernah menaruh hatinya pada Joy dan tak bisa di pungkiri pada saat itu ia tersiksa. Di usianya yang masih 18tahun dan usia Joy yang masih berusia 10tahun,bukan hal yang serius bagi jimin. Ia merasa cinta itu hanya cinta monyet biasa,namun seiring berjalan nya waktu. Saat usia Joy mulai menginjak ke masa remaja,Jimin tak bisa memungkiri kecantikan Joy yang seakan menjadi sihir tertentu untuknya. Tetapi semenjak perkenalanya dengan Sulli pada 5tahun yang lalu,tentu membuat jimin melupakan cinta gila nya pada Joy. Dan memilih untuk mencintai Sulli seutuhnya. Jimin mengerjapkan matanya berkali kali berusaha mengusir bayangan wajah Joy disana. Ia kembali memfokuskan matanya pada layar komputer yang hampir ia lupakan. Jimin kembali mengetik sesuatu di layar komputernya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Black and White
Random"Kita saling melengkapi,namun tak bisa di satukan... Dan itulah definisi tentang warna yang paling ku benci" Jimin tertegun,apa yang di katakan Joy memang ada benar nya. Namun... Haruskah Jika Hitam bersatu dengan putih akan menjadi kelabu? Bisakah...