Author POV
"Hemmmm.."
Terkadang keheningan benar-benar membuatmu terkekang. Bingung antara lebih baik sedikit bersuara atau merasakan kesunyian hingga memberikan keleluasaan dentingan jam menggaungi kamar. Seperti situasi saat ini, seorang namja yang katanya selalu berperilaku tenang , kini benar-benar terlihat frustasi merasakan keheningan sambil menyetarakan detak jantungnya sendiri yang mulai tidak normal. Hanya karena teman sekamarnya kepergok membuang nafas kasar. Yah...hanya karena menghela nafas, konsentrasi Uri terganggu untuk menikmati setiap lembaran buku dihadapannya.
"Jah !! Keo-yya !!" Uri membalikkan tubuhnya dan menatap penuh kemarahan pada Keo yang sudah berwajah kusut seperti kertas yang diremas. Uri mengerjap , "Hidungmu...berdarah."
"Oh..ini sudah biasa" jawabnya santai sambil membenahi posisi penjepit rambut . Dengan posisi mengenakan penjepit sebagai penghalang agar poninya tidak tiarap menganggu matanya yang sudah mengantung hitam tebal, membuat Uri kembali diam tak bergerak. Ia kembali terpesona dengan sosok cute dari seorang namja. Ingat ! seorang namja.
"Bisakah kau sedikit lebih te..tenang?" ujar Uri grogi mencoba menetralkan detak jantungnya lagi.
"Bukankah ini sudah sangat tenang? oh lihat sudah pukul satu pagi." Cuap-cuap Keo berhasil mengalihkan serangan jantungnya. Ia memberanikan diri untuk bangkit dan memberikan lebih banyak lagi kapas pada Keo yang masih sibuk membentengi aliran darah yang masih mengalir mulus dari hidungnya.
"Kau kan baru sembuh, tidurlah. Kenapa memaksakan diri hingga larut malam begini?"
Keo menggelengkan kepala tanda menginterupsi, "Anniya...aku tidak bisa. Besok ada ujian stenograf dan aku belum begitu menguasai materi itu."
"Kau mengambil materi itu?" Uri menaik turunkan alisnya tak percaya.
"Aku salah satu anak dari reporter terkenal. Aku sudah berniat untuk menjadi seperti appa-ku" senyum tipis yang membuat pipi Keo selalu terlihat menggembung itu sangat menggemaskan. Beberapa kali Uri meneguk salivanya sendiri karena terhipnotis untuk mecicipinya sekali lagi, seperti waktu itu.
Uri mengerjap tersadar, "Apa seorang anak juga harus menjadi seperti orang tuanya? sedangkan kau sendiri tidak menguasai sesuatu yang ingin kau gapai. Ironi sekali."
Lagak sakartis Uri kembali setelah ia berusah menahan diri sejak tadi. Setidaknya sikap jutek dan ketus itu sedikit lebih nyaman baginya daripada harus menjadi seseorang yang tengah menatap kagum seseorang.
Keo memicingkan matanya lagi, "Setidaknya aku sedang mencoba hyung...bagaimana kalau kau ajarkan aku stenografi? aku dengar kau menguasai semua materi."
Uri tampak tak bersemangat. Gelar yang tersemat sebagai peringkat pertama terkadang membuatnya sedikit susah untuk berselesa.
"Kan ada Yeol. Dia juga pintar dengan peringkat kedua yang juga tak terkalahkan" tungkas Uri menguji reaksi Keo. Seolah ingin membuktikan bahwa ia benar-benar dibutuhkan saat ini.
"Kalau didepan mata ada nomor satu, kenapa harus pergi ke nomor dua?"
Bahagianya...
Begitu yang tercetus dalam hati Uri saat menatap langsung manik mata toscha itu tengah mengagumi dan memilih dirinya sebagai yang terbaik. Uri tak sanggup menyembunyikan senyumnya. Efek dari cinta salah kaprah ini benar-benar mengikis seluruh tembok pertahanannya. Ia tak mau lagi berpura-pura sekarang. Uri mengakui dalam hatinya , meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia telah mantap dan penuh kesadaran kini tengah jatuh cinta kepada Kiyoshi Keo.
"Yes..satu sama !!" celotehnya tanpa sadar, "Heh? apanya yang satu sama?" tanya Keo bingung sembari melihat sunbaenya itu berwajah ceria akibat pujiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHUT UP !! I AM NOT GAY
General FictionKiyoshi Keo, gadis biasa yang hidupnya selalu berpindah-pindah dan membuatnya menjadi seorang yang tertutup. Terpaksa menerima keadaan absurd yang menjadikannya 'pria' imut di SMA MORIM SCHOOL . Tinggal sekamar dengan cowok populer yang dingin tapi...