Chappie 1: How I Met Him

10.9K 250 28
                                    

Hey beautiful readers! *insert cute little wave* 

Long time no see. How are you, guys? I hope you all doing well, btw I'm fine (if you're curious. lol)

So this is my newest story and I hope you can enjoy this story (:

Okay happy reading guys! ^^


♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥ ♥


Chappie 1: How I Met Him

"Silahkan selanjutnya," Ucapku pada pengunjung yang mengantri. "Selamat datang di Coffee and Cafe. Mau pesan apa?" Aku bertanya pada sepasang kekasih yang ada di hadapanku.

"Kami mau dua frozen cappuccino dan dua tuna sandwiches." Pria berambut panjang sebahu yang menjawab seraya perempuan di sampingnya mengangguk setuju.

"Baiklah, jumlah semuanya menjadi enam puluh ribu rupiah." Ujarku lalu pria tersebut memberikanku uang seratus ribu rupiah, aku segera memberikan uang kembaliannya lalu mulai beranjak untuk membuat pesanan tersebut.

Setelah selesai membuat semuanya. Aku kembali ke meja depan lalu memberikan baki berisikan pesanan tadi. "Selamat menikmati." Kedua pasangan itu mengucapkan terima kasih lalu berjalan menjauh.

"Silahkan selanjutnya," Aku kembali berbicara. "Selamat datang di Coffee and Cafe. Mau pesan apa?" Ucapku namun pandanganku terpaku pada goresan luka kecil di jari kelingkingku karena aku tak tau asalnya dari mana.

"Saya rasa tidak sopan ketika seseorang berbicara dengan orang lain, tapi tidak menatap mata lawan bicarannya." Terdengar suara berat yang membuatku langsung mengangkat kepala.

Aku melihat seorang pria berdiri di hadapanku dengan tegapnya. "Uum mohon maaf, tadi saya bukannya bermaksud tidak sopan. Ada yang bisa saya bantu? Anda ingin pesan apa?"

"Apa yang spesial dari tempat ini? Saya baru pertama kali kesini." Ujarnya.

"Sandwiches adalah makanan yang paling digemari oleh pengunjung. Ada beberapa pilihan sandwich disini, bisa disesuaikan dengan selera anda dan kalau mengenai minuman, tentu saja coffee adalah minuman andalan di sini." Aku menjelaskan.

"Sandwich dan coffee apa yang menurutmu paling enak disini?" Pria itu kembali bertanya.

"Menurut saya yang paling enak adalah chicken sandwich dan coffee latte." Aku menjawab apa yang ditanyakannya.

"Apa kamu yakin kalau dua pilihan itu pasti enak? Kalau kamu salah, bagaimana?" Ucapannya yang membuatku menaikan satu alis.

"Mohon maaf, tapi kan tadi anda sendiri yang bilang kalau 'menurut saya' sandwich dan coffee apa yang paling enak disini dan saya sudah menjawab pertanyaan anda. Saya tidak memaksa anda untuk memesan apa yang saya usulkan. Silahkan anda memutuskan apa yang ingin anda pesan, karena ada beberapa pembeli yang masih mengantri."

Pria itu malah menyeringai. "Apa kamu mencoba mengusir saya, " Dia terdiam sebentar lalu melirik ke arah name tag yang terpasang di seragam kerjaku. "Nona Dandelion?"

Aku mengatupkan mulut karena tak ingin mengeluarkan kata-kata yang tak baik. Aku menghela nafas. "Tuan, saya tidak pernah mengatakan atau mencoba untuk mengusir anda. Silahkan anda segera putuskan apa yang ingin anda pesan."

"Dandelion? Hmm apa namamu diambil dari nama bunga atau ada arti lain?" Pria itu malah mengabaikan ucapanku dan berbicara melantur.

Aku cemberut. "Tuan! Pertanyaan anda itu ga ada hubungannya dengan apa yang ingin anda pesan. Cepat pesan apapun yang anda inginkan lalu anda bisa segera menikmatinya."

ImperfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang