Kwon 8 ::: [ Comeback Home ]

576 88 29
                                    

Tes. Tes. Tes.

Aku merasakan tetesan air hujan itu menyapu kulitku. Rasanya dingin namun nyaman, entah untuk alasan apa aku jadi menyukai hujan tanpa sebab. Aku merasa hujan seakan menjadi suatu gambaran perasaan yang tak pernah tersampaikan olehku.

Sudah beberapa hari aku memutuskan untuk pergi dari Seoul, mengungsi ke tempat yang menurutku lebih nyaman ketimbang disana. Walau tanpa Eomma, karena Eomma harus mengurus toko bakery yang sangat tidak mungkin untuk ditinggalnya.

"Sampai kapan?" Tanya suara bass itu membuat aku menoleh. Aku bahkan menarik tangangku, tidak lagi menampung tetesan air hujan.

"Sudah dua minggu dan kau tidak berniat untuk kembali ke Seoul?" Lanjut Minho, sepupuku.

"Rumahku disini, Minho-ya. Lagipula sekarang kan libur natal. Memangnya kau tidak kangen denganku?" Ucapku membuat ia meringis pelan. Namun beberapa detik kemudian dahinya mengerut.

"Tunggu, rumah?" Tanyanya bingung.

"Iya rumahku disini. Bukankah rumah adalah tempat yang bisa membuatmu nyaman? Aku merasa nyaman disini, setidaknya aku tidak perlu melihat mereka yang hanya akan membunuh perasaanku secara perlahan."

Minho menghembuskan nafasnya pelan mendengar penuturanku. Ia duduk tepat disampingku sambil menatap lurus kedepan.

"Memang, rumah adalah tempat yang bisa membuatmu nyaman. But if you not belong here, jangan memaksakan. Itu baru namanya membunuh dirimu sendiri secara perlahan." Papar Minho membuat aku tertegun.

"Cha, dongsangie. Eomma memasak soto ayam. Jadi ayo kita makan." Katanya sambil mencubit pipiku pelan.

"Ya! Kita cuma beda sebulan!" Pekikku kesal membuat Minho berlari kabur.

Aku menatap tanah basah dihadapanku, lalu memikirkan ulanh perkataan Minho.

Sudahlah, lebih baik aku memanfaatkan sisa waktu liburanku di Indonesia daripada harus memikirkan hal-hal yang cuma membuatku sedih. Aku kesini untuk senang-senang, ya kan?

****

Besok, pagi hari.

Aku bersandar pada dada Minho, tak lupa dengan mengemil popcorn yang baru saja kami buat sepuluh menit lalu. Menatap acara televisi, untung Minho berlangganan tv kabel jadi aku masih bisa menonton channel Korea tanpa harus pusing dengan bahasanya.

Omong-omong, Minho, dia sudah seperti kakak kandungku sendiri ketimbang dengan sepupu. Bahkan kami sering melakukan hal bersama sejak kecil hingga sekarang.

Walaupun saat SMP, Minho harus pindah ke Indonesia karena pekerjaan ayahnya.

"Hei, kau ini berat tau gak." Ucapnya membuat aku mendelik tajam.

"Berisik."

"Pasti berat dosa, nih." Cibirnya. Aku menyikut perutnya membuat ia mengaduh.

"Bisa gak sih, gak usah nyebelin?" Kataku kesal.

"Biar ngangenin." Ucapnya membuatku tertegun.

De javu.

Perkataannya, membuat hatiku tertohok. Mengingatkanku pada... tidak. Untuk apa aku memikirkan salah satu diantara mereka.

Dia, bahkan sudah menganggapku tidak pernah hadir dalam kehidupannya lagi.

"Dongsaengie, bibirnya jangan monyong-monyong. Nanti gak bisa balik, baru tau rasa." Ucap Minho menyadarkanku.

"Apaan sih." Ucapku kesal saat ia mencubit pipiku gemas.

"Lagi galauin siapa sih dari kemaren, bengong mulu." Keponya.

Talk! [BigBang Imagines]Where stories live. Discover now