Lima kali. Sudah lima kali Farrel bolak-balik mengecek waktu pada jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Rasanya waktu berjalan sangat lambat jika kita ingin segera mengakhirinya. Contohnya seperti sekarang. Farrel duduk di dalam kelas dengan guru matematika super killer pada jam terakhir pelajaran sebelum pulang sekolah.
Huh. Betapa Farrel membenci pelajaran ini.
Bagi Farrel matematika sama sulitnya dengan kisah hidupnya, atau lebih sulit? Entahlah. Bahkan Farrel masih mencari tahu apa fungsi rumus aljabar dan sejenisnya dalam kesehariannya. Apa iya, Farrel sebelum tidur harus menghitung berapa lama ia tidur dengan rumus aljabar? Atau, saat ia minum, apakah ia akan menghitung berapa banyak air yang ia teguk dalam setahun menggunakan aljabar?
Tiba-tiba Farrel merasakan ponselnya bergetar dalam saku celananya. Matanya was-was mengawasi pergerakan guru killer di depannya saat sebelah tangannya meraih ponselnya. Takut kalau guru itu menyadari kalau ada satu di antara tiga puluh muridnya di dalam kelas tersebut yang tidak memperhatikan ia mengajar, dan Farrel harus merasakan betapa menyengatnya panas matahari di siang hari seperti ini sambil hormat bendera jika hal itu sampai terjadi.
Fausta: Rel, gue nanti mau ada rapat buat tournament.
Fausta: Nanti lu balik duluan aja, nebeng sama siapa kek atau jalan kaki.
Fausta: Mobilnya gue yang bawa.
Sialan, Farrel hendak merutuki Fausta kalau ia tidak ingat sedang ada dalam pelajaran berguru killer. Enak saja, dia disuruh jalan kaki. Kalau tau begini akhirnya, Farrel yang akan suka rela menyetir tadi pagi, sehingga kunci mobil ia yang membawanya.
Farrel memutar otak, bagaimana caranya supaya ia tidak pulang dengan betis yang pegal-pegal karena berjalan.
Seketika ia teringat kalau setelah pulang sekolah nanti, ia akan ke rumah sakit bersama Keiza. Setelah pulang dari rumah sakit, Farrel akan memaksa cewek itu supaya mengantarnya pulang ke rumah. Eh, Farrel kembali teringat hal lain. Emang Keiza bawa mobil? Batinnya bingung.
Farrel mengendikan bahu tak acuh, terserahlah, ia pulang naik apa saja juga jadi. Yang ia pikir saat ini adalah bisa cepat pulang sekolah dan ke rumah sakit bersama Keiza. Ya, hanya berdua. Farrel pikir itu akan sangat menyenangkan.
Farrel: Ok.
Dan dengan cepat Farrel menyimpan ponselnya di tempat semula. Mengetuk-ngetukkan pulpennya pada pipi kanannya seolah tidak ada hal apa pun yang ia lakukan selain memperhatikan guru.
Sekali lagi Farrel mengecek jam tangannya. Ya, sepuluh detik dari sekarang! Farrel tersenyum senang sembari menghitung dalam hati. Sepuluh... sembilan... delapan..., tiga... dua... satu...
Kring... Kring... Kring...
Tepat sasaran. Cengiran Farrel melebar saat hitungannya pas sekali dengan berbunyinya bel pulang sekolah, tak lama bunyi lain ikut mengisi keheningan kelas.
Tet.. Tet.. Tet
"Rel, matiin alarm lu bego. Nanti diomelin lagi mampus lu." Nando, teman sebangku Farrel menyenggol lengan cowok itu.
Farrel buru-buru mematikan alarm pada jam tangannya sebelum seseorang menyadarinya dan langsung mengamuk. Sudah menjadi rahasia kelas, kalau akan ada bunyi alarm setiap mata pelajaran berakhir yang berasal dari jam tangan Farrel.
Entah apa tujuan cowok itu selalu memasang alarm pada jam tangannya kala mata pelajaran berakhir. Yang pasti, selain menguntungkan bagi Farrel, menguntungkan juga bagi teman-teman sekelasnya. Walaupun tak jarang Farrel akan dimarahi oleh guru karena keberisikan alarmnya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Cream
Teen FictionIni semua tentang kisah Farrel dan Fausta, si kembar identik yang populer dan tajir pesona. Farrel, cowok tampan dengan hobi fotografi itu memang sangat mengagumkan, namun sikapnya yang selengean dan tengil membuat gadis incarannya selalu kesal saat...