Avari merengut kesal memandang Fausta yang sedang menyetir dengan santai. Awalnya mereka tidak hanya berdua, tetapi bertiga karena ada Arin di kursi belakang, namun kali ini mereka kembali berdua karena Arin sudah mereka antar pulang ke rumah lima belas menit yang lalu.
Dan, sudah lima belas menit pula lah ia terjebak suasana canggung ini-oh, atau hanya ia saja yang menganggap ini canggung? Buktinya Fausta santai-santai saja tanpa merasa terganggu.
Oke, Avari terlalu lebay untuk masalah ini.
"Mau ke mana, sih, Rel?" tanya Avari kesal.
Fausta menoleh dengan alis naik sebelah, "Gue keberatan lo main ganti-ganti nama gue." Setelahnya Fausta menoleh lagi ke depan, memandang jalanan malam ibukota lurus-lurus tanpa memperdulikan wajah bingung Avari.
"Maksud lo apaan?" kerutan samar di dahi Avari masih terlihat.
Fausta mendesah malas, "Tadi lo manggil gue 'Rel', dan gue keberatan karena nama gue lo ganti." Kata Fausta dengan bola mata yang berputar.
Dahi Avari makin mengernyit, "Apaan? Nggak mungkin lah. Mana mungkin gue nyebut lo 'Rel', ada-ada aja."
"Terserah lo, lah. Orang emang nyatanya begitu. " kesal Fausta.
Avari mengendikan bahunya acuh lalu melihat ke depan, mengikuti apa yang Fausta lakukan. Ia melirik ke arah ponsel Fausta yang bergetar tanda ada notifikasi masuk, ia kemudian melirik ke arah Fausta yang masih asik dengan kegiatan menyetirnya.
"Hape lo geter, Fa." Ucap Avari dengan nada datar, dagunya mengendik ke arah ponsel Fausta yang kembali bergetar.
Fausta menoleh ke arah ponselnya yang layarnya berkedip-kedip. "Tolong liatin, Var." katanya singkat masih dengan pandangan lurus ke arah jalanan yang ramai.
Avari memutar bola matanya malas, dan dengan gerakan tidak niatnya ia mengambil ponsel Fausta dan menggeser slidenya, ia menghela nafas melihat bahwa ponsel Fausta dikunci dengan sandi. Ia mengarahkan layar ponselnya ke arah Fausta, "Apa kuncinya?" tanyanya malas.
Fausta melirik layarnya sebentar, "Nama lo."
Pipi Avari memanas mendengar ucapan Fausta. Ia segera menarik ponsel Fausta dan membuang mukanya yang memerah dari hadapan Fausta, untung saja cahaya dalam mobil remang-remang, juga poni rambut Avari yang diurai, sehingga Fausta tidak dapat melihat wajah Avari yang sudah seperti tomat itu.
Setelah memasukkan sandi sesuai apa yang Fausta katakan, ia menekan tulisan 'ok', namun sandi salah. Avari mengernyit bingung, "Kok salah?"
Fausta menoleh setelah memberhentikan mobil, Avari melihat keadaan sekitar melalui jendela mobil, dan tampak sebuah café sederhana namun elegan yang terdapat di bahu jalan.
"Nama lo. Masa salah?" ucapan Fausta membuat Avari menoleh.
"Lihat aja sendiri, ada tulisan salah." Dengus Avari malas.
"N-a-m-a l-o," eja Fausta yang membuat mata Avari seketika membelalak, dalam hati ia menggerutu karena telah begitu saja percaya pada ucapan Fausta, atau lebih tepatnya ia sendiri yang terlalu ge-er karena Fausta memakai namanya menjadi sandi ponselnya. Lagi pula mana mungkin Fausta melakukan itu. "Emang lo ngetiknya apa? Jangan bilang nama lo sendiri?" Fausta mengerling jahil.
Avari menggeleng, berusaha keras memasang wajah serius agar Fausta tidak menyadari kalau ia berbohong, "Gue ngetiknya 'nama lu', pantesan salah," Avari sok mangut-mangut, mengabaikan tatapan jahil Fausta. "Gue nggak gampang dikibulin, ya, kayak lo," katanya lalu melepas seatbelt dan membuka pintu kemudian merangkak turun mengikuti Fausta.
![](https://img.wattpad.com/cover/39638312-288-k180668.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Cream
Fiksi RemajaIni semua tentang kisah Farrel dan Fausta, si kembar identik yang populer dan tajir pesona. Farrel, cowok tampan dengan hobi fotografi itu memang sangat mengagumkan, namun sikapnya yang selengean dan tengil membuat gadis incarannya selalu kesal saat...