Farrel menutup pintu mobil. Ia mengeluarkan kamera miliknya itu dan mengalungkannya di leher.
Cowok itu melangkah memasuki pekarangan rumahminimalis milik seseorang yang ditujunya dengan perlahan, hingga ia tiba di depan pintu rumah yang tertutup, cowok itu mengetuk-ngetuknya hingga seorang wanita setengah baya membuka kemudian menyambut kedatangannya.
---
Engkau datang
Bagai ombak menerjang
Di pagi hari yang terang
Bersama kicauan burung yang terbang
Kemudian kau pergi
Dengan sesuka hati
Tanpa berpikir dua kali
Dan kau pun tak datang kembali
Isak tangis ku pendam sendiri
Hingga aku meringis nyeri
Tanpa ada yang mengetahui
Dan juga peduli
Tetapi biar saja begitu
Hingga hari berlalu
Dan kau tak lagi mengingatku
Sedang aku hanya dapat menunggumu
Senyum Avari terukir begitu puisi buatannya sudah selesai ia tulis di selembar kertas. Ia membaca ulang bait demi bait kata dalam puisi tersebut, namun senyum Avari terhapus sudah saat selesai membaca puisi tersebut.
Puisi galau lagi. Batin Avari kesal. Entah karena apa, mood menulis puisi yang akan ia publikasikan dalam blognya selalu berakhir seperti ini, menjadi sebuah puisi galau menye-menye yang Avari bingung dari mana bisa kata-kata tersebut terbesit dalam benaknya dan kemudian dituangkan dalam sebuah kertas oleh tangannya.
Ia masih mengingat perkataan Farrel, jika tidak perlu banyak curahan hati di dalam blognya yang malah akan membuat blognya penuh oleh sampah tak berguna. Lagipula walaupun ia curhat di blognya tersebut, belum tentu ada yang perduli—simpelnya, belum tentu akan ada yang membacanya, bukan?
Setelah menghela nafas, Avari meremas-remas kertas berisi tulisannya tersebut. Dan bertepatan dengan itu, pintu kamarnya terbuka dan kepala Meta muncul dari sela pintu yang terbuka.
“Vari, Farrel udah dateng, tuh,” ucap Meta.
Vari mengangguk-angguk. “Suruh Farrel ke kamar Vari aja dulu, Ma, Vari ada urusan dikit sama dia.”
Meta mengernyit. “Ya udah tapi ngobrol sama Farrelnya yang cepet, biar bisa cepetan nganterin kuenya Bu Dina.”
“Iya, Ma, iya ....”
“Ya udah,”
Ceklek
Pintu kembali tertutup dan Meta pun sudah beranjak pergi dari sana, Vari dapat mendengar samar suara berat milik Farrel tengah bercakap-cakap sebentar dengan mamanya. Kemudian pintu kembali terbuka dan sosok tinggi Farrel muncul dari sana.
Ceklek
Farrel berjalan mendekat setelah menutup pintu dengan punggungnya. Gigi-gigi rapi milik cowok itu terlihat seiring melebarnya cengiran cowok itu.
“Bantuan apa yang bisa diberikan oleh orang baik kayak gue, Var?” tanya Farrel pede. “Eh, kenapa muka lo murung gitu, deh?” tanyanya lagi saat menyadari ekspresi yang ditunjukan oleh Avari.
![](https://img.wattpad.com/cover/39638312-288-k180668.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ice Cream
Teen FictionIni semua tentang kisah Farrel dan Fausta, si kembar identik yang populer dan tajir pesona. Farrel, cowok tampan dengan hobi fotografi itu memang sangat mengagumkan, namun sikapnya yang selengean dan tengil membuat gadis incarannya selalu kesal saat...