Rivi masuk ke ruangannya dengan perasaan yang sukar dilukiskan. Lega karena akhirnya rapat tentang kegiatan setahun proyek berjalan lancar. Untunglah ada Dirga yang bersedia ketempatan untuk acara barbekyu. Hmm... ini berarti sudah setahun Rivi meninggalkan Bukittinggi. Entah kenapa, kali ini ia tidak terlalu merindukan Bukittinggi ataupun kampung halamannya Jakarta. Instingnya berkata, setahun yang telah berlalu terasa menyenangkan dan setahun ke depan pasti akan lebih istimewa.
Rivi duduk dikursinya dan mulai menumpukan konsentrasi lagi. Dilihatnya ada sebuah e-mail yang baru masuk. Dari Dhio.
My Dear Rivi,
Kamu baik-baik saja? Lama tidak menerima e-mailmu. Bagaimana proyekmu? Hampir setahun berlalu. Tanpa kamu disisiku untuk ke sekian kalinya. Aku kangen, Pulanglah ke rumah.
Dengan seluruh cintaku.
Dhio
Rivi tersenyum tipis . Kehangatan dan keharuan muncul bersamaan dihatinya. Tangannya segera mengetik balasan e-mail tersebut.
Dear Dhio,
Aneh, aku tidak merindukan Bukittinggi ataupun Jakarta. Tapi aku merindukanmu. Percayalah, aku akan pulang. Tidak kemana-mana. Aku hanya akan pulang ke sebuah tempat yang kusebut rumah.
-Rivi-
Rivi menekan tombol send.
****
Dirga mendorong pintu pantry. Di dalamnya sudah ada Gulid, Luna dan Dini yang mulai kepayahan bergerak dengan perutnya yang semakin besar.
"Nah itu Dirga, ayo rapatnya kita mulai aja!" ujar Gulid.
Dirga mengernyitkan kening.
"Rapat kok di pantry?"
"Ini kan rapat santai.." Luna mengedipkan mata. Yang lain tertawa.
"Nah, selain barbekyu, kita buat acara apa lagi?" tanya Luna.
"Lebih seru kalau ada permainan."
"Kayaknya aku punya beberapa ide untuk permainan. Nanti ku matangkan konsepnya. Sekaligus di puncak acara, kita akan mengadakan evaluasi," ujar Gulid.
"Terus, menu makanannya gimana nih?" tanya Dirga.
"Kayaknya sehari sebelum acara kita perlu belanja bahan mentah. Apa aja yang mau dibeli ya?"
"Yang standar ajalah. Ayam, ikan, cumi dan daging."
"Nanti aku bantuin masak dirumahmu," tawar Dini, ragu-ragu. Matanya menatap Dirga dengan pandangan bertanya. Dirga mengerti arti pandangan Dini. Buru-buru ia mengangguk.
"Kita semua akan membantu di rumah Dirga," putus Gulid.
"Kue-kue mau beli atau buat sendiri?"
"Hmm, aku mau bawa cake."
"Aku bisa buat risoles. Tapi aku buat dirumahmu aja ya?" pinta Dini.
"Oke, kekurangannya kita beli aja ya?"
Luna sibuk mencatat hasil rapat siang itu. Gulid menatap perut Dini yang semakin membuncit.
"Din, kamu kontrol ke dokter mana?" tanya Gulid.
Dini menggeleng.
"Semua dokter yang kutemui menolak setelah tahu aku HIV positif," ujar Dini kaku.
"Astaga. Jadi bagaimana kamu akan melahirkan nanti? Kamu nggak berniat memakai bidan kan?" pekik Gulid semakin kaget.
Muka Dini semakin keruh.
KAMU SEDANG MEMBACA
PITA MERAH DALAM SEBUAH CERITA 2
Romance❌Cerita repost bertema gay ❌Writer : @Rendesyah ❌HOMOPHOBIC DIHARAP MENJAUH!