Bagian Akhir

2.4K 152 5
                                    

Dirga menyodorkan secangkir teh untuk Papanya. Kemudian didorongnya cake keju menjadi beberapa bagian kecil. Diambilnya sepotong, lalu diletakkannya di sebuah piring kecil. Ia menyodorkan pada Papanya.

"Hm.. lezat. Siapa yang buat?" tanya Dr. Poernomo setelah mencicipi cake tersebut.

Dirga tersenyum.

"Fani."

"Oh Papa kira kamu belajar masak," sahut Dr. Poernomo sembari tertawa lebar.

Dirga meringis malu.

"Hehehehe... Aku kan cowok Pah."

"Memang laki-laki nggak boleh memasak? Koki terkenal justru banyak laki-laki nak. Jam berapa mengantar Reza ke airport tadi?"

"Tadi jam sepuluh," sahut Dirga sambil sibuk mereka-reka sesuatu dibenaknya.

Beberapa hari ini ia sudah berpikir masak-masak. Apalagi kedatangan Reza semakin menguatkan keputusannya. Mungkin tidak akan mudah dan Papa juga pasti tak setuju, tapi Dirga tak ingin menyerah. Kenapa Dirga tak bisa seperti itu?

"Papa...." panggil Dirga lirih.

Dr. Poernomo menoleh. Setengah tertunduk ia menatap wajah putranya. Ketika melihat raut muka Dirga yang tegang dan serius. Lelaki itu segera menutup bukunya. Tanpa menjawab, dipandangnya wajah Dirga dengan tatapan lembut.

Dirga menelan ludah yang terasa menyangkut di kerongkongan. Tatapan lembut Papanya semakin membuatnya salah tingkah.

"Pa, Dirga mohon maaf hingga saat ini Dirga belum bisa berubah. Dirga sedang jatuh cinta dengan lelaki Pah. Tapi kalau misalnya lelaki pilihanku ternyata seorang HIV positif, apa Papa akan menyetujuinya?" tanyanya pelan.

Raut wajah Dr. Poernomo sama sekali tak bereaksi kecuali hanya sebuah senyuman.

"Sama seperti dulu ketika kamu mengaku gay ke Papa nak, Papa hanya berharap kamu bisa berubah. Tapi ini hidupmu, kalau kamu sendiri sudah mengerti betul segala konsekuensinya, kenapa Papa harus melarangnya?" Dr. Poernomo balik bertanya.

Dirga terdiam.

"Apa Papa nggak marah atau kecewa? Atau malah malu memiliki menantu seorang laki-laki dan juga seorang HIV positif?" cetus Dirga pelan.

Dr. Poernomo bangkit dari tempat duduknya dan pindah disebelah putranya. Sebelah tangannya terangkat memeluk bahu Dirga.

"Dirga... Papa menganggapmu sudah dewasa dan mampu mengambil keputusan sendiri serta dapat mempertanggungjawabkannya. Sudah hampir enam tahun kamu mengaku ke Papa kalau kamu gay, dan sudah hampir dua tahun kamu bergabung di Asian Care Center dan terlibat langsung dalam isu HIV/AIDS, pasti kamu sudah tahu betul konsekuensinya jika menjadi seorang gay dengan pasangan ODHA. Kalau kamu siap dan yakin, Papa nggak akan pernah melarangnya," sahut Dr. Poernomo pasti.

Dirga menatap Papanya tidak percaya. Tapi senyum Papanya menghilangkan keraguan Dirga. Dengan mesra ia memeluk erat Papanya.

"Terimakasih Pah."

"Ngomong-ngomong siapa lelaki itu?" tanya Dr. Poernomo

"Ng.....Rivi. Bagraswara Egriano Riviansyah," sahut Dirga tersipu.

"Rivi bosmu itu?" tanya Dr Poernomo tak percaya. Dirga mengangguk malu.

Lelaki itu manggut-manggut.

"Berarti lelaki itu yang akhirnya sanggup menyaingi kepintaran dan ketampanan Papa ya?" ledek Dr. Poernomo.

Dirga semakin tersenyum malu sambil menyembunyikan wajahnya di dada Papanya.

PITA MERAH DALAM SEBUAH CERITA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang