Bagian 12

1.8K 146 3
                                    

Gulid menyambut dengan sebuah senyuman ketika pintu ruangan konsultan terbuka dan Dirga masuk dengan bibir cemberut.

"Selamat pagi.. Kok manyun?"

Dirga tak menjawab. Diletakkannya tas ke atas meja dengan gerakan kasar. Kemudian ia mengeluarkan laptop dari tasnya dan menekan tombol power dengan keras. Kaki kanan Dirga menarik kursi ke arahnya lalu membanting tubuhnya hingga mengeluarkan suara keras.

Gulid memerhatikan gerak-gerik temannya dengan geli. Ia tahu Dirga pasti masih cemburu terhadap sosok laki-laki misterius Rivi. Tapi Gulid memilih diam dulu dan menunggu reaksi Dirga. Ia memilih tenggelam dalam pekerjaannya. Banyak modul pelatihan yang harus diselesaikannya. Apalagi Gulid tidak bisa memaksakan diri bekerja lama seperti Dirga. Jam kerja yang panjang, kurang istirhat, dan stres bisa dipastikan akan membuat stamina Gulid menurun, dan itu yang tidak diinginkan oleh Gulid.

Lama waktu berlalu. Tidak ada suara terdengar. Hingga tiba-tiba terdengar pintu dibuka dan Luna menyembulkan kepalanya. Gulid segera menoleh.

"Aih... aih... dipanggil dari tadi nggak ada yang nyaut. Kalian dipanggil si bos tuh. Kayanya dia lagi bete. Marah-marah dari tadi pagi."

Gulid melihat ke arah Dirga. Dirga hanya cemberut. Beriringan mereka keluar ruangan menuju ruangan Rivi.

Rivi sedang memelototi layar laptop saat Gulid dan Dirga muncul. Wajahnya terlihat gusar. Ketika Gulid dan Dirga masuk, Rivi mengangkat kepalanya dan memberi isyarat mereka untuk duduk. Perlahan-lahan Dirga dan Gulid duduk sambil berpandangan, mencoba menebak alasan Rivi memanggil mereka. Rivi menyodorkan setumpuk kertas yang berisi angka-angka, sekali lirik saja. Gulid dan Dirga langsung bisa menebak alasan kegusaran Rivi.

"Baru setahun proyek ini berjalan, kita sudah membelanjakan uang yang terlalu banyak. Sementara pencapaian target masih belum jelas. Kalau begini cara kerja kita, donor tidak akan percaya lagi!!"

Gulid dan Dirga terdiam dengan kepala tertunduk.

"Bagaimana perkembangan pembuatan modul? Masih banyak yang belum selesai kan?"

Dirga dan Gulid mengangguk.

"Aku mau semua modul itu diselesaikan dalam waktu seminggu ini. Dan harus yang final. Aku nggak mau menerima modul yang masih mentah atau yang harus direvisi lagi!" tandas Rivi.

Gulid mengangguk. Dirga mengernyitkan keningnya.

"Kalau memang begitu, kita tunda saja acara barbekyunya," usul Dirga.

"Kenapa?" Rivi heran.

Gulid menoleh ke arah Dirga, tak mengerti maksud temannya.

"Karena nggak mungkin dalam masa seminggu ini kami harus menyiapkan modul dan mengurus acara barbekyu."

"Apa maksudmu? Itu hanya acara barbekyu!!" suara Rivi mulai meninggi.

Gulid memandang Dirga khawatir. Tapi kepala Dirga malah terangkat tegak menantang Rivi.

"Untukmu, itu hanya acara barbekyu. Tapi buat kami, itu sebuah kerja. Karena kami harus menyiapkan menu, acara, dan mengurus hal lainnya. Jadi lebih baik ditunda saja," putus Dirga.

Rivi mengatupkan mulut, menahan kesabaran yang sudah menipis. Gulid duduk dikursinya dengan tubuh kaku.

"Dirga, kalau kamu keberatan acara tersebut dibuat dirumahmu, katakan saja. Tapi aku nggak akan menundannya. Setelah evaluasi kerja yang pasti sangat menegangkan buat semua orang dikantor ini, kita semua butuh penyegaran. Itu gunanya acara barbekyu!"

Dirga mengatupkan mulutnya rapat-rapat.

"Ada pertanyaan lain? Kalau tidak ada, aku tunggu hasil kerja kalian seminggu lagi. Dan. Oh ya, katakan pada Luna mengenai keberatanmu. Luna akan mencari tempat lain untuk acara tersebut!!" putus Rivi, tak ingin dibantah.

PITA MERAH DALAM SEBUAH CERITA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang