"Abang, kalau ada telepon, tolong angkat ya. Aku mau ke pantry, laper," ujar Dirga sambil membuka tas dan mencari-cari sesuatu.
"Oke. Eh, kamu mau makan apa sih?" tanya Gulid.
Tangan Dirga yang tadi merogoh ke dalam tas sudah teracung sambil memegang sebuah mangga. Gulid tertawa geli.
"Sadar kesehatan juga ya?"
"Ketularan Abang!!"
"Hahahahaha... Ya udah sana."
"Abang mau?"
"Nggak ah. Nanti juga aku mau ke pantry kok, mau bikin teh," tolak Gulid sambil menggelengkan kepala.
Dirga segera bangkit dari kursi dan keluar ruangan. Melewati ruangan Rivi, refleks sudut matanya melirik dan kecewa melihat pintunya tertutup. Mungkin Rivi sedang sibuk. Program mereka sudah berjalan jauh dan beberapa bulan lagi sudah akan berakhir. Apa yang akan terjadi setelah ini? Apakah Rivi akan kembali ke Bukittinggi atau Jakarta? Tentulah. Untuk apa dia bertahan di Merauke? Pekerjaan Asian care Center Pusat pasti sudah menumpuk.
Sekelumit kekecewaan menyelusup di hati Dirga. Ah, sudahlah. Dijalani saja beberapa bulan yang tersisa ini. Dirga mendorong pintu Pantry. Dicucinya mangga yang sengaja dibawanya dari rumah. Jam segini memang selalu memancing rasa lapar. Dirga selalu harus membawa sesuatu dari rumah. Entah itu buah atau biskuit.
Diambilnya sebilah pisau yang tersimpan di laci. Dikupasnya helai demi helai kulit mangga tadi. Sesekali pikirannya kembali melayang pada Rivi. Kalau lelaki itu benar-benar kembali ke asalnya, apakah itu berarti aku tidak akan bertemu dengannya lagi? Dirga bertanya dalam hati. Lantas, hubungan mereka akan berhenti sampai di sini? Dirga mendesah kecewa. Berarti cintanya hanya akan bertepuk sebelah tangan. Pikirannya masih menerawang tak tentu arah.
Tiba-tiba, sesuatu seperti mengagetkan Dirga. Refleks ia membalikkan badan.
Sreettt!!!
Ujung pisau yang dipegang Dirga menggores tangan Rivi. Darah menyembur keluar dari luka itu. Rivi mengaduh kesakitan.
"Astaga, Rivi? Maaf!!" Jerit Dirga panik. Matanya menyapu sekeliling, mencari-cari sesuatu yang bisa menutup luka Rivi. Tetesan darah jatuh ke lantai.
Tiba-tiba mata Dirga menangkap selembar kain lap. Bergegas diambilnya lap tersebut dan tangannya terulur meraih lengan Rivi yang terluka. Tapi tangan Dirga ditepiskan dengan kasar. Mata Rivi menyorot tajam.
"Riv, aku minta maaf. Sini aku bantu membalut lukamu," pinta Dirga sungguh-sungguh. Tapi Rivi malah memandang Dirga. Tatapannya tajam. Entah apa maksudnya.
"Riv? Ayolah, darahnya semakin deras!!" bujuk Dirga lagi, mulai tak sabar.
Tapi Rivi bergeming, seakan tak memedulikan kepanikan Dirga. Ia malah terlihat tenang dan kalem.
"Kembali saja keruanganmu. Aku bisa mengerjakannya sendiri!!" tolak lelaki itu. Nada suaranya tegas dan tak ingin dibantah.
Dirga terpana. Ia tak mengira Rivi menolak bantuannya.
"Kenapa? Rivi, aku minta maaf. Biarkan aku......" Dirga masih berkeras.
"Dirga!! Sudah aku bilang, kembali keruanganmu. Cepatlah!! Sebelum aku kehabisan darah!!" potong Rivi. Kali ini sinar matanya semakin tajam menatap Dirga.
Dirga menghela napas. Dengan kesal, dibantingnya kain lap tadi ke atas meja dan pergi keluar. Hatinya betul-betul sakit menerima perlakuan Rivi tadi.
****
Dirga membuka pintu ruangan dengan keras. Dibantingnya tubuhnya ke kursi. Sedetik kemudian tangannya mulai menekan-nekan keyboard laptop dengan keras. Sesekali mouse di tangan kanan dipukul-pukulkan ke meja karena kursor bergerak sangat lambat.
![](https://img.wattpad.com/cover/62600997-288-k84081.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
PITA MERAH DALAM SEBUAH CERITA 2
Romansa❌Cerita repost bertema gay ❌Writer : @Rendesyah ❌HOMOPHOBIC DIHARAP MENJAUH!