Jam delapan malam, Rumah Dirga mulai dipenuhi anak-anak Asian Care Center. Luna bertugas di bagian dapur, dibantu Dini yang sesekali mengelus-elus perutnya. Usia kandungannya sekarang sudah sembilan bulan.
Gulid bertugas menyambut tamu dan mengatur acara secara keseluruhan. Sedangkan Dirga mondar-mandir antara dapur dan ruang tamu. Sesekali ia memerhatikan Dini yang khawatir, tapi yang diperhatikan malah bergerak leluasa dengan percaya diri. Kekhawatiran itu disampaikan Dirga pada Gulid.
"Wajarlah Ga. Namanya juga hamil sembilan bulan. Ya perutnya sebesar itu," ujar Gulid sambil menghitung orang yang sudah datang.
"Hampir semua sudah muncul, tumben acara begini semua datang tepat waktu," ujar Gulid.
Dirga tertawa. Ia ikut menghitung, matanya sibuk mencari-cari seseorang.
"Kok dia belum datang ya?" bisiknya kecewa.
Gulid menepuk lengan Dirga.
"Sabar. Jarak dari hotelnya ke sini kan lumayan jauh. Apalagi ini malam Minggu."
"Asal dia dateng aja. Awas kalau nggak!! "
"Eh, papamu mana? Nggak praktik?" tanya Gulid.
"Di ruang kerja. Kenapa?"
"Lho, dia kan mesti siap-siap nyambut calon menantu," kekeh Gulid.
Dirga mencibir. Luna berjalan mendekati mereka.
"Siapa yang mau bakar-bakaran nanti Ga?" tanyanya.
"Banyak ini teman-teman kantor kita, pasti mereka mau kau bakar-bakaran. Kita kan udah capek nyiapan semuanya sejak pagi tadi."
Luna segera mendekati kerumunan teman-teman di Asian Care Center dan menyuruh mereka memulai membakar bahan makanan yang sudah disiapkan.
"Luna bener-bener luwes dalam menyuruh orang kerja ya," bisik Gulid.
Dirga mengangguk geli. Sekarang para lelaki itu sudah diberi tugas oleh Luna. Ada yang membakar, ada yang mengipasi api, ada yang bertugas menjaga kebersihan. Tak satu pun yang bebas dari tugas.
"Sssttt.......... tuh si bos dateng," bisik Dirga sambil menjawil lengan Dirga.
Dirga mengalihkan pandangan ke gerbang. Kijang Krista berhenti di depan rumah tepat di belakang mobil Dirga. Pintu belakang terbuka dan Rivi turun. Seketika Dirga mendelik melihat lelaki tampan ikut turun mengikuti Rivi. Tak sadar tangannya mencengkeram lengan Gulid.
"Ngapain dia bawa lelaki itu kemari? Nggak minta ijin pula!!" gerutu Dirga.
"Hei, dia ini bos kita. Buat apa minta ijin?" balas Gulid.
"Tapi ini kan rumahku!!" Dirga tak mau kalah. Gulid geleng-geleng kepala.
Langkah Rivi dan Dhio semakin mendekati Gulid dan Dirga.
"Bagaimana persiapan acaranya? Semua lancar, kan?" sapa Rivi kepada mereka.
"Lancar. Anak-anak udah mulai bakar-bakar," sahut Gulid sambil menunjuk kerumunan orang yang sedang berdiri mengelilingi meja panggangan.
Rivi mengangguk.
"Kita mulai aja ya?" tanya Rivi meminta pendapat.
Gulid mengangguk.
"Iya, anak-anak juga udah mulai lapar."
Rivi melangkah ke tengah teras diikuti Gulid dan Dhio. Dirga mengikuti mereka dari belakang sambil cemberut.
****
Acara yang disusun Gulid berjalan lancar. Apalagi setiap permainan yang dilontarkan selalu mengundang tawa. Semua orang ingin berpartisipasi dalam permainan itu. Dirga dan Luna sudah menyiapkan beberapa bingkisan kecil sebagai hadiah untuk setiap permainan. Rivi terlihat puas. Dhio pun kelihatan sangat menikmati acara itu. Sementara Dirga menjaga jarak dan tidak mau berdiri terlalu dekat dengan Rivi. Ia benar-benar tersinggung dengan tindakan lelaki itu yang membawa Dhio ke rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PITA MERAH DALAM SEBUAH CERITA 2
Storie d'amore❌Cerita repost bertema gay ❌Writer : @Rendesyah ❌HOMOPHOBIC DIHARAP MENJAUH!