Prolog

49 10 0
                                    


Suara langkah kaki terdengar mendekat, tak lama berganti dengan suara gagang pintu yang merenggang. Selangkah dua langkah, suara langkah kaki itu lenyap. Terasa ada sebuah benda dingin di tempelkan di tubuhnya, lalu benda itu berpindah ke bagian lain. Ia ingin membuka matanya, namun ia merasa tidak mampu melakukan hal itu. tapi ia dapat mendengar dan merasakan sesuatu di sekitarnya.

Beberapa saat tanganya di sentuh seseorang, entah siapa, tapi yang jelas sentuhan itu lembut. Ia merasa benar-benar sangat lemah, entah ada apa dengan tubuhnya. tapi membuka matanya sendiri, ia benar-benar tidak mampu. Dan menyerah, tangan. Ia mulai mengumpulkan tenaganya untuk menggerakan tangannya. Dan akhirnya.

"Tanganya bergerak,"

Ia mendengar seseorang itu berseru, lalu kemudian ia merasakan tubuhnya kembali di tempelkan beberapa benda, yang terasa dingin. Dan ia juga merasa sedikit nyeri kecil di bagian lenganya. Nyeri itu seperti di gigit serangga. Dan tak lama nyeri itu hilang, ia merasakan seperti lelah yang benar-benar membuatnya tidak bisa menggerakan tubuhnya, dan ia akhirnya kembali terlelap.

Jika gerak tanganya tadi adalah akhir, dan lelapnya kini menjadi sebuah penutup. Sungguh, Ia tidak ingin terbangun. Apapun yang terjadi di bumi saat ini, yang menggiurkan, yang menyenangkan. Ia tidak ingin bangun lagi. Tidak ada yang menunggunya bukan? Siapa? Keluarga? teman? tidak ada. Jika bisa memilih takdir, memilih hidup. Ia lebih memilih tidak lahir di dunia, bukanya tidak bersyukur. Hidup memang anugrah, tapi tidak untuk hidupnya. Benarkan ? kehidupan abnormal, diluar logika, tidak ada seorang pun. Untuk apa hidup seperti itu, semua hanya relasi pasang surut. Ya... memang lebih baik tidak pernah dilahirkan, lagi pula siapa yang meminta untuk di lahirkan? Dengan keadaan seperti ini. 

IN TIME :  HallucinationsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang