Alena menahan senyumnya begitu mendengarkan suara Muda yang sedang membacakan ayat suci Al-Qur'an di hadapan seluruh tamu undangan. Mushkin sudah membacakannya, sebagai ayah dari Dylan dan Muda membacakannya sebagai perwakilan keluarga besar mereka. siapa yang sangka pria yang irit bicara itu begitu luar biasa membuat Alena terhanyut saat mendengarkannya mengaji.
Alena jadi berpikir, rasanya pasti menyanangkan jika kumandang indah itu ia dengar setiap hari. ya Tuhan... dunia rasanya sempurna sekali kalau seandainya itu benar-benar terjadi.
Baiklah, pikiran macam apa ini? berani-berani nya kepalanya berpikir seperti ini!
Selesai pengajian, rumah Icha masih ramai dengan para keluarganya yang berkumpul. Icha bilang nenenknya tidak hadir karena sedang sakit di Kampungnya, sehingga kehadiran keluarga mereka tidak lengkap seperti biasanya.
Alena melihat pak Haris. Ia ingin menyapanya, tetapi entah kenapa Alena malah tidak berani mendekatinya. Apa ya, Pak Haris itu punya aura intimidasi yang kuat, Alena belum mampu melewatinya.
Jadilah sekarang ia memilih untuk duduk di dekat dapur, tempatnya mengobrol dengan Muda tadi. Astaga, senyumannya muncul lagi mengingat obrolan mereka tadi.
Kenapa sih, Alena jadi senyam senyum tidak jelas seperti ini.
"Lenoy, lo bisa pegangin Dylan dulu? Gue nggak kuat, kebelet." Icha menghampirinya seraya menyerahkan Dylan padanya tanpa persetujuannnya. Eh tunggu dulu, ini Dylan tidak akan apa-apa di gendongannya? Alena kan belum bisa menggendong bayi seperti ini.
Di dapur tidak ada siapa-siapa, dan sepertinya tempat ini tidak aman. Alena berjalan dengan perlahan kembali ke ruang tamu, Heni tersenyum padanya, melambaikan tangannya untuk menyuruh Alena duduk di sampingnya.
Anggota keluarga yang lain mulai berpencar, sebagian berada di luar, sebagian lagi sibuk memakan makanannya.
Alena hanya duduk berdua saja dengan Ibunya Mushkin sekarang.
"Hai tante..." Sapanya.
Heni tersenyum, "Hai sayang... kamu sehat kan?"
"Sehat dong tante, Alena kan selalu sehat. Kalau Alena sakit, si mami pasti ngomel panjang lebar."
Heni tertawa, ia menatap Alena lagi, "Nggak nyangka ya, kamu gendong anak si Mus sekarang, tapi itu bukan anak kalian, melainkan anak si Mus sama Icha. Dulu padahal tante kira kamu bakalan jadi menantu tante."
Alena tertawa, "Iya ya, tan. Aduh harus di apain nih si Dylan? Eh si Icha nya?" Candanya. Heni tergelak.
"Tapi kamu nggak apa-apa kan? kamu nggak ada niatan buat gangguin si Mus kayak kamu gangguin dia sama pacar-pacarnya dulu yang nggak bener itu kan?"
Alena tertawa lagi. sepertinya dia tertawa terlalu keras karena Dylan terusik dalam tidurnya. Tangannya menepuk-nepuk pelan tubuh kecil Dylan untuk menenangkannya.
"Tenang aja tan, dulu kan pacar si Mus nggak bener semua. Sedangkan ini si Icha, satu-satunya yang nggak bener dari dia itu ya isi kepalanya."
Alena tertawa lagi.
"Ssst hati-hati loh Len, nanti papanya denger."
Ups. Alena mengedarkan penglihatannya pada seluruh penjuru ruangan. Aman... pak Haris sedang berbicara dengan Reno.
Mushkin berjalan menuju ruang tamu, "Ada yang mau bantu buat timbangin rambutnya Dylan?" Pintanya
Alena tersenyum.
"Biar aku aja."
"Saya saja."
O-ow...
Alena menoleh, Muda juga menoleh. Sementara semua orang memperhatikan mereka berdua dengan seksama.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Short Journey (3)
RomanceOrang bilang, seseorang yang dilangkahi menikah oleh adiknya akan lama sekali mendapatkan pasangan. Bagi Iskandar Muda, semua itu tidak masalah. Ia akan menikah suatu saat nanti, satu keyakinannya. Iskandar Muda tidak pernah menyangka, ia bisa bert...