2 - Manis di luar Anarkis di dalam

143K 9.3K 623
                                    

"Heh... Alenoy, lo belum jawab gue... kenapa lo bisa bareng sama abang gue?" Icha menyikut Alena, berbisik pelan karena takut Muda mendengarnya.

Alena malah tersenyum seraya menggoyang-goyangkan kepalanya, "Mau tau aja apa mau tau banget? apa mau tau aja tapi sebenernya mau tau banget Chaaa?"

Icha mendesis. Kalau saja Alena masih berusaha memisahkan ia dari Mushkin, wanita itu akan menjadi satu-satunya wanita yang Icha benci dan akan Icha musnahkan di dunia ini dengan cara apapun. Lihat cara bicaranya, ouwwhh... jelas berbeda dengan Icha yang bringas! Ya, wanita sekali. dan itu dia! Pemikat Alena, suaranya.

"Halah, bodo amat gue mah Noy. Nggak peduli juga, senggaknya gue bersyukur karena lo yang sama abang gue, lah kalau si Astrid... siap-siap aja gue panggil para tukang fogging buat semprot rumah gue."

"Dih, serem ya lu Cha... udah ibu-ibu tauuu... masa anarkis begini?"

Icha menolehkan kepalanya, mencari-cari keberadaan Muda maupun Mushkin. Syukurlah, mereka aman. Muda sedang duduk dengan ponselnya sementara Mushkin masih di kamar bersama Dylan. Kegiatan bergunjingnya jadi lancar jaya.

"Nih ya, gue kasih tahu... kalau menghadapi masalah ya lo harus anarkis. Hmm muka lo kan emang manis Noy, tapi hati lo harus anarkis. Biar semua mara bahaya bisa lo tangkis."

Alena mengerutkan keningnya, "Kok gue gak percaya ya sama kata-kata lo..."

"Ya percaya sama Allah bukan sama gue. Pokoknya Noy, kalau lo mau maju bantuin gue menyingkirkan si Barbie Santet, lo harus menggerakan seluruh kerja tubuh lo. Dan jangan sekali-kali tunjukin air mata, nanti dia merasa menang."

Alena menganggukkan kepalanya.

Ya, ya, ya.

Beberapa bulan yang lalu memang Icha dan dirinya berdiskusi mengenai hubungan Muda dan Astrid yang penuh misteri. Mereka memutuskan untuk bekerja sama menyingkirkan Astrid di sisi Muda.

Yah, sebenarnya bagi Alena sudah cukup di hari ketika mereka berlibur bersama saja. tapi sepertinya Icha belum puas, ya sudah... toh ia juga belum puas.

Asal jangan pakai hati, asal tujuannya hanya menyingkirkan Astrid... pasti bisa.

"Hmm Cha... abang lo emang jarang ngomong ya?" Bisik Alena. Icha mengangguk yakin, "Kayaknya dulu waktu kita dilahirkan, waktu pembagian pengucapan kata-kata si bang Muda nggak hadir dan jatahnya di lahap habis sama gue, makanyaa... dia begitu. tapi kalau udah bully, dia mah tajem Noy... rasanya jleb nyes aww ouch nghh ahh..."

"Ih Chaa... kok begitu sih? Aaa, lo aneh. Ihhh gue serem liatnya." Rengek Alena. Icha memutar matanya, "Ah, nggak asik lo. Udah sono, temenin abang gue. Gue mau cium babang tercinta dulu."


****


Mas, kamu dimana? Kok telpon aku gak di angkat?

Maaaaasss....

Mas, sayang... aku kan mau minta anterin ke Lembang.

Mas! Kenapa sih kamu seneng banget cuekin aku!!

Muda menggaruk kepalanya yang tak gatal, deringan di ponselnya terus menerus terdengar nyaring hingga menyakiti telinganya sehingga membuatnya mengaktifkan mode silent di ponselnya. Dan siapa yang mengira begitu Muda melihat ponselnya, beberapa pesan yang isinya hampir sama sudah diterimanya.

Malas mengetikkan balasannya, Muda memutuskan untuk menghubungi pengirim pesan yang berwujud terror padanya. Astrid.

"Mas... kenapa baru nelpon?" Itu suara pertama saat ponselnya tersambung. Muda memijat pelipisnya, "Kenapa?" Tanyanya. Dingin dan tanpa nada.

A Short Journey (3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang