Tiwi menatap kunci mobil dalam genggamannya serta mobil di hadapannya secara bergantian. Beberapa saat yang lalu, ada seorang pria yang mengantarkan mobil tersebut ke rumahnya dan mengatakan bahwa Muda menyuruhnya mengantarkan mobil itu tanpa penjelasan yang lebih jelas lagi. Membuat Tiwi terus menerus berpikir dengan keras mengenai mobil yang kini berada di hadapannya.
Apakah anaknya membeli mobil baru? Jelas tidak. Kalau mobil baru, sudah pasti dealer yang mengantarkan.
Lalu, apakah anaknya ini membeli mobil bekas? Tetapi dari tampilannya, mobil ini terlalu bagus untuk dikategorikan ke dalam mobil bekas.
Lalu mobil siapa yang sebenarnya terparkir di rumahnya ini?
Sepertinya Tiwi harus mencari tahu lebih lanjut mengenai mobil ini.
Kuncinya berada di tangannya bukan? Kalau begitu, melihat-lihat dalamnya tidak apa-apa kan? toh pemuda tadi bilang Muda yang menyuruhnya mengantarkan mobilnya.
Baiklah, sepertinya memang Tiwi harus memeriksa isi mobilnya. Siapa tahu, ia mendapatkan jawaban.
*****
Alena tersenyum begitu menghabiskan mangkuk kedua dari bakso yang sejak tadi dipesan olehnya. Tangan Muda terulur untuk mengelap sisa kecap di sudut bibirnya kemudian menyodorkannya satu gelas es jeruk yang langsung diseruput habis olehnya.
Dua jam yang lalu, ketika drama pertengkaran mereka selesai dengan Muda yang memeluk Alena dan Alena yang menghabiskan air matanya yang sialnya tak kunjung habis meskipun ia berhari-hari menangis, perut Alena bersuara tepat ketika Alena hendak mengatakan kegundahan yang melandanya beberapa minggu terakhir.
Tentu saja, hal itu mengundang tawa untuk dirinya sendiri. Tetapi tidak untuk Muda, pria itu mengomelinya habis-habisan karena Alena melewatkan makannya di pesta pernikahan temannya hingga menyebabkannya kelaparan sampai-sampai Muda bisa mendengar secara langsung suara perutnya yang begitu menyedihkan karena meminta jatah makannya.
Muda hendak membawanya menuju lantai atas basement dimana terdapat banyak pedangang kaki lima yang menjual berbagai macam makanan. Tetapi dasar wanita, keinginannya luar biasa mencengangkan. Dari semua tempat yang ingin dikunjunginya untuk makan, Alena memilih bakso MM yang berada di Cileunyi.
Bayangkan, berapa jauh jarak yang mereka tempuh dari pusat kota sampai Cileunyi. Belum lagi lalu lintas yang padat karena weekend, mereka menghabiskan waktu hampir dua jam di perjalanan. Hanya untuk mencari sebuah kedai bakso saja.
Bahkan ketika sampai di kedai bakso tersebut, Muda harus menahan amarahnya karena tidak ada satu pun tempat duduk yang tersisa sehingga mau tidak mau mereka berdua harus menunggu giliran untuk mendapatkan tempat duduk.
Demi Tuhan! Kalau Muda jadi Alena, perutnya mungkin sudah kesal lebih dulu karena diberikan sebuah harapan palsu oleh Alena.
Entahlah, Muda tidak mengerti.
Tetapi sialnya ia juga tak bisa memarahi Alena, karena secara tidak langsung ia merindukan saat-saat ketika Alena merengek padanya dalam hal apapun.
Sial, ia sudah gila.
"Jadi, bagaimana? Kamu jadi bercerita?" Tanyanya ketika Alena selesai meminum es jeruk miliknya.
"Jadi dong, A. Eh, Aa beneran nggak pesen?"
"Nggak usah, liat kamu juga saya kenyang."
"Hah, emang Lena makanan?"
"Bukan, maksudnya lihat kamu makan."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Short Journey (3)
RomanceOrang bilang, seseorang yang dilangkahi menikah oleh adiknya akan lama sekali mendapatkan pasangan. Bagi Iskandar Muda, semua itu tidak masalah. Ia akan menikah suatu saat nanti, satu keyakinannya. Iskandar Muda tidak pernah menyangka, ia bisa bert...