Hai.
Apa kabar?
Masihkah kau sama seperti dulu?
Kudengar iya.
Syukurlah aku sudah tidak bersamamu.
Kudengar kau menjadi sebrengsek dulu.
Gadis yang mana kali ini? Yang disukai temanmu? Atau mantan kekasihmu yang muak padamu?
HAHAHA.
Haruskah aku bersujud pada Tuhan karena kita telah berpisah?
Satu bulan. Tidak akan ada pengaruhnya untuk hidupmu bukan? Aku menyesalinya. Harusnya aku menancapkan cakarku lebih dalam sebelum memutuskan hubungan denganmu. Tapi, apa gunanya untuk sekarang? Toh, kita sudah tidak bersama.
Aku malu. Karena mantan kekasihku adalah dirimu.
Katakan padaku, siapa lagi setelah ini? Tetanggamu? Mantan kekasih sahabatmu? Atau kau berminat pada gadis yang tanpa sengaja kau temui di jalan? Aku mengerti seberapa keparatnya dirimu.
Dan aku terlalu bodoh untuk memahaminya sebulan yang lalu. Jangan salahkan aku yang terlalu lugu untuk mengerti bahwa kau bukan pria yang baik. Kau yang salah. Kau dengan sejuta bujuk rayumu. Ya, bagian itu adalah salahmu.
Dan yang ini, adalah salahku.
Katakan, apakah kau sudah makan? Kau selalu malas untuk sarapan.
Apakah tidurmu cukup? Kau selalu pulang larut. Setiap hari.
Apakah kau tidur di sela waktu belajarmu? Sesekali pikirkanlah nilaimu.
Ya, salahku karena masih peduli padamu.
Tidak, aku sudah tidak mencintaimu. Setidaknya itu yang akan kukatakan jika kau bertanya. Setelah kupikir kembali, untuk apa kau bertanya? Hahaha.
Karena bagian terburuknya, hatiku masih tetap sama seperti dulu. Berdetak kencang saat kau berada di dekatku. Tak peduli apa yang kau lakukan sekarang dan di masa lalu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Girls' Diary
RomanceBumi tak hanya seluas taplak meja. Jika kau bisa terbang dan melihat melalui jendela-jendela rumah, kau akan melihat cerita-cerita yang mungkin tak pernah terpikirkan oleh penulis manapun. Tapi disini, aku ingin membicarakan sesuatu yang manis. Cint...