Davian mengubah posisi duduknya untuk yang ke sekian kali dalam setengah jam terakhir ini, cangkir espressonya sudah kosong, namun ia tidak berniat untuk memesan lagi.
"Kemana perginya gadis itu? Beraninya dia membuatku menunggu," gerutunya sebal, ia paling tidak suka menunggu dan gadis itu sudah membuatnya menunggu selama satu jam.
Ia menatap kamera Lessi di atas meja lalu menghela napas panjang. "Sabar, Davian, ini terakhir kali kau berurusan dengan gadis aneh itu," gumamnya menyemangati diri sendiri.
Untung saja cafe itu sudah sepi karena sudah lewat jam makan siang, hanya ada seorang pria berjas yang sedang membaca koran di meja pojok dan sepasang pria dan wanita yang duduk tidak jauh dari mejanya. Kelihatannya mereka sepasang kekasih, terbukti dari cara mereka menatap dan berkata-kata mesra.
"Maaf, hhh... akuh...ter-lambat..," kata Lessi dengan napas terengah-engah.
Gadis itu segera duduk di hadapan Davian dengan cara yang sama sekali tidak anggun. Ia melebarkan kedua kaki dan tangannya, sementara kepalanya bersandar ke kursi.
"Apa kau baru saja dikejar anjing?" tanya Davian penasaran.
Lessi menegakkan tubuhnya dan menatap Davian dengan tatapan tersinggung.
"No... No... No, Mr. Rich," Lessi menggoyangkan telunjuknya tepat di muka Davian.
"Kau memanggilku apa?" tanyanya lagi.
"Kau sendiri yang bilang kalau kau itu kaya raya, bukan? Dan aku tidak tahu namamu," jawabnya enteng.
"Apa kau mau tahu siapa yang mengejarku tadi?" lanjutnya berbisik sambil mendekatkan wajahnya pada Davian.
'Mint!' Davian menebak aroma napas gadis itu, berada sedekat ini entah kenapa membuat jantungnya berdebar-debar.
"Hei, mau tahu tidak?!" kata Lessi lebih keras, tangannya terlipat di dada menandakan ia sedang kesal.
"Katakan," sahutnya pendek.
"Lupakan saja. Kau sudah membuatku kesal, aku paling tidak suka diabaikan," ujar Lessi ketus.
"Maaf, aku tidak bermaksud...," Hei, kenapa ia bisa minta maaf semudah itu? Biasanya ia paling sulit berkata maaf. Sepertinya ia harus jauh-jauh dari gadis ini.
"Tidak apa." Lessi mengibaskan tangannya, "Aku cuma bercanda. Tapi, kalau kau sungguh-sungguh mau minta maaf, kau bisa membayari seluruh makanan yang kupesan. Aku kelaparan!" Lessi meringis malu.
Davian mengangkat alisnya, berpura-pura keberatan.
"Oke, oke, kalau begitu minumannya saja. Bagaimana?" tanya Lessi cemas.
"Pesanlah sesukamu, aku yang bayar semuanya," kata Davian sambil tersenyum.
"Aku tahu kau bukan orang pelit. Boleh kukatakan satu hal?" tanpa menunggu jawaban, Lessi berkata lagi. "Senyummu manis sekali, sering-seringlah melakukannya."
Davian tidak menyangka Lessi akan berkata seperti itu, ia segera memasang wajah dinginnya yang biasa. Meskipun jauh di dalam hatinya ia merasa senang dengan ucapan gadis itu.
"Lalu, siapa yang mengejarmu tadi?" Davian mengalihkan pembicaraan.
Lessi tidak segera menjawab karena sedang memesan makanan pada pelayan. Keningnya berkerut karena ada nama makanan Jerman yang tidak diketahuinya, akhirnya Davian yang memilihkan.
"Terima kasih. Tadi kau tanya apa?"
"Siapa yang mengejarmu tadi?" ulang Davian.
"Oh, pencopet," jawabnya santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudden Marriage (Wedding Series #2)
RomanceSEDANG DALAM PROSES PENERBITAN. Awal pertemuannya dengan Alecia Western, Davian Origa sudah merasa kalau hidupnya sangat sial. semua yang sudah dia rencanakan ternyata tidak berjalan dengan semestinya, terutama hatinya. Lessi --begitu gadis itu disa...