SM #6

1K 63 1
                                    


"Davian, menikahlah denganku," kata Lessi mantap.

"APA??!" tanpa sadar Davian berdiri sambil berteriak, gadis itu masih menatapnya dengan tenang.

"Jangan berlebihan begitu, kau mengagetkan semua orang di sini, tahu!" bisik Lessi geli.

Davian melirik sekitar sambil tersenyum malu dan kembali duduk.

"Tidak. Tidak mau!" kata Davian tegas, "Aku tidak mau menikah denganmu atau dengan siapa pun dalam waktu dekat ini."

"Ayolah, hanya sampai orang tuaku kembali ke Inggris, lalu setelah itu kita bisa bercerai," pinta Lessi memelas.

"Apa kau pikir pernikahan itu cuma main-main? Seenaknya menikah lalu bercerai, begitu?!" Davian berseru emosi, tidak mengerti jalan pikiran gadis di depannya ini.

"Bukan seperti itu," elak Lessi, "Aku juga menginginkan pernikahan yang sesungguhnya. Menikah dengan orang yang aku cintai, sekali seumur hidup. Tapi, kalau sudah begini, apa boleh buat? Aku tidak punya cara lain."

"Kau harus bisa meyakinkan orang tuamu, Less!" saran Davian, walau bagaimanapun ia tidak mungkin mengikuti permainan gadis itu.

Lessi menggeleng, "Tidak lagi, Dav. Tidak setelah kejadian ini," sahutnya pasrah, bahunya turun pertanda semangatnya yang menggebu itu telah lenyap.

Davian menghembuskan napas kasar sambil memijit keningnya, tidak menyangka kalau ia akan terlibat sejauh ini dengan gadis itu. Bisa saja ia pergi sekarang tanpa memedulikannya, tapi melihat keputus asaannya, ia tidak ingin meninggalkannya. Bodohnya, ia merasa harus melindunginya.

"Apa orang tuamu tidak akan curiga?" tanya Davian.

Lessi mengangkat wajahnya, mata birunya memandang Davian lekat-lekat. "Maksudmu?"

"Aku bukan Louis. Kau, paman, dan orang tuamu tahu itu."

"Apa itu berarti kau mau menikah denganku?" tanya Lessi penuh harap.

"Jawab saja, ini hanya seandainya. Orang tuamu pasti tahu kalau aku bukan pria yang selama ini menjadi pacarmu," kata Davian datar.

"Tidak. Orang tuaku tidak mengenal Louis, meskipun Louis selalu memaksa ingin bertemu mereka, tapi aku merasa itu tidak perlu. Mereka bahkan tidak tahu nama pacar, eh, mantan pacarku yang brengsek itu, karenanya aku harus meyakinkan mereka ribuan kali dengan pernikahan ini karena mereka ragu pada pilihanku."

"Dan firasat mereka benar," sambung Davian. "Kalau aku jadi mereka, aku tidak akan mengijinkan putriku menikah dengan orang yang belum kukenal."

"Waw, ayah yang posesif! Aku mendengar perkataan seperti itu dari orang yang baru saja berkata tidak mau menikah," sindir Lessi tajam. "Pengalaman pribadi, huh?"

Davian tersenyum tanpa menyahut, ia teringat ketika ia harus melihat kesungguhan Mario dulu untuk bisa memperistri Marina.

"Oh, Tuhan!" Lessi berseru kaget, "Apa kau ini single parent? Kau pernah menikah, makanya berkata seperti tadi. Iya, kan?" tebaknya dengan wajah cemas.

Davian melongo, lalu terkekeh pelan. "Tidak, aku single, bukan single parent. Aku membicarakan adik perempuanku, bukan anak perempuanku yang belum pernah ada."

"Oh, syukurlah," Lessi mengelus dadanya lega. "Jadi, bagaimana?"

"Berapa banyak tamu undanganmu?" Davian balik bertanya.

"Tidak banyak, hanya beberapa kerabat dan keluarga yang tinggal di Berlin saja. Kerabat ayahku lebih banyak yang tinggal di Inggris, jadi tidak kuundang," jawabnya panjang lebar.

Sudden Marriage (Wedding Series #2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang