Butik itu tidak terlalu besar, namun dilihat dari model pakaiannya, kelihatan kualitasnya cukup bagus meskipun tidak sebagus butik yang biasa ia datangi.
Davian dan Lessi mengikuti seorang pegawai butik masuk ke ruangan lain, di mana terdapat sofa empuk yang nyaman, cermin super besar, dan kamar pas yang luas, khusus untuk yang ingin mencoba ataupun fitting gaun pengantin di butik itu.
Davian diberi satu setel jas lengkap dengan kemeja putih dan celana panjang hitam yang harus dicobanya, seharusnya Louis sialan itu yang mencoba, bukan dirinya. Inilah salah satu alasan ia tidak ingin menikah, segala tetek bengeknya yang rumit membuatnya malas. Tapi, sekarang gadis itu berhasil memaksanya.
"Cepat, masuk!" Lessi memperingatkan ketika Davian hanya diam dan memandangi setelan yang masih terbungkus plastik itu di tangannya.
Dengan langkah malas, Davian masuk ke ruang ganti. Setelan ini ia rasa sudah bagus, nyaman sekali, mungkin ia harus mencoba membeli beberapa pasang jas untuk ke kantor di tempat ini, pikirnya.
"Ke mana dia?" gumam Davian ketika keluar dari ruang ganti, ia memutuskan untuk menunggu di sofa sambil membaca majalah yang berada di atas meja.
"Bridgietta Hudson, model yang sedang naik daun saat ini, dikabarkan sedang bersiap untuk tur keliling dunia bersama salah satu brand ternama di Eropa. Seusai fashion show di Berlin town kemarin, Bridgietta mengatakan kalau hal itu memang benar adanya. Ia juga menambahkan kalau ia akan merindukan kekasihnya yang seorang pengusaha terkenal, namun ia tidak mau memberitahukan identitas kekasihnya tersebut ...."
"Huh, kekasih apanya?! Tapi, baguslah dia pergi, setidaknya dia tidak merecokiku untuk sementara ini," dengusnya pelan sambil melempar majalah itu kembali ke meja.
"Ada apa?" tiba-tiba Lessi sudah berdiri di depannya dengan tampang heran, matanya menatap majalah yang dilempar Davian. "Cantik sekali, ya?"
Lessi sudah memakai gaun pengantinnya, gaun putih itu tidak bertali, hanya berupa kemben sebatas dada dengan hiasan bunga-bunga putih kecil dengan detail yang menawan. Bagian bawah melebar dengan bahan tullee yang bertumpuk sehingga menimbulkan kesan ringan dan anggun.
"Ya, cantik sekali," gumam Davian, matanya tidak bisa lepas dari Lessi, rambut cokelatnya yang tergerai terlihat bercahaya di bawah cahaya lampu butik yang terang. Mata birunya berbinar, terlihat jelas kebahagiaan di sana.
"Kau menyukainya?" tanya Lessi lagi.
"Tentu saja," jawab Davian cepat.
"Aku tidak heran, Bridgietta memang sangat cantik," komentar Lessi sambil tetap menatap sampul majalah itu.
Davian terkesiap. Jadi, sejak tadi Lessi membicarakan Bridgietta? Ia harus mengatakan sesuatu agar gadis itu tidak salah paham, tapi kenapa gadis itu harus salah paham? Gadis itu sudah mau menikah, apa pedulinya untuk menjelaskan pembicaraan tidak penting tadi?
Lessi menaruh kembali majalah itu ke atas meja dan menatap Davian.
"Oke, sekarang lihat aku. Bagaimana gaunku? Menurutmu bagus tidak?" Lessi berjalan dan memutar di depan Davian.
"Biasa saja," jawabnya datar, moodnya untuk memuji gadis itu sudah lenyap.
"Hei, aku memang tidak secantik model di majalah itu, tapi setidaknya katakan sesuatu yang menyenangkan untukku," gerutunya kesal. "Apa menurutmu Louis akan menyukainya?" matanya menerawang, mungkin membayangkan reaksi kekasihnya yang brengsek itu.
"Ya, mungkin saja, aku tidak tahu." Membayangkan gadis itu menikah dengan pria bajingan seperti Louis membuatnya kesal.
"Ah, sudahlah! Pendapatmu hanya membuatku marah. Coba berdiri! Aku ingin melihat jasmu," kata Lessi setengah memerintah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sudden Marriage (Wedding Series #2)
RomansaSEDANG DALAM PROSES PENERBITAN. Awal pertemuannya dengan Alecia Western, Davian Origa sudah merasa kalau hidupnya sangat sial. semua yang sudah dia rencanakan ternyata tidak berjalan dengan semestinya, terutama hatinya. Lessi --begitu gadis itu disa...