Capricorn
Corn : [10]
[-]
Ia benar-benar terganggu.
Sangat terganggu.
Bukannya kenapa, karena saat Cale sedang asyik membaca buku ensiklopedia nya, suara ketukan pintu di perpustakaan pribadinya yang diketuk oleh pelayannya, memberitahu jika ada teman Cale yang datang.
Bukannya sok tahu, ataupun cenayang. Cale sudah menduga jika yang datang ke rumahnya sekarang adalah Keneal. Kenapa dia yakin sekali? Karena beberapa hari ini, Keneal sangat getol sekali berusaha untuk bener-benar menjadi cowoknya. Yah, walaupun secara teknis—tidak resmi, tapi—ia sudah menjadi cowok Cale. Saat perjodohan itu.
Walaupun Cale belum menjawabnya.
Dan entah kenapa, Cale ingin membunuh pencetus ide perjodohan itu; yang sejak sekarang masih diadakan.
Kalau perlu, ia ingin memutilasi pembuat ide. Dan sayangnya, mungkin pencetus ide itu sudah mati.
Cale menuruni anak tangga dengan wajah datar. Mungkin seisi rumah sudah tahu jika raut wajah Cale selalu datar, tapi sekarang, raut wajah itu menjadi lebih datar dengan diiringi kabut dingin yang melingkupinya. Omong-omong, itu sebagai efek background saja.
"Mau apa kesini?" sembur Cale langsung.
Tebakan Cale seribu persen, benar. Keneal memang datang mengunjunginya sekarang. Bahkan ia membalas ucapan Cale dengan senyum, serta satu kedipan mata. Entahlah, akhir-akhir ini Keneal seperti punya dua kepribadian.
"Main aja, di rumah nggak ada orang. Jadi aku kesini,"
Cale mendengus, "Kenapa sih, lo akhir-akhir ini?"
"Emang aku kenapa? Aku baik-baik aja, 'kan?" Tanya Keneal polos. Oke, wajah Keneal seperti minta dibuang ke got depan rumah.
Cale mendudukkan pantatnya di sofa. Ia menyilangkan kedua tangannya, didepan dada. Matanya tidak berhenti untuk memandang seolah-olah meminta perang.
"Cukup, ini terakhir kali gue ngomong panjang. Ngapain sih, lo repot-repot usaha jika semua usaha lo sia-sia? Kenapa lo nggak berenti aja gangguin gue? Apa lo nggak mikir, jika usaha lo belum tentu bisa bikin gue suka. Tentang perjodohan, apa lo segitu penginnya? Apa lo nggak nyadar, jika gue belum tentu mau nerima itu?" Tanya Cale beruntun. Suaranya terdengar dingin, dan Ia masih menatap Keneal didepannya.
"Gue tegasin lagi, berenti usaha jika akhirnya sia-sia. Lo nggak akan pernah denger kata 'iya' ke elo atau sejenisnya dari mulut gue. Percuma, gue bilang percuma. Bahkan hati gue, pun, belum tergerak sedikitpun untuk menyukai atau menghargai usaha lo selama ini. Jadi berhenti." Tandas Cale. Ia mengucapkan semua deretan kata itu dari mulutnya dengan tenang.
Berbeda dengan Keneal, cowok itu terlihat terkejut dengan apa yang diucapkan oleh Cale barusan. Bukan karena Cale bicara panjang lebar, bukan, bukan sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Capricorn
Teen FictionCalein Pricorn Satu kata yang mendeskripsikannya, cantik. Pendiam dan tertutup, sikapnya cuek dan masa bodoh. Dingin dan tak tersentuh. Gadis yang bisa membuat seorang Keneal tergila-gila, terpesona, dan penasaran secara bersamaan. Keneal Eldiotama ...