Part 10

20.2K 1.2K 7
                                    

Kyle pov

Akhirnya hari jum'at sudah datang, nanti siang Lily akan memberikan jawaban mengenai usulku untuk tinggal di rumahku. Semoga saja dia mau tinggal bersamaku. Aku sudah tidak sabar. Orang tuaku juga tidak sabar untuk menjadikan Lily menantu. Orang tuaku sudah tahu mateku ada di sini dan aku sudah memperkenalkan mereka Rabu kemarin.

Aku keluar dari ruanganku. Meski masih lima belas menit lagi waktu makan siang tapi aku sudah tidak sabar untuk bertemu Lily. Saat ini aku sedang bersandar di pintu ruangan bagian desain mengawasi Lily yang sedang serius menatap computer dengan tangan yang sibuk memencet mouse.

"Mate kita selalu cantik dalam kondisi apapun, Kyle." Kata Roxy.

"Benar sekali. Lihatlah dia, wajah seriusnya menggemaskan." Ucapku setuju.

"Dekati dan cium dia, Kyle." Usul Roxy.

Aku menutup link, berjalan ke tempat Lily duduk. Aku memberi isyarat pada rekan-rekan Lily untuk diam. Mereka mengangguk. Aku mendekat pada Lily, yang tidak sadar atas kehadiranku. Ku kecup bibirnya. Dia langsung menoleh dan melotot padaku.

"Hai sayang." Sapaku sambil mencium keningnya. Aku menoleh pada reka-rekan Lily. "Kalian semua silakan istirahat sekarang."

"Jangan melakukan itu di depan umum." Ucapnya ketus tapi dengan pipi merona. Aku sangat menyukai saat pipinya merona.

"Melakukan apa?" Tanyaku polos.

"Jangan pura-pura tidak tau." Ujarnya sebal. Aku cium saja pipinya. Dia langsung mencubit pinggangku.

"ADAWW. Oh, sayang cubitanmu benar-benar tajam." Ucapku sambil meringis. Huh, kekuatan apa yang dia pakai? Rasanya sakit sekali.

"Masa begitu saja sakit. Ayo kita makan, aku sudah lapar." Ucapnya melenggang pergi tanpa menungguku.

"Sayang, tunggu aku." Ucapku menyusulnya.

"Hari ini kita makan di tempat yang privat ya? Aku ingin bicara serius tanpa orang lain yang mendengar, Kyle." Katanya saat kami berada di lift. Hanya berdua karena kami menggunakan lift khusus untuk ceo.

"Baiklah, sayang, kita akan makan di restoranku." Usulku.

Setelah keluar dari lift, mobilku sudah menunggu di depan kantor. Kami menuju restoranku. Sampai di sana aku meminta tempat privat. Kami masuk ruang privat, duduk berseberangan, lalu memesan makanan.

"Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan, sayang? Apakah jawaban atas usulanku?" Tanyaku.

"Nanti setelah kita makan aku akan bicara, dan pembicaraan itu berhubungan dengan jawabanku." Jawabnya santai.

"Kenapa tidak sekarang saja? Aku kan penasaran, sayang."

"Karena aku benar-benar sangat lapar saat ini."

"Apa hubungannya lapar dengan bicara?" tanyaku.

"Karena lapar, aku jadi malas bicara." Jawaban santai.

"Ok, baiklah." Aku langsung berdiri dan duduk di sampingnya.

Dia kaget. Tanpa basa basi langsung kulumat bibirnya rakus. Memegang erat kepalanya agar bisa mengeksplorasi bibir lembutnya dan hangat terasa seperti nektar. Kutekankan lidahku pada mulutnya, menyelipkan lidahku ke mulutnya saat ia membuka, ia pun mengerang.

Aku belai bagian dalam mulutnya, menemukan dan menaklukkan setiap bagian sensitifnya. Tangan Lily mencengkram kerahku lalu bergayut pada bahuku. Hasratku semakin bertambah dan bergejolak, akupun semakin memperdalam ciuman.

Tiba-tiba pintu terbuka membuat kami tesentak dan melepaskan ciuman. Kepala Lily tertunduk dengan pipi yang memerah. Beberapa pelayan masuk membawa pesanan kami. Sialan! mengganggu saja.

Stone CityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang