Dua Puluh || Sisi Keegoisan

33.8K 1.8K 51
                                    

Senyuman tak urung terlihat di setiap bibir yang tengah menunggu perkembangan kondisi Yasmin. Beberapa menit yang lalu suster baru saja memastikan bahwa Yasmin sudah sadar, dan sekarang wanita itu sedang di periksa dokter.

"Dan, lebih baik kamu tenang deh. Mami pusing liat kamu mondar-mandir mulu," tegur Dara sambil terkekeh geli melihat putranya itu tidak bisa duduk diam.

"Zidan nggak sabar ketemu Yasmin, Mi," jawabnya sambil tersenyum senang.

Tak lama kemudian dokter keluar. Semuanya langsung menghampiri dokter itu.

"Bagaimana dok? apa sudah bisa di jenguk?" tanya Zidan tak sabaran membuat keluarganya itu menggeleng.

"Boleh, tapi hanya sebagian saja. Kondisi pasien masih lemah, dan saya ingatkan lagi ketika beliau menanyakan tentang bayinya kalian semua harus bisa menguatkan beliau agar kondisinya tetap stabil," saran dokter itu.

Senyum Zidan perlahan pudar. Selama ini masalah anaknya sudah tidak terlalu ia pikirkan, ia sudah ikhlas. Yang ia pikirkan hanyalah kesembuhan Yasmin agar wanita itu bisa kembali bersamanya.

Ya Allah ... maafkan hambamu ini ..

Zidan mengangguk ragu kemudian menatap Maminya. Dara tersenyum kemudian mengangguk. Zidan menghela napasnya kemudian melangkahkan kakinya memasuki ruangan rawat Yasmin.

Zidan berucap salam ketika memasuki ruangan itu. Matanya langsung tertuju menatap istrinya yang terbaring lemah sambil menatapnya. Zidan tersenyum lalu menghampiri sang istri.

"Gimana Yas? udah baikan kan? ada yang sakit? mau mas pijitin? mau minum? atau mau apa?" cerocos Zidan membuat Yasmin tersenyum kecil.

Melihat Yasmin tersenyum membuat Zidan heran, "Ada yang salah, Yas?"

Yasmin menggeleng kecil, kemudian menggerakan tubuhnya untuk duduk. Mengetahui gerak-gerik istrinya, Zidan segera memegang lengan Yasmin.

"Jangan banyak bergerak dulu sayang, kamu baru aja sadar," ucapnya khawatir.

Yasmin menurut tak urung tersenyum juga. Zidan menggenggam istrinya dan menatap wajah pucat itu. "Mas tuh lucu deh, khawatirnya berlebihan," canda Yasmin.

Raut wajah Zidan langsung berubah cemberut, "Emang salah ya kalau  khawatir?"

Yasmin menggeleng, "Nggak kok mas," Zidan tersenyum maklum.

"Ibu sama keluarga yang lain dimana mas?" tanya Yasmin sambil menatap ruangannya yang tampak kosong.

"Ibu sama Ayah masih dalam perjalanan. Kalau Mami sama Papi ada di luar, tadi katanya mau cari makan siang dulu," jelas Zidan di respon anggukan Yasmin.

Setelah itu keheningan terjadi diantara keduanya. Mereka hanya saling tatap. Raut wajah lelaki itu berubah dan Yasmin tidak bisa mengartikan arti raut itu. Yang ia lihat hanyalah raut penyesalan.

Tapi Yasmin masih belum mengerti apa yang membuat suaminya itu menatap dirinya dengan menyesal. Zidan menghela napasnya, kemudian menatap tautan jemarinya dan Yasmin. 

"Yasmin."

"Iya Mas?"

"Maaf ya kamu bisa disini gara-gara kelalaian mas. Maaf karena kesalahan mas kamu harus celaka. Mas sadar kalau Mas belum bisa jadi suami yang baik buat kamu. Mas belum pantas jadi pendamping kamu. Mas belum bisa bahagiain kamu. Mas be--," Zidan menghentikan ucapnya ketika Yasmin mengelus punggung tangannya.

Mata mereka bertemu, Yasmin meringgis kecil melihat mata itu penuh dengan penyesalan yang mendalam. Karena bagaimana pun ini bukan sepenuhnya kesalahan Zidan.

Rahasia Takdir ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang