**Jangan kecewa ya baca part ini, haha
~ Happy Reading ~
Terhitung sudah enam hari sejak kepergian Zidan mengurusi bisnisnya, Yasmin masih di lingkupi mood yang kurang baik. Wanita itu kadang uring-uringan menatap ponselnya yang tak kunjung mendapat kabar dari sang suami. Kadang juga menangis ketika memdengar suaminya yang jauh disana.
Perubahan mood itu membuat Dara menyangka bahwa yang tengah di jaganya itu bukan menantunya, melainkan orang lain.
"Kamu kenapa Yas? mami perhatikan semenjak Zidan pergi wajah kamu murung gitu?" tanya Dara.
Yasmin menoleh menatap mami mertuanya, "Nggak tau mi. Mungkin Yas kangen," jawabnya tanpa malu membuat mami tersenyum.
"Memang dia nggak ngehubungin kamu?" Yasmin menggeleng.
"Terakhir dua hari lalu, itu pun jam sebelas malam disana baru sampai hotel. Mas Zidan tuh selalu lupa waktu mi kalau udah kerja," ucapnya sambil menghembuskan napas kasar.
Dara mengerti kekhawatiran menantunya ini. Bahkan wanita itu sama khawatirnya ketika mendengar putranya itu bekerja hingga jam sebelas malam. Bagaimana pun Zidan butuh istirahat.
"Mami ngerti kekhawatiran kamu, tapi ini resiko kamu sebagai istri yang di tinggal kerja di luar negeri. Dulu juga mami sama kayak kamu."
"Oh iya mi? Sama gimana? Papi dulu pergi juga?" Dara mengangguk.
"Iya, waktu itu mami sakit sampe di rawat gara-gara nemenin papi kerja. Baru sehari di rawat, papi main pergi aja ninggalin mami gara-gara udah ada janji duluan sama rekan kerjanya. Ya mau nggak mau papi harus ninggalin mami."
"Berapa lama mi?"
"Sebulan," Yasmin terbelak.
"Se.. sebulan? Terus mami gimana?"
"Awalnya mami juga sama kayak kamu. Mood tiba-tiba labil, uring-uringan nggak jelas, suka nangis kalau di telepon. Malahan mami pernah kepikiran buat nyusul papi kesana, tapi untungnya waktu itu mami nggak gegabah.
Mami berpikir lagi, ini udah jadi resiko seorang istri. Seperti apapun pekerjaan suami, istri hanya bisa mendukungnya. Istri hanya bisa menunggu kepulangan suaminya di rumah. Mami tidak ingin egois hanya karena perasaan mami. Lagian mami punya banyak waktu untuk terus bersama papi bahkan sampai saat ini. Sampai Zidan besar, sukses, dan punya keluarga sendiri."
Yasmin tertegun mendengar ucapan Dara. Meskipun tidak cepat, tapi ia memikirkan sikapnya yang kekanakan. Terkadang Yasmin egois, hanya memikirkan perasaannya tanpa memikirkan tanggung jawab Zidan terhadap pekerjaannya.
Dara memegang punggung tangan Yasmin yang terdiam. Mengelusnya seraya bibirnya mengulas senyum.
"Egois itu nggak salah, hanya saja seorang istri harus bisa menempatkan dimana sisi keegoisannya itu harus muncul. Berpura-pura mengerti juga nggak baik untuk kedepannya. Hanya dengan menjalaninya dengan ikhlas dan mencoba saling mengerti, Insya Allah kamu akan siap."
Yasmin berusaha mencerna perkataan maminya itu. Sampai akhirnya sebuah senyuman terpancar di bibir Yasmin.
"Mami bener, ini udah jadi resiko seorang istri. Makasih mami udah ngasih masukan buat Yasmin."
"Sama-sama sayang."
* * *
Setelah perbincangannya dengan Dara selesai, Yasmin memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar rumah sakit sekalian menggerakan sebagian tubuhnya yang agak kaku karena tidur terlalu lama. Di tambah agar perutnya tidak kram selepas operasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Takdir ✔
Spiritualité[ Belum sempat di revisi. Typo berterbaran ban banyak kerancuan rangkain kalimat ] Bagaimana takdir akan memihak bilamana kita selalu hidup dengan lingkaran kebohongan. Apa yang terjadi jika kebohongan itu terungkap? Hidup bahagia atau sebaliknya? ©...