Dua hari setelahnya belum ada perubahan dari kondisi Yasmin. Beberapa keluarga sudah ada yang datang untuk menjenguknya. Selama dua hari itu Zidan belum beranjak meninggalkan rumah sakit.
Kemarin dokter memberi tahu tentang kondisi Karin. Karena dia tidak memiliki sanak saudara, maka terpaksa Tio lah yang suka rela menjadi walinya.
Dokter mengatakan bahwa terjadi kerusakan di sekitar kaki kanannya. Dokter masih belum memutuskan apa yang terjadi pada kaki Karin itu. Dan juga kondisi wanita itu pun kritis.
"Zidan, lebih baik kamu istirahat dulu. Udah dua hari kamu belum tidur," ucap Dara pada Zidan yang tengah berdiri menatap Yasmin dari luar ruangan.
Wajah lelaki itu datar, lingkaran di matanya terlihat jelas. Dara meringgis melihat penampilan putranya itu. Bagaimana pun dia harus memperhatikan dirinya sendiri.
Bukan terpuruk seperti ini.
"Apa ini hukuman dari Allah buat Zidan ya mi," tanya Zidan lirih. Lelaki itu menyenderkan tubuhnya pada dinding.
Dara tersentak lalu menggeleng kecil, "Yasmin kayak gini pasti karena kesalahan Zidan. Dulu.. dulu juga Rissa pergi gara-gara kesalahan Zidan," Zidan menutup wajahnya dengan telapak tangan.
Bahu lelaki itu bergetar. Segera mungkin Dara merengkuh tubuh lemah putranya. Dara menangis tertahan mendengar isakan kecil putranya.
Dara mengusap punggung Zidan perlahan. Ia tidak bisa, ia tidak boleh menangis.
"Jangan seperti ini Dan. Jangan menyalahkan semua ini gara-gara kamu. Ini bukan salah kamu."
Zidan tidak membalas ucapan Dara. Lelaki itu masih terpaku, tubuhnya melemas. Tenaganya seakan hilang. Susah payah Dara membantu Zidan untuk duduk di kursi tunggu.
Lelaki itu kacau. Ingin rasanya ia mengungkapkan kekesalannya pada dirinya sendiri. Namun akal sehatnya seakan bekerja.
Untuk apa?
Untuk apa melakukan sesuatu yang seakan-akan menyalahkan takdir atas semua ujian yang menimpanya?
Semua sudah terjadi. Apa dan siapanya tidak ada yang perlu di salahkan. Sekali lagi, apapun yang sudah terjadi diluar batas manusia, semuanya takdir. Allah yang telah mengaturnya dalam bentuk yang seapik-apiknya.
Tak ada gunanya menyesal setelah semua nya terjadi. Sehebat apapun penyesalan tetap saja tidak akan merubah atau mengembalikan apapun.
* * *
Jemari itu perlahan bergerak. Matanya mengerjap ingin membuka tapi terasa berat. Bibirnya ingin berucap tapi terasa kaku. Setelah beberapa detik berusaha, mata itu terbuka sepenuhnya.
Menatap seorang berbaju putih yang sedang melihat keadaanya. Suster itu mengerjap tak percaya kemudian menekan tombol supaya dokter datang.
"Dok, pasien bernama Karina Amalia sudah siuman."
Tak lama kemudian laki-laki berjas putih itu datang. Mengeluarkan stetoskop lalu memeriksanya. Suster mencatat semua perkataan dokter.
Karin mengumamkan kata yang tak terdengar. Gerakan bibirnya yang pelan membuat dokter belum bisa mengartikan apa yang akan Karin ucapkan.
"Sebaiknya Ibu istirahat dulu, jangan dulu mencoba untuk banyak berbicara. Kami akan pantau kondisi Ibu selanjutnya," ucap dokter itu lalu berlalu.
Karin menatap satu suster yang masih di ruangan itu. Lalu menatap ruangan serba putih yang sekarang ia tempati. Beberapa hari setelah kejadian itu ia sempat sadar tapi kembali pingsan.
Seketika ia teringat tentang apa yang menyebabkan ia berbaring di ruangan ini. Saat itu juga, Karin merasa ada yang mengganjal di hatinya.
Kabar sadarnya Karin terdengar di telinga Zidan dan keluarganya. Lelaki itu tidak terlalu peduli dengan Karin. Tapi Tio memaksa Zidan untuk ikut bersamanya. Setidaknya hanya untuk berkonsultasi pada dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia Takdir ✔
Spiritual[ Belum sempat di revisi. Typo berterbaran ban banyak kerancuan rangkain kalimat ] Bagaimana takdir akan memihak bilamana kita selalu hidup dengan lingkaran kebohongan. Apa yang terjadi jika kebohongan itu terungkap? Hidup bahagia atau sebaliknya? ©...