Lima

91 8 0
                                    

                  

Hari ini hari Sabtu. Biasanya aku bisa nyantai. Baru mandi jam 10 atau kadang-kadang jam 12. Tapi sekarang nggak bisa. Mama ada undangan.

Berhubung papa baru terbang dari Amsterdam kemarin malam dan belum sampai, (dan kakak langsung ngabur begitu mama ajak ke undangan) akulah yang jadi korban.

            Sampai di sana, ada seorang wanita yang menarik laki-laki seumuranku di gerbang. Aku ngeliatin mereka terus. Aneh sih!

Lama-lama, setelah diperhatikan, kok cowoknya... Loh itu kan...? "Ma, itu kayaknya temen ade deh, si Mahar," ucapku. "Iya?" tanya mama. "Tapi nggak tahu deng, bukan kali ya," ucapku.

Mama pun memarkir mobilnya, kami berdua pun turun. Tiba-tiba mama menarik lenganku dengan kuat. "De, temen mama yang ini hobi banget ngejodohin orang, kamu jangan mau ya kalau dijodoh-jodohin," bisik mama. Aku mengangguk cepat.

Mama mendorongku menjauh dengan pelan saat wanita dan laki-laki yang tadi masuk. "Kamu jangan kabur dulu, banyak anaknya temen ibu yang cantik, kalau kamu pergi kan ibu nggak bisa ngejodohin kamu," omelnya. Si laki-laki diam saja.

            "Eh Malika di sini!" ibu-ibu itu memeluk mama dengan satu tangan, tangannya yang satu mencengkram pergelangan tangan anaknya erat-erat. "Mira, apa kabar?" mama balas memeluk. "Baik, Mal," jawabnya. "Ini siapa? Cantik ih," aku menyalaminya. "Tuh kan, kak, cantik ini," tambahnya. Aku menggumamkan terima kasih.

            "Ini Aleena, anakku yang kecil," ucap mama. "De, ini tante Mira namanya," aku tersenyum kepada tante Mira.

"Yang besar mana? Pasti cantik juga," ucapnya. "Yang besar mah cowok," jawab mama, setengah tertawa. "Oh, pasti nggak mau ikut mamanya ya? Kayak ini nih!" tante Mira menunjuk anaknya.

"Oh iya, ini Mahar, anak tengah," ucapnya. "Eh Mahar," ucapku, pura-pura kaget. "Eh Lin," sahutnya. "Loh, udah kenal?" seketika, wajah tante Mira langsung sumringah. "Sekelas tante," jawabku. "Oh, ya udah atuh, Mahar temenin Aleena ya, ibu ada urusan sama tante Malika," tante Mira langsung menggiring mama masuk ke dalam. Aku cuma bisa menatap mereka, nggak berdaya.

            Mahar ini teman sekelasku. Kami nggak terlalu dekat, tapi pernah duduk sebangku, soalnya aku telat waktu itu dan nggak ada yang mau duduk sebelah Mahar soalnya dia itu biang ribut. Siapa pun yang duduk di sebelahnya pasti ikut disalahin guru juga.

Walaupun begitu, Mahar itu heartthrob di sekolah. Banyak banget penggemarnya. Kalau nggak salah sampai ada fans clubnya segala. Aku nggak tahu betul sih, aku kan bukan anggotanya. Aku sama sekali nggak tertarik sama Mahar.

Alasan Aleena nggak tertarik sama Mahar:

1.      Dia selalu peringkat terakhir di kelas.
2.      Dia berisik.
3.      Waktu duduk sebangku, dia terus ngenganggu, jadi banyak banget tulisanku yang salah.
4.      Dia itu sok ganteng.
5.      Dia suka minjem ponsel orang buat selfie. Menuhin memori.
6.      (Mungkin) dia bego.

            Mahar memandangku dengan kikuk. "Hai," gumamnya. "Hai," sahutku, tersenyum tipis. Tau gini mah, aku nggak akan ikut!

            "Aku nggak tahu mama kamu kenal ibuku," ucapnya. "Hm," jawabku. "Eh, kenapa pada di luar? Masuk atuh!" panggil seorang wanita dari dalam rumah. "Masuk yuk," ajaknya. Aku mengikutinya dengan malas.

            "Kamu udah makan?" tanya Mahar. "Udah," jawabku. "Nggak nanya balik?" tanya Mahar lagi. Aku pura-pura nggak dengar.

"Kamu mau lihat kamarku?" tanya Mahar. "Nggak," jawabku cepat. Ngapain coba?

The Boy I MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang