Sebelas

71 5 0
                                    

Hari ini aku mulai ikut les bahasa Jerman lagi. Sekarang aku akan memulai level A1.3. Memang A1 itu dasar banget. Tapi aku merasa hebat, masih kuat belajar bahasa Jerman.

"Aku les hari ini," ucapku kepada mama. "Les apa?" tanya mama tanpa menoleh dari buku resepnya. "Bahasa Jerman, 6 jam pelajaran," jawabku. "Mama kirain minggu depan?" aku menggeleng. "Hari ini, ma," jawabku. "Nanti kamu diantar kakak aja ya? Mama mau ada tamu," aku mengangguk.

Sebenarnya aku malas diantar kakak. Dia pasti ngomel betapa ngerepotinnya aku. Dia pasti nyuruh aku cepat tumbuh biar bisa punya SIM. Sampai di tempat les, pasti kupingku sudah robek gara-gara diceramahi kakak.

"Kak!" panggil mama. "Apa ma?" kepala kakak muncul di puncak tangga. "Anterin ade les bahasa Jerman ya!" perintah mama. "Iya, ma!" sahut kakak dengan nada sesenang dan sehalus mungkin. Tapi mimiknya nggak senang dan halus. Mimiknya kesal. Seperti ingin menjatuhkanku dari tangga.

Kakak mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. "Urang teu bisa datang," ucap kakak di telepon. Terjemahan: saya nggak bisa datang. "Bisa sih, ngan pasti bakal rada telat," sambungnya. Ia diam selama beberapa saat. "Ieu, ngateur si ade, rek les cenah," jelas kakak sambil memelototiku. "Bahasa Jerman anu di Riau tea gening," ucapnya. Ia diam lagi, mendengarkan. "Nyaan?" mimiknya berubah jadi excited. Terjemahan: beneran? "Atuh ieu mah bakal jadi acara PDKT kadua," ia tertawa. "Sip lah, engke urang datang," ia memutuskan sambungan. Terjemahan: sip lah, nanti saya datang.

"De," panggilnya. "Hm," sahutku. "Inget Adnan?" tanya kakak. Aku mengangguk. Kak Adnan adalah temannya kakak yang suka salah alamat. Nanya ke kakak tapi ngechat ke aku. "Dia lesnya bareng kamu," tambah kakak. "Oh," sahutku. Aku nggak tertarik. Aku cuma berharap bakal ketemu si dia (bukan kak Adnan) di tempat les. Semoga dia juga les di tempat yang sama. Jadi mungkin aku bisa kenal dia lebih jauh. Atau tau namanya doang juga gapapa.

***

"Cepat!" perintah kakak dengan suara diberat beratin sambil mengetuk pintu kamarku. "Nggak usah dandan lah de, kamu pake piyama juga nggak bakal ada yang merhatiin," ucapnya dari balik pintu. Aku membuka pintu dengan kesal. "Cie dandan, mau ketemu Adnan ya?" kakak menggodaku. Aku menggeleng. Aku nggak dandan sama sekali. Aku cuma pakai bedak. Dan aku pakai baju yang biasa. Tapi tetap saja dituduh habis dandan.

Aku menuruni tangga sambil dihujani godaan kakak. "Cieee!! Pasti lama milih baju ya?" kakak menggodaku untuk kesekian kalinya. "Mama! Ade cantik ya," ujar kakak dengan nada menggoda. "Iya atuh, anak mama," sahut mama. Masih nggak menoleh dari buku resepnya. "Pergi dulu ya, ma," aku menyalami mama. Kakak juga. "Hati-hati ya, jangan ngebut!" pesan mama. "Ma, habis nganter ade kakak mau ketemu temen-temen," ucap kakak. Mama mengangguk. Kami mengucapkan salam dan berjalan ke garasi.

"Adnan masih suka ngechat kamu nggak, de?" tanya kakak. Aku menggeleng. "Terakhir tuh kalau nggak salah nanyain kapan kelulusan kakak," ucapku. "Taun kemarin atuh itu mah?" aku mengangguk. "Habis itu nggak ada lagi?" aku menggeleng. "Di sekolah suka ngobrol nggak?" tanya kakak. "Nggak lah, ngapain?" tanyaku. "Tapi suka ketemu?" aku menggeleng. "Aku aja nggak tahu kelasnya yang mana," jawabku.

Kakak membuka kunci mobilnya dan kami masuk. "Ajak ngobrol atuh de," ujar kakak sambil memakai sabuk pengaman. "Ngapain juga," ucapku. "Nggak apa apa atuh, ngobrol we," sahut kakak. Aku nggak menjawabnya. Aku cuma menyalakan radio. Kakak menjalankan mobil. Ia membunyikan klakson kepada pak Aep di pos satpam dan menambah kecepatan setelah keluar dari gerbang.

Kakak menginjak gas dalam-dalam. Mobilnya meraung. Sekarang kamu bayangin, kamu lewat jalanan Dago atas yang jelek, berbatu dan curam di beberapa tempat dengan kecepatan 120 km/jam. Mengerikan? Banget. Padahal mama udah bilang ke kakak untuk pelan-pelan. Kalau jalanannya datar sih nggak apa-apa ya, 120 km/jam. Tapi kan ini jalannya jelek dan turunan dan banyak tikungan tajam! Aku menyesal, mau mau aja diantar kakak.

The Boy I MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang