Dua Puluh Sembilan

37 3 0
                                    

Satpam bank membukakan pintu sambil tersenyum. "Selamat siang, ada yang bisa dibantu, Kak?" ia bertanya setelah memperhatikan seragamku. "Siang," jawabku demi sopan santun. "Mau nabung," aku menambahkan. Pak Satpam memberiku nomor antrian. "Dibawa buku tabungannya?" aku mengangguk. Ia pun mengarahkanku pada kursi tunggu. Aku pun duduk.

"Nomor antrian satu kosong tiga di loket dua," ucap suara seorang wanita. Aku mengecek nomor antrianku. Satu kosong tiga. Aku pun berdiri dan berjalan menuju loket nomor dua. "Selamat siang, ada yang bisa dibantu, Kak?" petugas teller tersenyum dengan ramah. Aku membaca name tagnya. Namanya Ayu. "Mau nabung," ucapku sambil menggeser buku tabunganku diatas konter ke arah mbak Ayu. "Sebentar, uangnya diambil dulu," ucapku sambil tersenyum malu. Malu dalam artian embarassment, bukan malu dalam artian shy. Kau mengerti kan?

Aku membuka risleting tasku dan mengeluarkan beban terberatnya: celengan babi ukuran sedang dari porselen. Astaga. Ini sangat memalukan. Mbak Ayu tersenyum, menutupi keterkejutannya. "Jumlahnya sudah dihitung, Kak?" tanya mbak Ayu. Aku diam saja. Mbak Ayu tidak menungguku menjawab. Ia membuka bagian bawah celengan babiku dan mengeluarkan isinya sedikit-sedikit. "Mau duduk dulu sementara uangnya dihitung?" tanya mbak Ayu. Aku menggeleng. "Maaf ya, Mbak," gumamku. Mbak Ayu tidak menjawab. Ia hanya tersenyum. Asal kamu tahu, aku tidak pernah memasukkan uang kertas ke dalam celengan babi. Semuanya uang koin. Dan kebanyakan uang lima ratusan..

"Nomor antrian satu kosong empat di loket tiga," ucap suara wanita. Aku melirik sekilas ke arah perempuan di sebelahku. Sweaternya menutupi blus seragamnya. Tapi roknya menunjukkan dia murid SMA. "Mau nabung, Mbak," ucapnya. Beberapa saat kemudian ia mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribu rupiah. Aku merasakan pipiku memerah. Memalukan sekali. Ia menabung dengan pecahan seratus ribuan dan aku menabung dengan celengan babi.

Mbak Ayu menghitung dengan cepat. Ia mengeluarkan isi celenganku lagi dan lagi. "Sejauh ini berapa, Mbak?" tanyaku. Mbak Ayu menghitung tumpukan uang yang ada di atas mejanya. "Tujuh puluh delapan ribu," jawabnya sambil terus menghitung.

Seseorang menepuk pundakku. Aku menoleh. Ternyata nasabah yang berdiri di loket sebelahku. Aku mengangkat kepalaku untuk menatap wajahnya demi sopan santun. Rasanya aku kenal dia, rambut coklat, mata Korea... oh! "Halo," ucapnya sambil tersenyum. Aku membalas senyumnya. "Kamu temennya Adrian kan?" tanya si cewek. Aku mengangguk. Loh kok Adrian? "Aku Shannaz," ia mengulurkan tangan. Aku menjabat tangannya. "Aleena," gumamku. "Aku mau tanya soal Adrian boleh, nggak?" ia bertanya lagi. Aku mengangguk.

"Aku liat kayaknya kamu deket sama dia ya?" tanya Shannaz ragu-ragu. "Nggak deket banget sih," jawabku. "Tapi kok waktu itu waktu kalian jalan bareng, kayaknya kalian deket banget ya?" aku menggeleng. "Salah orang kayaknya, aku nggak pernah jalan bareng Adrian," jawabku. Mulut Shannaz membentuk huruf o. "Tapi... ini sekadar cerita aja ya, aku ngerasa dia ngedeketin aku, tapi kok dia nggak ngejawab sms aku ya? Dia marah gitu?" tanya Shannaz aku bingung harus jawab apa. Adrian kan jadian sama Rosa? Dan dia ngedeketin Sela? Jadi Adrian ngedeketin Shannaz juga? Gila!

"Aku nggak sedeket itu sama Adrian, dia nggak pernah cerita apa-apa sama aku," ucapku pada akhirnya. Shannaz menghela nafas. "Atau dia ganti ponsel? Nomernya atau apanya gitu?" tanya Shannaz. "Aku nggak tau kontaknya, tapi aku bisa liat di grup kelas sih," jawabku. Shannaz menggeleng. "Maaf, tapi selain itu aku nggak bisa bantu," aku mengangkat bahu. Shannaz menghela nafas lagi.

"Kak, totalnya dua ratus tiga puluh empat ribu rupiah," ucap mbak Ayu. "Sebentar ya," ucapku kepada Shannaz lalu menoleh kepada mbak Ayu. Setelah menandatangani selembar kertas, buku tabunganku dicetak dan transaksiku selesai. Aku mengambil celengan babi dan buku tabunganku. Lalu tiba-tiba Shannaz menarikku untuk duduk di kursi tunggu.

"Kamu pernah ngeliat Adrian deket sama cewek nggak?" tanya Shannaz. Aku merapatkan bibirku. Nah. Aku bingung jawabnya. "Ada gosip sih," jawabku dengan nada tidak yakin. "Siapa ceweknya?" Shannaz mengguncang bahuku. Aku menggeleng kuat-kuat. "Kamu nggak tau?" aku menggeleng lagi. Shannaz melepaskan bahuku. "Maaf, tapi... aku bener-bener suka sama dia, aku takut kehilangan dia. Aku tau ini bego banget. Aku tau, aku nggak berhak marah, tapi kamu tau kan, rasa takut itu? Kamu takut bakal punya saingan, kamu takut bakal ditinggalin?" tanya Shannaz. Aku mengangguk. Kurang lebih, aku mengerti.

"Aleena, kita ngomongin Adrian yang sama kan?" tanya Shannaz. Aku mengangguk asal. "Adrian Avicenna kan?" tanya Shannaz. Aku mengingat sebentar. Aku jadi sadar, aku hanya tahu Adrian sebagai Adrian. Aku nggak tahu nama belakangnya. Jadi aku mengangguk. Daripada repot. "Eh, aku harus pulang nih, bentar lagi latihan kickboxing," ucapku. "Duluan ya?" Shannaz mengangguk. Aku pun meninggalkannya.

Aku berjalan ke halte terdekat lalu menyetop bus. Saat mencari tempat duduk, ponselku bergetar beberapa kali. Aku mengeluarkannya dari saku blus dan membaca notifikasinya. Ternyata grup kelas.

X MIPA 1
Nadhif: oy! Minta nama lengkap kalian sekarang!
M Johan: Muhammad Johan!!!
Nadhif: yang nulisnya pake emoji atau tanda baca, emoji dan tanda baca tersebut akan disertakan dalam daftar nama dalam bentuk kata-kata. Leila Kamilia: wkwk Muhammad Johan tanda seru tanda seru tanda seru.
Leila Kamilia: Leila Kamilia Hermawan
Lula: wkwk
Lula: Masha Aulia Malik
Marseila A: Marseila Amanda Lazuardi
Andreas: Andre Agung Siregar :))
Andreas: Andre Agung Siregar titik dua tutup kurung turup kurung wkkwkwkwk
Mahardika Prasetyo: anjayyy wkwkwk
Mahardika Prasetyo: Mahardika Prasetyo
Aleena Hakim: Aleena Safaa Hakim
Ramona: Ramona Catlina Assiddiq
Ramona: ahhahahaha
Ramona: R@m0n4 cAtLiN@
Nadhif: hentikan.
M Raul: Muhammad Raul Suherlan
Mahardika Prasetyo: 4L33N4 54F44 H4K1M
Aleena Hakim: kayak plat nomer astaga:(
Mahardika Prasetyo: Marshceillha Amhandha Lastzuarddhheiiyy
Marseila A: :(
Mahardika Prasetyo: VHSVW
Mahardika Prasetyo: bacanya dibalik yha:*
Lula: atuh ih meni nama aku:(
Nadhif: CUKUP
Lula: iya cukup Mahar! Sekali lagi kamu ngealay-alayin nama orang, kamu harus piket tiap hari sampai naik kelas!!
Adrian Abdr: wkwkwk tah Mahar!!
Daniel Ilham: semoga Mahar nggak naik kelas ya Allah
Adrian Abdr: oh iya! Nama: Adrian Abdurrahman Majid

Aku membaca ulang namanya Adrian. Adrian Abdurrahman Majid. Bukannya Adrian Avicenna? Kok? Sebenernya Shannaz ngomongin Adrian mana sih? Kok bingung? Jangan-jangan kita ngomongin Adrian yang berbeda?
***

The Boy I MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang